Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

ETOS KERJA PANCA AS

                          

azahri.com                                    

1. Pendahuluan
Segala puji bagi Allah swt. yang telah menciptakan segala sesuatu dengan ukuran/kadarnya masing-masing. Ada ukuran ruang dan waktu yang memiliki rumus tertentu. Kita kenal satuan waktu: abad, tahun, bulan, hari, saat (jam, menit dan detik) dst. 
Waktu terus berlalu dan tidak mungkin surut ke belakang. Kita akan melangkah ke depan. Dengan bertambahnya waktu secara matematis umur kita bertambah, namun dari sisi jatah hidup  sesungguhnya semakin berkurang. Bertambah detik, menit, jam dan hari berarti jatah hidup kita di dunia yang fana ini semakin pendek.
Disamping  jatah umur kita terus berkurang setiap saat, juga sesungguhnya  harapan hidup rata-rata kita sebagai umat Muhammad relatif lebih pendek dibanding umat nabi-nabi terdahulu. Dalam al Qur’an umur Nabi Nuh mencapai 950 tahun (vide al Qur’an surat al Angkabut ayat 14). Jauh berbeda bila dibanding statemen Rasulullah saw. dalam sabdanya:           
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم- « عُمُرُ أُمَّتِى مِنْ سِتِّينَ سَنَةً إِلَى سَبْعِينَ سَنَةً .
Dari Abi Hurairah, Rasulullah saw bersabda:”Umur umatku antara 60 samapi 70 tahun”. (HR. Imam Turmdzi)
       Menurut para pakar biologi,  mahluk mamalia memiliki potensi hidup 5 kali masa pertumbuhannya, dan manusia tergolong mahluk mamalia. Akhir masa pertumbuhan bagi manusia ditandai dengan tumbuhnya gigi graham yang terakhir ketika usia manusia antara 20 – 25 tahun. Dengan demikian manusia punya potensi hidup antara 100 – 125 tahun. Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian seorang ahli Gerontology Prof Sir Colin Blakemore. 
         Kendatipun demikian, usia 100 tahun sekalipun adalah masa yang sangat pendek, hannya antara 2,5 – 3 jam jika dibandingkan waktu akhirat. Dalam surat as Sajadah ayat 05 dinyatakan, “Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu”. 
        Maka benar adanya jika orang Jawa bilang “ Urip neng dunyo sak dermo mampir ngombe” (hidup di dunia sekedar singgah untuk minum).
           Walhasil, karena jatah umur kita begitu pendek,  maka  kita senantiasa harus instropeksi diri untuk penataan dan perbaikan hidup dan kehidupan kita di masa mendatang. Keadaan hidup lebih baik di masa mendatang adalah suatu keniscayaan dan menjadi keinginan banyak orang. Untuk mewujudkan impian  hidup lebih layak dan terhormat, setiap kita harus berpacu dengan waktu atau dengan jatah umur yang kita miliki.
            Persoalannya adalah bagaimana kita memanfaatkan sisa umur yang terbatas dengan efektif dan efesien agar memperoleh daya guna dan hasil guna yang maksimal, baik secara pribadi maupun kelompok.
2. Membangun Etos Kerja
          Membangun etos kerja melalui moto, jargon dan tagline yang digelorakan terus menerus dan bersama-sama akan membawa dampak positif. Sesuatu yang dikerjakan terus menerus dan berulang secara berjamaah akan terinternalisasi dalam setip individu. 
      Moto yang sering digelorakan di berbagai institusi antara lain secara berurutan adalah: kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas dan kerja ikhlas.  Kiranya belum komperehensif jika orientasi bekerja untuk kebahagian dunia dan akhirat, perlu ditambah kerja mawas dengan tartib/urutan : kerja ikhlas, kerja mawas, kerja keras,  kerja cerdas dan kerja tuntas.
        Tagline, slogan atau moto dalam ilmu menejemen mengandung semangat atau spirit para penggasnya yang telah berkarya, sedang berkarya dan akan terus berkarya sejalan dengan visi dan misinya. 
          Dengan demikian, tagline harus dimaknai sebagai etos kerja, yaitu budaya kerja yang lahir dari cita-cita yang memiliki ciri khas dari sekelompok orang. Karena tagline  merupakan etos kerja, maka harus menjadi komitmen kita semua, terutama para pimpinan satker (stakeholder) untuk menyebarkan dan menggelorakan virus ini ke semua lini dan jaringan organesasi.
a. Kerja Ikhlas dan Kerja Mawas
