Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

HUKUM MENIKAH BEDA AGAMA

 


      azahri.comPerkawinan bukan kontrak perdata biasa, namun merupakan ikatan lahir batin yang suci dan sakral antara seorang pria dan wanita dalam membangun rumah tangga yang bahagia dan kekal sepanjang hayat. 

        Dalam terminologi Al qur’an perkawnan disebut “Mitsaqon gholidzo"  ميثاقاغليظا  (ikatan yang kuat), kuat kerena diikat oleh kalimat dan amanah Allah swt. Ikatan yang disetarakan dengan perjanjian antara Allah swt dan para Nabi.

Agar ikatan perkawinan tidak mudah lepas, maka sebelum menuju ke pelaminan colon mempelai harus menyerap informasi sebanyak mungkin dari sumber-sumber yang valid dan terpercaya berkaitan dengan calon pendamping hidupnya.

Dalam tradisi maupun panduan agama, sebelum prosesi  ijab kabul dilaksanakan  ada instumen ta’aruf (perkenalan), dilanjut  peminangan/lamaran sampai berakhir dengan  terwujudnya  akad perkawinan. 

Secara umum, baik berdasarkan ketentuan  adat maupun norma agama  ada kriteria tertentu bagi  calon mempelai pria maupun wanita yang harus dipenuhi.

Masyarakat Jawa dalam memilih jodoh harus melihat: bobot, bibit dan bebet. Bobot maksudnya kualitas sang calon lahir batin, tidak cacat, beriman, ahli ibadah, berakhlak mulia, bibit artinya asal usul atau nasab dan bebet dikandung maksud cara berpakaian atau penampilan.

Dari  Islam ada empat hal yang lazim dijadikan pertimbangan dalam memilih jodoh. Rasulullah Saw bersabda:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه - عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ  تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا ، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ .

“Seorang wanita dinikahi karena empat hal. Karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang taat beragama niscaya kamu akan beruntung.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An Nasa-i, Ibnu Majah, Ahmad).

       Yang dimaksud agamanya dalam hadis ini adalah agama Islam. Tidak hanya sekedar beragama Islam, namun harus dilihat kualitas keberagamaannya, meliputi: akidah, ibadah dan akhlaknya dalam kehidupan sehari-hari.

Pada awal melangkah sudah diberi warning agar dalam memilih jodoh, agama dijadikan kriteria pertama dan utama. Agama ibarat angka 1 (satu), sementara kecantikan/ketampanan, kekayaan dan nasab ibarat angka 0 (nol). Angka 0 (nol) tidak ada artinya jika di depannya tidak ada angka 1 (satu), 1 (satu) ditambah 0 (nol) bisa 10, 100 dan 1000.

Bila tiba saat menikah dan ternyata yang akan dinikah itu beda agama, ulama sepakat hukumnya haram bagi wanita Muslimah kawin dengan laki-laki non Muslim. Bagi laki-laki Muslim masih ada perdebatan jika calon istrinya ahli kitab.

 Alasan yang digunakan antara lain Al Baqarah: 221 dan Al Maidah: 5 yang berbunyi  :

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

Janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia  menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang  musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya  budak  yang  mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun  dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang  Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.

وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِيْنَ أُوْتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَآ آتَيْتُمُوْهُنَّ أُجُوْرَهُنَّ مُحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسَافِحِيْنَ وَلاَ مُتَّخِذِيْ أَخْدَانٍ

(Dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga  kehormatan  di antara orang-orang yang diberi  al-Kitab  sebelum kamu, bila kamu  telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.

       Ulama yang mengharamkan bahwa laki-laki Muslim haram menikah dengan ahli kitab karena kata musyrik mempunyai  makna  umum  terhadap  semua  orang  yang mempersekutukan Allah, termasuk di dalamnya ahlul kitab.  

Sementara dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan  pasal 2 ayat (1) disebutkan: "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu". Pasal 8 huruf (f) menjelaskan: “perkawinan dilarang antara dua orang yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.”

Rumusan pasal 2 ayat (1) tersebut meniscayakan bahwa sah tidaknya perkawinan dikembalikan kepada agama masing-masing.  Pasal 8 huruf (f) menggariskan  jika agama melarang kawin beda agama, maka secara mutatis mutandis undang-undangpun melarangnya. 

Pasal 2 ayat (2) "Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku". Dikandung maksud bahwa  pencatatan merupakan legalitas yuridis, pernikahan yang telah memenuhi syarat dan rukun menurut agama yang diyakini adalah sah hanya tidak mempunyai kekuatan hukum jika tidak didaftarkan di KUA untuk orang Islam dan di Dukcapil untuk non Muslim.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan turunannya/aturan teknisnya tidak memberikan ruang perkawinan beda agama. Perkawinan beda agama tidak bisa dilaksanakan di Indonesia, karena pembuat undang-undang berpendapat perkawinan beda agama menyalahi aturan semua agama yang menjadi dasar utama dalam melakukan perkawinan.

Perkawinan campuran yang diatur dalam undang-undang ini adalah perkawinan beda kewaganegaraan yang masing-masing tunduk pada hukum negaranya, bukan beda agama.

Rumusan yang lebih tegas lagi diatur dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, pasal 40 : dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu:

1. Karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria lain;

2. Seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain;

3. seorang wanita yang tidak beragam Islam.

Selanjutnya Pasal 44  menggariskan: “Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam". Pasal 61 : " Tidak sekufu tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan, kecuali tidak sekufu karena perbedaan agama atau ikhtilaf al-dien".

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perkawinan beda agama diharamkan menurut hukum Islam dan tidak difasilitasi oleh negara. Jika faktanya ada perkawinan beda agama dapat dipastikan terjadi penyelundupan hukum, dalam arti salah satu pihak berpura-pura masuk agama calon pasangannya dan peristiwa demikian bukan sikap toleran, tapi kedunguan. Walahu  a’lam bi shawab.

Posting Komentar untuk "HUKUM MENIKAH BEDA AGAMA"