Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PUASA PARIPURNA

 

Masjid Agung Baiturahim Trenggalek terletak di Jalan Sunan Kalijogo Nomor 07, Mgantru, Trenggalek


        azahri.com ~ Dari tinjauan fikih puasa itu didefinisikan: menahan makan dan minum serta berkumpul dengan pasangan mulai terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat ikhlas semata-mata karena Allah swt. Rukun puasa cukup dua, yakni niat karena Allah Swt dan meninggalkan semua yang membatalkan puasa.

        Bila kita menjalankan puasa hanya sebatas memenuhi syarat dan rukunnya, maka puasa kita baru pada tataran formal belum menyentuh wilayah subtansial. Walaupun puasa formal telah menggugurkan kewajiban, namun sulit meraih derajat takwa sebagai tujuan akhir  puasa.

        Hujatul Islam, Imam Ghozali dalam bukunya Ihya’ Ulumuddin membagi puasa menjadi tiga tingkatan:

اعلم أن الصوم ثلاث درجات: صوم العموم وصوم الخصوص وصوم خصوص الخصوص. أما صوم العمووم فهو كف البطن والفرج عن قضاء الشهوة كما سبق تفصيله. وأما صوم الخصوص فهو كف السمع والبصر واللسان واليد والرجل وسائر الجوارح عن الآثام. وأما صوم خصوص الخصوص فصوم القلب عن الهضم الدنية والأفكار الدنيوية وكفه عما سوى الله عز وجل بالكلية. (إحياء علوم الدين - ج 1 / ص 245)

Ketahuilah bahwa puasa itu ada tiga tingkatan: puasa umum, puasa khusus dan puasa paling  khusus. Adapun puasa umum adalah menahan perut (makan dan  minum) dan bersebadan untuk memenuhi syahwat, sebagaimana telah dijelaskan secara rinci sebelumnya. Puasa khusus, yakni  menahan pendengaran, penglihatan, ucapan dan tingkah laku dari segala dosa. Dan puasa paling khusus adalah  puasa hati dari  hal-hal hina dan puasa pikiran dari  hal-hal keduniaan atau menahan diri berkehendak dan berpikir  selain Allah secara totalitas. 

        Klasifikasi puasa oleh Imam Ghozali tersebut sesuai dengan praktek umat Islam. Umat Islam melaksanakan ibadah tergantung  pemahaman dan iman masing-masing individu. Hal mana sejalan dengan firman Allah Swt dalam Fathir ayat 32:

ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ .

Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar. 

        Orang puasa yang  hanya menahan makan dan minum serta hubungan badan, namun masih melakukan dosa yang lain, semisal share berita hoax, mengambil hak orang lain, membuat kegaduhan, berbicara yang tidak bermanfaat dll. Boleh jadi masuk puasa tingkat pertama versi Imam Ghozali dan masuk kriteria Al Qur’an orang yang menzalimi diri sendiri.

        Bagimana tidak zalim sudah puasa tapi sia-sia, tidak dapat pahala dan rido-Nya kecuali lapar dan dahaga

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاالْجُوعُ وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلاالسَّهَرُ. رواه النسائي، وابن ماجه والحاكم، وقال: صحيح على شرط البخاري )فقه السنة - (ج 1 / ص 458(

Betapa banyak orang yang berpuasa hanya mendapatkan lapar dan betapa banyak orang yang shalat malam hanya mendapatkan berjaga saja.

            Sejalan pula dengan  peringatan  Rasulullah Saw:

وعنه قَالَ رَسُولُ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْلَ ، فَلَيْسَ للهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ } رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَأَبُو دَاوُد ، وَاللَّفْظُ لَهُ

Abu Hurairah r.a. berkata, "Rasulullah bersabda,'Barangsiapa yang tidak meninggalkan kata-kata dusta dan perbuatan buruk dan bodoh , maka Allah tidak memerlukan ia meninggalkan makan dan minunmya.”

        Paling kurang puasa kita memenuhi tingkat kedua versi Imam Ghazali atau istlah Al Qur’an, muqtashid (pertengahan/pas-pasan). Puasa tidak hanya menahan makan, minum dan berkumpul, tapi juga meninggalkan hal-hal yang mengurangi pahala puasa atau hal yang sia-sia, meliputi ucapan, pendengaran, penglihatan dan aktivitas  anggota badan lainnya.

        Puasa tingkat ketiga adalah puasa orang-orang khusus, yakni puasa yang tidak hanya menahan makan, minum, berkumpul dan menahan aktivitas fisik saja, tapi juga mampu menahan kehendak yang tidak baik dan berfikir atau fokus masalah keduniaan. Hanya fokus pada ibadah untuk meraih pahala dan rido Allah Swt dan berpaling dari hal-hal yang mengurangi kekhusyukan ibadah.

        Puasa tingkat ketiga ini tentu sulit dipenuhi oleh kebanyakan orang, kecuali para nabi, para wali dan orang shaleh lainya. Tingkat puasa ketiga ini dapat disebut puasa paripurna.

          

Posting Komentar untuk "PUASA PARIPURNA"