Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

SEJARAH MUHAMMADIYAH SITUBONDO

 

Oleh. A. Zahri

(Ketua PDM Situbondo Periode 2000-2005 dan 2010-2015)

 azahri.comMuhammadiyah hadir di Situbondo  tidak lepas dari kegiatan dakwah  KH Ahmad Dahlan di Jatim. Pertama kali KH. A. Dahlan  ke Jatim sekitar 1916, atau satu tahun setelah KH Mas Mansur sepulang dari Mekah dan Mesir menemuinya di Yogyakarta (1915). Saksi kedatangan KH Dahlan ke Surabaya ini dua di antaranya adalah tokoh pergerakan nasional Soekarno dan Roeslan Abdulgani. Keduanya tidak hanya menyaksikan, tetapi juga mengikuti pengajiannya di langgar Peneleh, Plampitan, serta di langgar dekat rumah KH Mas Mansur (Kawasan Ampel). KH Ahmad Dahlan datang ke Surabaya dan memberikan tabligh di tiga tempat, yaitu di Kampung Peneleh, Plampitan, dan Ampel.

 Perjalanan KH Ahmad Dahlan di Jatim tidak berhenti di Surabaya saja, karena beliau ternyata juga mengunjungi berbagai kota lainnya. Tempat-tempat yang dikunjungi dan membuahkan hasil adalah Kepanjen (21 Desember 1921), Blitar (1921), Sumberpucung (1922), Ponorogo (1922) dan Banyuwangi (1933).

 Ketika beliau akan hadir di Banyuwangi ada sekelompok orang yang mengeluarkan ancaman, bila beliau tetap memaksakan diri datang di Banyuwamgi akan dibunuh. KH. Ahmad  Dahlan tidak surut dan tetap datang di  kota yang berada di ujung Jawa Timur itu, dan  ternyata tidak ada rintangan yang berarti, bahkan akhirnya di sana berdiri Cabang Muhammadiyah.

 Menurut Buku Sejarah Muhammadiyah Jatim, yang memuat juga sejarah Muh. di setiap daerah, Cikal bakal Muhammadiyah Situbondo di rintis oleh Bpk. Margosudjono, seorang pegawai Kantor Pos yang dimutasi  dari Surakarta ke Situbondo pada tahun 1924. Di Situbondo  beliau bertempat tinggal di rumah Bpk. K.H. Moch. Cholil di Kampung Pasar Pering (Jalan Seroja), berdampinngan dengan rumah Bpk. Abdul Gafar Djojosoedirjo guru SR II Situbondo.

 Setelah beberapa bulan beliau berada di Situbondo mulai banyak kenalan, diantaranya: Bpk. Abdul Gafar Djojosoedirdjo, Bpk. Sastrodiwirjo, Bpk. Nimprang Leksono (ketiganya  guru SR).

 Kepada ketiga sahabatnya tersebut Bpk. Margosudjono menanyakan apakah disini ada perkumpulan yang bernama Muhammadiyah? Ketiga orang tersebut menjawab belum ada.  Kemudian belia menjelaskan  hal-ihwal perkumpulan Muhammadiyah kepada tiga rekannya tsb. Setelah itu Bpk. Margosudjono mengajak ketiga shabatnya untuk merintis berdirinya perkumpulan Muhammadiyah dan ketiga orang temannya itu   menjawab akan mempertimbangkan terlebih dahulu.

 Kemudian ketiga teman Bpk. Margosudjono itu menyampaikan hasil pembicaraan mereka kepada beberapa Kiai bahwa Bpk. Margosudjono berkeinginan mendirikan perkumpulan Muhammadiyah. Oleh para Kiai dijawab bahwa perkumpulan yang bernama Muhammadiyah itu perkumpulan yang tidak mengikuti Ahli Sunnah Wal Jama’ah.

 Tak lama kemudian datang orang baru di Situbondo, bernama Bpk. Notoamidarmo, sebagai School Opsiner ( Penilik Sekolah ) pindahan dari Bondowoso. Dengan kedatangan beliau, maka ketiga teman Bpk. Margosudjono tersebut bersilaturrahim ke rumahnya membicarakan rencana Bpk. Margosudjono mendirikan perkumpulan Muhammadiyah di Situbondo. Oleh Bpk. Notoamidarmo inisiatif yang demikian itu disambut baik, disetujui dan didukung, karena di Bondowoso beliau juga sebagai pengurus Muhammadiyah.

 Untuk menyakinkan ketiga orang tersebut, beberapa minggu kemudian Bapak Notoamidarmo mengajak ke Bondowoso untuk bersilaturrahim kerumah Bpk. Diposupeno selaku Ketua Muhammadiyah Cabang Bondowoso. Bpk. Diposupeno menjelaskan secara rinci tentang apa dan bagaimana Muhammadiyah itu serta maksud dan tujuannya.

 Dengan pertolongan Allah SWT. setelah bapak-bapak tersebut menemui seorang ulama yang cukup berpengaruh dikalangan masyarakat yaitu K.R.P. Ismail dan menjelaskan maksud dan tujuan untuk mendirikan perkumpulan Muhammadiyah beliau merestui dan bersedia membantu, maka banyaklah pendukung-pendukungnya dan sebagai langkah pertama diadakan pengajian umum bergilir. Akhirnya pada pertengahan tahun 1924, berdirilah perkumpulan Muhammadiyah Cabang Situbondo.

