Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

SAMAWA ERA MILENIAL

 

Bukit Kasih Sayang, Keles, Luwuk, Banggai, Sulteng


azahri.com ~ Sering kita mendengar ungkapan samawa, sekurang-kurangnya ketika kita menghadiri akad nikah atau resepsi pernikahan atau walimah. Demikian pula istilah milenial (bahasa Inggris millennials), hampir tiap saat istilah itu berkumandang di media mainstream (TV, radio, koran, majalah dan sejenisnya) dan media sosial (facebook, twitter, instagram, whatsApp grup dll) maupun dalam perbincangan sehari-hari di dunia nyata.

Samawa yang dimaksud dalam catatan  ini adalah  akronim dari sakinah, mawaddah, warahmah. Sakinah artinya tenang, tenteram dan damai, mawaddah berarti cinta kasih, sedang warrahmah dari kata wa artinya dan (kata sambung), rahmah maknanya kasih sayang.

  Dengan kata lain, samawa adalah ungkapan untuk menggambarkan keadaan rumah tangga atau keluarga  yang damai, tenang,  tentram tanpa gejolak dan goncangan, saling mencintai dan menyayangi antara anggota keluarga satu dengan lainnya.

Lalu apa itu milenial? Rasanya tidak mudah membuat batasan kata milenial karena kata tersebut telah terlanjur dipakai secara luas dalam berbagai aspek kehidupan, terutama aspek ekonomi, politik , sosial dan budaya.

Di jagad politik misalnya, akhir-akhir ini kata  milenial sering menghiasi komunikasi politik Indonesia dan  semakin marak seiring suhu politik yang memanas, dimana masing-masing pihak yang terlibat kontestasi mengkalaim pihaknya sebagai representasi kaum milenial, meskipun kita kadang tak jelas apa maksudnya. 

Bahwa milenial sering dikaitkan dengan nama generasi, Generasi Milenial atau  Generasi Y, adalah kelompok manusia yang lahir di atas tahun 1980-an hingga 2000-an. Mereka disebut milenial karena satu-satunya generasi yang pernah melewati milenium kedua sejak teori generasi ini diembuskan pertama kali oleh Karl Mannheim pada 1923.Dalam esai berjudul "The Problem of Generation" sosiolog Mannheim mengenalkan teorinya tentang generasi.

Menurutnya, manusia di dunia ini akan saling memengaruhi dan membentuk karakter yang sama karena melewati masa sosio-sejarah yang sama. Maksudnya, manusia zaman Perang Dunia II dan manusia pascaPerang Dunia II pasti memiliki karakter yang berbeda, meski saling mempengaruhi.

Berdasarkan teori itu, para sosiolog membagi manusia menjadi sejumlah generasi: Generasi Era Depresi, Generasi Perang Dunia II, Generasi Pasca-PD II, Generasi Baby Boomer I, Generasi Baby Boomer II, Generasi X, Generasi Y alias Milenial, lalu  Generasi Z. 

Terlepas istilah milenial dihubungkan dengan lahirnya sebuah generasi, masyarakat awam terlanjur mendapat kesan bahwa milenial adalah sebuah era dimana masyarakat sudah  akrab dengan gawai, HP atau gadget. 

 Era ketika   internet  sudah menyebar sampai ke pelosok desa. Mereka yang tidak memiliki akses internet sering disebut gaptek (gagap teknologi). Media sosial sudah menjadi kebutuhan sebagian besar warga negara. Jika kita tidak punya akun di Medsos, sekurang-kurangnya facebook dianggap manusia jadul (jaman dulu), out of date. Untuk menyandang gelar milenial tentu harus piawai dengan berbagai aplikasi: instagram,  twitter, youtube dll.

Kalau dihubungkan dengan personnya barangkali kaum milenial adalah mereka yang memiliki karakteristik yang khas. Mereka lahir di zaman TV sudah berwarna dan memakai remote, sejak masa sekolah sudah menggunakan handphone, sekarang tiap tahun ganti smartphone dan internet menjadi kebutuhan pokok, berusaha untuk selalu terkoneksi di manapun, eksistensi sosial ditentukan dari jumlah follower dan like, punya tokoh idola, afeksi pada genre musik dan budaya pop yang sedang hype, ikut latah #hashstag ini #hashtag itu, pray for ini dan itu, dan semua gejala-gejala kekinian yang sedang ngetren. Walhasil, milenial bisa menunjuk eranya maupun personnya.

Era milenial, dimana penggunaan teknologi informasi sudah merambah segala penjuru dunia dan telah  menjamah berbagai aspek kehidupan, maka   tantangan mewujudkan rumah tangga samawa semakin berat . Godaan di era manual sangat terbatas medianya, tapi di era gadget hampir tanpa batas. Tak heran jika banyak rumah tangga yang tumbang atau bubar.

Keadaan seperti gambaran di atas melahirkan keprihatinan dan memantik semangat penulis untuk ikut memberi sumbangan pemikiran yang diharapkan menjadi solusi mencegah bencana bubarnya rumah tangga di tengah zaman  yang penuh godaan.  Dengan kata lain, bagaimana kiatnya agar bahtera rumah tangga tetap tenang dan aman meskipun melewati laut  bergelombang disertai hembusan angin kencang.  

Blog  ini dihadirkan untuk memberikan panduan  praktis dalam membangun rumah tangga samawa (sakinah mawadah wa rahmah), mulai pra nikah, saat menikah dan masa menjalani pernikahan sampai akhir hayat. 

Inya Allah akan tampil secara berkelanjutan   kiat-kiat menuju  samawa , merawat rumah tangga agar tetap samawa sepanjang hayat, tidak pecah di tengah jalan. Bahkan Terakhir tak lupa dijelaskan bahwa kesuksesan rumah tangga tak sekedar meraih samawa, namun berujung kepada masing-masing pasangan meraih husnul khatimah dan sepeninggalnya tercipta generasi yang hebat (saleh dan salehah).

Semua uraiannya  berpedoman pada Al Qur’an dan As Sunah serta pendapat para ulama dan pada bagian  tertentu diperkuat dengan peraturan perundang-undangan dan nilai adat istiadat yang sejalan dengan Al Qur’an dan As Sunah.

Syariat sebagai dasar utama kajian dalam blog  ini  karena ia bersumber dari Zat Yang Maha Pencipta dan mutlak kebenarannya, sementara pemikiran dan  persepsi manusia bila bertentangan dengan syariat harus kita kesampingkan karena hakekatnya manusia itu bodoh dan Allah Swt Mahatahu.

Dikemas dengan bahasa yang mudah dipahami dan kekinian, terkadang diselipi humor tanpa kehilangan bobot sebagai buku panduan. Untuk bacaan remaja hingga orang tua dan beragam tingkat pendidikan. Wallahu a’lam bi shawab.

Posting Komentar untuk "SAMAWA ERA MILENIAL"