Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

WUJUD SUTRAH SHALAT DAN HUKUMNYA

 


azahri.com
~ Ada perbedaan pemahaman di antara umat Islam terkait dengan sutrah shalat. Perbedaan ini dapat terjadi antar individu di sebuah masjid dan atau antar masjid (jamaah) yang satu dengan masjid yang lain.

  Pendapat pertama, bahwa sutrah shalat itu berupa benda padat yang memiliki panjang, lebar dan tinggi tertentu. Dengan demikian, terdapat masjid yang membuat sutrah shalat secara khusus dari kayu dengan ketinggian minimal 10 cm sampai 50 meter atau benda padat yang mudah dilihat dan diketahui bahwa itu sutrah shalat.

 Pendapat kedua, bahwa sutrah itu dapat berupa kayu, tas, sajadah atau bahkan garis shaf yang telah dipasang di masjid atau mushala, tidak harus benda khusus yang dibuat untuk itu.

Pendapat mana yang lebih kuat haruslah dicermati definisi sutrah dan landasan syar’inya.  Sutrah arti bahasanya: tabir, penghalang, jaket, mantel, jubah. Adapun menurut istilah, kita kutip ungkapan Wahbah Azuhaili:

  تعريف سترة المصلي:هي ما يجعله المصلي أمامه لمنع المرور بين يديه.

“ Sesuatu yang diletakkan didepan orang shalat untuk mencegah orang yang lewat didepannya”.

Di depan orang shalat maksudnya dibatas tempat sujud, agar orang tidak melewati antara dia dengan pembatas tersebut. Sesuatu maksudnya  boleh apa saja, tentu bukan benda najis. Fungsinya  menghalangi orang lewat didepannya sekaligus menghomati orang shalat.

Merujuk definisi Wahbah, maka sutrah boleh apa saja tidak harus benda yang dibuat khusus untuk itu. Pada masa kini, baik bagi imam maupun bagi makmum di masjid-masjid sudah dipasang kain sajadah atau garis batas yang dapat dijadikan sebagai sutrah. Maka tidak perlu lagi memasang sutrah secara khusus. Berdasar hadits:

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : { إذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَجْعَلْ تِلْقَاءَ وَجْهِهِ شَيْئًا ، فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيَنْصِبْ عَصًا ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فَلْيَخُطَّ خَطًّا ، ثُمَّ لاَ يَضُرُّهُ مَنْ مَرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ } أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَهْ ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ ، وَلَمْ يُصِبْ مَنْ زَعَمَ أَنَّهُ مُضْطَرِبٌ ، بَلْ هُوَ حَسَنٌ-  سبل السلام - (2 / 7)

Dari Abu Hurairah Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: "Apabila seseorang di antara kamu sholat hendaklah ia membuat sesuatu di depannya, jika ia tidak mendapatkan hendaknya ia menancapkan tongkat, jika tidak memungkinkan hendaknya ia membuat garis, namun hal itu tidak mengganggu orang yang lewat di depannya." Dikeluarkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah. Shahih menurut Ibnu Hibban. Hadits ini hasan dan tidak benar jika orang menganggapnya hadits mudltorib. (Subulus Salam:220).

Dalil bahwa sutrah itu berupa benda yang tinggi, tidak cukup sajadah atau garis adalah:

وَعَنْ عَائِشَةَ – رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا- قَالَتْ : { سُئِلَ رَسُولُ اَللَّهِ ( – فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ – عَنْ سُتْرَةِ اَلْمُصَلِّي . فَقَالَ : “مِثْلُ مُؤْخِرَةِ اَلرَّحْلِ } أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ

Dari ‘Aisyah Ra., ia berkata, “Rasulullah Saw. pernah ditanya pada perang Tabuk tentang batas bagi orang yang shalat. Beliau menjawab, ‘Seperti “mu’khiroh ar-rohli”, tiang atau sandaran di bagian belakang kendaraan.’” (Dikeluarkan oleh Muslim) [HR. Muslim, no. 500]

Tinggi sutrah yang disebutkan dalam hadits di atas seperti tiang di bagian belakang kendaraan. Ukuran sutrah diperkirakan antara 30 - 45 cm. Ukuran ini bukan ukuran maksimal karena Nabi Saw. pernah menggunakan sutrah darai anak panah.

Disamping bentuk sutrah yang dperselisihkan, juga tentang hukumnya. Adapun hadis yang menjelaskannya tentang hukum sutrah ini banyak, antara lain:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ تُصَلِّ إِلاَّ إِلَى سُتْرَةٍ، وَلاَ تَدَعْ أَحَدًا يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْكَ، فَإِنْ أَبَى فَلْتُقَاتِلْهُ، فَإِنَّ مَعَهُ الْقَرِينَ. [رَوَاهُ مُسْلِمٌ؛ رقم: 260]

“Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a. ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Janganlah mengerjakan shalat kecuali menghadap sutrah dan janganlah membiarkan seseorang lewat di depanmu, jika ia tidak menghiraukan, maka halangilah ia dengan sekuat tenaga, sebab ada teman bersamanya.” [HR. Muslim, No. 26]

Pendapat para ulama mengenai hukum menggunakan sutrah:

  1. As-Safarini berpendapat bahwa penggunaan sutrah dalam shalat adalah sunnah, sebagaimana disepakati para ulama.
  2. Imam Malik berpendapat wajib berdasarkan hadis di atas.
  3. Abu Ubaidah berpendapat: bahwa makmum tidak wajib menggunakan sutrah, karena sutrah dalam shalat jama’ah sudah ditanggung oleh imam. Maka setiap makmum sutrahnya adalah orang yang ada di depannya, tetapi makmum yang berada di shaf paling depan harus mencegah orang lewat di depannya. Pendapat ini berdasarkan hadis dari Ibni ‘Abbas:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ جِئْتُ أَنَا وَالفَضْلُ عَلَى أَتَانٍ وَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَفَةَ، فَمَرَرْنَا عَلَى بَعْضِ الصَّفِّ فَنَزَلْنَا وَتَرَكْنَاهَا تَرْتَعُ وَدَخَلْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الصَّلاَةِ فَلَمْ يَقُلْ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا. [أخرجه مسلم 504]

“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas: Saya datang bersama al-Fadl naik keledai, sedang Rasulullah saw berada di ‘Arafat. Kemudian kami melewati sebagian shaf, lalu kami turun, dan kami tinggalkan keledai itu bersenang-senang (makan rumput). Dan kami bersama Rasulullah saw masuk dalam shalat, beliau tidak mengucapkan kata-kata sedikitpun.” [HR. Muslim, No. 504]

d.      Ibnu Abdil Bar berpendapat: hadis yang diriwayatkan Ibnu ‘Abbas tersebut mentakhshish hadis yang diriwayatkan Abu Sa’id yang berbunyi: “Apabila seseorang di antaramu shalat, maka janganlah membiarkan seseorang lewat di depannya” hadis ini ditakhsish dengan shalat Imam dan shalat munfarid (sendirian). Maka bagi makmum, tidak mengapa apabila ada orang lewat di depannya.

 Walhasil, soal bentuk sutrah shalat dan hukum menggunakaknnya, penulis berpendapat pakai sajadah dan garis sudah memenuhi ketentuan, namun lebih utama menggunakan benda yang mudah dilihat, khususnya  bagi imam dan orang shalat sendirian. Wallahu a'lam bish-shawab.             

 

Posting Komentar untuk "WUJUD SUTRAH SHALAT DAN HUKUMNYA"