      Sebagai umat beragama (muslim) patut kiranya kita mengambil  position yang benar. Posisi yang berkeseimbangan (equilibrium), antara aspek ukhrawi dan duniawi, investasi akhirat dan dunia. Kaum beriman tentu meniscayakan mendahulukan kepentingan agama (baca akhirat!) daripada dunia, bahkan jika orientasi akhirat yang dijadikan pijakan dunia pasti didapat juga. Ibarat menanam padi rumput akan tumbuh juga, laksana beli sapi tali juga include padanya, tapi tidak terjadi sebaliknya.
Makna label agama secara filosofis mendahulukan aspek ukhrowi daripada duniawi sehingga sepatutnya yang mendasari kita bertindak pertama-tama adalah dasar-dasar keyakinan/iman sebagai Muslim. Pada posisi ini seorang muslim dalam berkarya harus atas dasar hati yang ikhlas atau kerja lkhlas, kemudian dibarangi mawar diri atau kerja mawas.
 Kerja ikhlas secara simpel dapat dijelaskan, kerja murni semata-mata karena Allah swt, tanpa pamrih. Sepi ing pamrih rame ing gawe (jauh dari pamer kompak dalam bekerja), yang saat ini sering diplesetkan ” Seping ing pamrih rame ing garwo” (diam-diam menambah istri baru). Puncaknya, tidak bangga bila dipuji dan tidak kecewa bila dikritisi. Wakafa billahi syahiida = cukup Allah swt sebagai saksi (al Qur’an surat al Fath ayat 28).
Para ahli hikmah banyak yang membuat metafora bahwa kerja ikhlas laksana buang hajat, apa yang dibuang tidak pernah ditengok dan difikirkan lagi, bahkan merasa puas dan lega (plong). Namun kerja ihklas bukan kerja yang minimalis, apalagi asal-asalan. 
Sering kita dengar ungkapan, ” amal sedikit yang penting ikhlas”. Ungkapan ini tidak sejalan dengan spirit Islam. Dalam Islam yang dimaksud kerja ikhlas adalah kerja optimal dan maksimal, kerja sepenuh hati dan dengan senang hati, bukan kerja setengah hati dan sakit hati, karena tidak perlu lagi pujian atasan, pimpinan dan sebagainya, hanya mengharap pujian dari Rabbnya.
Kalau kita sudah menjadi mukhlis, berarti kita sudah menduduki maqom tertinggi dalam jenjang karier di lembaga apapun. Karena seorang mukhlis ’setan gundul’ pun tidak berani mendekatinya apalagi setan yang biasa. 
Komplementer dengan kerja ikhlas adalah kerja mawas. Kerja mawas adalah kerja penuh kehati-hatian, jangan sampai menyalahi aturan, baik aturan agama maupun aturan negara. Menyimpangi hukum Allah dan rasul-Nya maupun hukum positif. Terjerumus dalam dosa dan berurusan dengan aparat penegak hukum, polisi, jaksa, KPK dan berujung di hotel prodeo.
Era demokratisasi dan tranparansi menunutut para pemangku kepentingan untuk kerja mawas. Ketika kekuasaan sudah terbagi-bagi, tidak lagi berpusat pada satu tangan atau lembaga maka semangat check and balances mengemuka dan  ego sektoral semakin luruh. Tidak ada lagi pejabat yang terkesan angker apalagi  kebal hukum, di saat demikian kewaspadaan dan kehati-hatian menjadi sangat urgen. 
Di sisi yang lain, sejak lahirnya undang-undang keterbukaan informasi publik, pengawasan tidak hanya datang dari lembaga pengawas formal, baik internal maupun eksternal tapi juga pengawasan dari masyarakat sehingga apapun amanah yang kita emban harus kita laksanakan secara akuntabel bahkan kridibel.
Kalau kita semua  bekerja mawas, maka perasaan was-was mengadapi masa depan tidak pelu terjadi. Pekerja mawas tidak akan was-was dalam menjalani tugas hidupnya, namun akan tetap waspada dan insya Allah  husnul khotimah .
b. Kerja Keras,  Kerja Cerdas dan Kerja Tuntas
Kompetisi merupakan fitrah manusia. Sejak berupa sel sperma kompetisi (musabaqoh)  sudah dimulai. Berjuta-juta sel sperma berlomba bertemu sel telur dan hanya sel sperma yang kuat yang berhasil bertemu dengan sel telur, yang lain terkapar lemas dan mati. Dan setelah manusia  lahir ke dunia kompetisi baik secara nyata atau terselubung terjadi di semua lini kehidupan.
