Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perbedaan Penerapan Perhitungan Waktu

        Satuan waktu telah disepakati dalam dunia ilmu ukur waktu, dari urutan paling kecil: detik, menit, jam, hari, pekan, bulan, tahun, dekade, abad dst. Namun dalam praktek penggunaannya, terutama untuk ibadah berbeda-beda. Perbedaan penggunaan untuk kepentingan ibadah itu  karena perbedaan kriteria. Msalnya Kemenag berpegang bahwa waktu Subuh itu posisi Matahari minus 20 detajad di bawah ufuk, sementara Muhammadiyah mengoreksi ketinggian Matahari waktu Subuh minus 18 derajad sehingga  ada selisih 2 derajad dan jika dikonversi kepada waktu terjadi selisih 8 menit. Sebagaimana contoh berikut ini:

        Jadwal Imsakiyah Ramadan Tahun 2022  wilayah Trenggalek yang dikeluarkan oleh Kantor Kementerian Agama Trenggalek dan Majelis Tarjih Pimpinan Daerah Muhammadiyah Trenggaleh  waktu imsak dan subuh beda sekitar 8 menit. Silakan pilih sesuai keyakinan masing-masing.



        Selain perbedaan waktu Subuh, paling sering kita alami adalah perbedaan menentukan awal bulan Kamariah (Qomariyah), terumata awal Ramadan, Syawal dan Zulhijjah karena dalam hal ini bulan kamariah  berkaitan dengan ibadah puasa dan hari raya bagi umat Islm. Sekali lagi perbedaan penentuan awal bulan ini bukan semata-mata karena perbedaan metode hisab dsn rukyah, tapi yang paling menonjol karena perbedaan diantara ahli hisab sendiri. 
        Ahli hisab dalam menentukan awal bulan ada yang menggunakan kriteria imkanur rukyah. Imkanur rukyah adalah  kriteria dimana kemungkinan bulan dapat dilihat meskipun secara nyata belum tentu dapat dilahat dengan mata, baik pakai alat maupun dengan mata telanjang. Imkanur rukyah sering berhaddapan dengan krteria wujudul hilal, maksud bulan baru dimulai ketika bulan sudah wujud, yakni ketika Matahari tenggelam bulan sudah di atas ufuk berapapun tingginya.
        Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama menggunkan kriteria Mabims, yakni ketinggian bulan 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat . Kriteria ini mengubah kriteria sebelumnya, yaitu ketinggian bulan 2 derajat dan elongasi 3 derajat, yang kemudian di konfirmasi dengan rukyat bil fi'li. Adapun Muhammadiyah selama ini menggunakan wujudul hilal wilayatul hukmiyah, dimana ketika Matahari tenggelam sudah terjadi ijtima' dan Bulan sudah di atas ufuk di sebagian atau seluruh wilayah Indonesia. Dengan demikian potensi perbedaan selalu berpeluang terjadi.
        Ke depan,  tahun 1447 H Muhammadiyah beralih dalam menggunakan metode hisab, yang semula wujudul hilal wilayatul hukmiyah menjadi KHGT (Kalender Hijriyah Global Tunggal). KHGT tidak berpegang pada matlak tempat tertentu sebagaimana madzhab Syafii tapi menggunakan matlak global yang sejalan dengan madzhab Hanafi. Dunia diniscayakan menjadi satu kesatuan, satu dunia satu tanggal seperti kalender Masehi. Kabarnya titik kordinat yang dijadikan pusat perhitungan ada negara Turky. KHGT ini sudah disetujui 16 negara dan beberapa organisasi dakwah tingkat dunia,
        Bagiamana implentasinya dalam kehidupan nyata kita ikuti perkembangannya karena Muhammadiyah dikenal organesasi modernis yang berwawasan global atau mendunia. Wallahu 'a'lam bi shawab.

Posting Komentar untuk "Perbedaan Penerapan Perhitungan Waktu"