 Untuk peresmian berdirinya Muhammadiyah Cabang Situbondo ini, dihadiri oleh Pengurus Besar Muhammadiyah dari Jogjakarta yaitu Bpk. K.H. Sujak dan Bpk. Diposupeno Ketua Muhammadiyah Bondowoso sertra Bpk. K. Fannan dari Jember. Maka tersusunlah Pengurus Muhammadiyah Cabang Situbondo untuk periode 1924-1927 sebagai berikut : Bpk. Notoamidarmo (Ketua), Bpk. Abd. Gafar Djojosudirdjo (Penulis), Bpk. Sastrodiwirjo (Bendahara).         

 Setelah Muhammadiyah Cabang Situbondo beridiri selama satu tahun baru mendapatkan pengesahan dari Pengurus Besar Muhammadiyah Djokjakarta dengan surat keputusan tanggal 28 September 1925 M/11 Rabiul Awwal 1344 H, No. 45/B.Syang ditanda tangani oleh  Ketua K. Ibrahim dan Sekretaris Hasjim.

 Setelah tahun 1925  pengurus Muhammadiyah Cabang Situbondo mengalami beberapa pergantian sesuai dengan masa jabatannya. Diantara tokoh-tokoh yang pernah menjadi pengurus antara lain : Bpk. Sastro Prawiro (Ketua), Haenur Rasyid (Sekretaris), Djuri (Bendahara) yang dalam aktifitasnya dibantu antara lain : Sakur, Sutidjab, Haenur, Jantiman, Mat Tasin, Moaral, Said dan Soemoprawiro.

 Generasi  berikutnya terdiri dari mereka yang relatif lebih muda dengan latar pendidikan yang lebih baik, antara lain : Yudokusumo, Sukiman, Gantil, Soerodjo, dr. R. Abd. Rahem. Demikianlah pergantian pengurus/pimpinan selalu silih berganti dengan yang lebih berkualiatas. Bahkan generasi pimpinan yang terakhir ini terdiri dari kelompok muda yang berpendidikan sarjana yang didukung oleh semangat yang energik.

 Wal hasil, secara dejure Muhammadiyah berdiri di Situbondo sejak keluarnya Surat Keputusan Pengurus Besar (Hoofdestuur) Muhammadiyah Yogyakarta Nomor: 28 Tahun 1925 yang kemudian dilanjutkan dengan pelantikan, namun secara defacto telah dirintis setahun sebelumnya.

Setelah Indonesia merdeka, Muhammadiyah.  tersebar di beberapa kecamatan dengan berdirinya beberapa cabang baru, yaitu: Cabang Panarukan berdiri pada tahun 1950 dengan SK Pendirian No. 964/1950, Besuki berdiri pada tahun 1961 dengan SK Pendirian No. 1473, Asembagus berdiri pada tahun 1962 dengan SK Pendirian No. 1588/1962 dan Wingin Anom berdiri pada tahun 1963 dengan SK Pendirian No. 1772/1963. Dengan  berdirinya  5 Cabang, maka sesuai dengan kebutuhan organisasi  dibentuklah Muhammadiyah Daerah (tingkat Kabupaten) dengan nomenklatur Pimpinan Daerah Muhammadiyah Panarukan yang disahkan dengan surat keputusan PP Muhammadiyah tanggal  29 Sya’ban 1389 H. / 9 Nopember 1969 Nomor : L.130/D-12/1969,

 Belakangan PDM Panarukan berubah nama menjadi PDM Situbondo. karena menyesuaikan dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1972, tertanggal 19 September 1972 tentang Perubahan Kabupaten Panarukan menjadi Kabupaten Situbondo.

 Bersandarkan  PP ini telah ditetapkan  HARJAKASI (Hari Jadi Kabupaten Situbondo) yang belakangan mengundang ketidakpuasan sebagian publik Situbondo. yang sampai sekarang sudah terjadi 10 kali pergantian pimpinan.

 Bila dipadukan dengan sejarah Situbondo, sebagaimana yang diterbitkan BAPPEKAB Situbondo Tahun 2008, pelantikan Pengurus Cabang Muhammadiyah Situbondo pertama kali  pada masa  pemerintahan Bupati  Panarukan keempat, Raden Mas Toemenggung Koesoemodipura (1908 – 1925) dan pengesahan PDM Panarukan pada masa Bupati  Panarukan kesebelas, K. Achmad Tahir Hadisoeparto (1968-1973). Namun tidak diperoleh keterangan apakah kedua orang bupati tersebut hadir pada acara pelantikan pengurus Muh. pada masanya tersebut.

 PDM Panaruakn  kemudian melengkapi diri dengan organesasi otonom (Ortom), yang terdiri dari: Aisyiyah, Pemuda Muhaamdiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Ikatan pelajar Muhammadiyah, Tapak Suci Putra Muhammadiyah dan Hizbul Wathan. Wallahu a’lam bi shawab.

 

Posting Komentar untuk "SEJARAH MUHAMMADIYAH SITUBONDO"