Untuk meraih kemenangan dalam percaturan duniawi etos kerja keras menjadi persyaratan mutlak. Kerja keras, maknanya kerja dengan mengerahkan semua energi yang dimiliki secara maksimal dan optimal; menggunakan waktu dan sumber daya dengan sungguh-sungguh. Bukan kerja yang santai, ala kadarnya dan asal-asalan. Tapi bukan pula kerja yang membabi buta, tanpa kenal waktu dan tanpa memperhitungkan kemampuan fisik dan mentalnya. Kerja keras tetap  ada jeda, ada refreshing dan time schedule yang bagus.
Moto  kerja dan kerja selaras dan sejalan dengan tsemangat al Qur’an: ” Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu'min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan". (at Taubah: 105). 
Bukan saatnya lagi di era persaingan global dan keras  kita  bekerja dengan santai, bermalas-malasan. Jadilah motivator pada diri sendiri dan orang lain, jangan merasa terbebani suatu tugas.  Bagi  yang yunior atau umur masih relatif muda kiranya ada baiknya dijadikan motivasi sebuah motto: اعملوا فوق ما عملوا (berkaryalah kalian di atas apa yang telah dihasilkan oleh para pendahulu kalaian).
Agak beda dengan kerja keras adalah kerja cerdas. Kerja cerdas adalah kerja kreatif dan inovatif. Kerja dengan mengoptimalkan kemampuan otak kanan dan kiri. Nalar berfikir kritis dipadu dengan ketajaman naluri futuristik
Kemampuan memenej dan mensinergikan semua potensi sehingga terwujud networking yang kuat dan luas, menyerap tehnologi terkini (high tech) yang menghasilkan high efeciensy (penghematan) and fast growing (pertumbuhan yang cepat).
Jika kerja keras lebih menitik beratkan pengerahan tenaga/energi fisik/otot atau hard skill, maka kerja cerdas lebih bernuansa pengerahan energi intelektual dan shoft skill
Kerja cerdas berwujud membuat strategi yang jitu, memenej organesasi dengan menejemen modern, menciptakan networking yang luas dan  melibatkan tehnologi yang paling mutakhir. Namun kerja cerdas bukan kerja yang menipu dan akal-akalan, mengakali orang atau membodohi orang. Ungkapan ” wong bodho pangane wong pinter” (orang bodoh obyek penipuan orang pandai) bukan kerja cerdas yang kita maksud. 
Kerja cerdas yang kita kembangkan tentu kerja yang mencerdaskan banyak orang, yang memberi pencerahan kepada khalayak pencari keadilan. 
Kita perlu mengkritisi slogan,    ” Dengan modal yang sekecil-kecilnya untuk memperoleh hasil yang sebesar-besarnya”, atau ”bondho dengkul muleh mikul” (hanya modal otot memperoleh hasil yang besar). Motto di atas berbau liberal, jika modal sedikit hasilnya besar maka kemungkinan yang terjadi adalah eksploitasi oleh yang kuat kepada yang lemah dan hal demikain  tidak sejalan dengan nilai keadilan, kewajaran dan kepatutan yang kita tegakkan.
Karakter kerja cerdas hadir dalam bentuk: inovasi tiada henti, kreatif dan modifikatif dalam berbakti, tanpa kenal lelah dan berpuas diri. Sejatinya kreatifitas lahir dalam proses ATM (Amati, Tiru dan Modifikasi), bukan dari ruang kosong. 
Hasil karya besar adalah proses yang berkelanjutan sehingga menjadi sempurna menurut ukuran terkini. Pesawat super canggih, mobil dengan fasilitas mewah bermula dari karya yang sederhana. Maka jangan heran jika sesuatu yang kecil dan tidak kita perhitungkan suatu saat menjadi sesuatu yang super, tergantung bagaimana memelihara dan meningkatkan etos kerja cerdas.
Kerja tuntas adalah memaksimalkan pekerjaan sehingga tuntas dan tidak menyisakan   perkerjaan sedikitpun sesuai dengan jadwal penyelesaian. Tidak menunda pekerjaan yang seharusnya dapat dikerjakan dengan segera. Ada ungkapan terkenal   ‎لا تؤجل عمل اليوم إلى الغد "Jangan menunda pekerjaan hari ini sampai besuk"
Kerja tuntas tidak boleh mengurangi kualitas dan menimbulkan masalah di belakang hari karena dikerjaan asal jadi, tidak sesuai dengan tupoksi atau perjanjian.
Bila institusi, organisasi dikelola dengan etos kerja Panca As ikhlas, kerja mawas, keja keras, kerja cerdas dan kerja tuntas dapat dipastikan akan terus berkembang dan berjaya dan tidak mustahil menjadi institusi  kelas dunia, memberi manfaat yang besar pada banyak orang dan menjadi baqiyatus sholihah (investasi jangka panjang) bagi para pelakunya  untuk dinikamati di alam akhirat kelak. Walla a’lam bishawab.



Posting Komentar untuk "ETOS KERJA PANCA AS"