Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

HALAL BI HALAL SEPANJANG TAHUN

 




azahri.com ~ Idul Fitri dan Lebaran di Indonesia telah menyatu sehingga sulit dipisahkan antara satu dengan lainnya, antara syariat dan adat, ibadah dan kultur. Idul Fitri adalah ritual syar’i sementara lebaran adalah budaya.

Idul Fitri ditandai dengan malam takbiran, pembayaran zakat fitrah dan shalat Id. Tidak ada ritual lain. Sementara lebaran banyak pernak-perniknya: THR, mudik, takbir keliling, merconan, ketupat, silaturrahmi, halal bi halal dsb.

Hal  paling istimewa adalah halal bi halal karena berlangsung lama dan merata, mulai dari desa sampai ke kota, pejabat hingga rakyat, yang sederhana  sampai yang beraroma pesta.

Halal bi halal  berasal dari bahasa Arab, namun insya Allah orang Arab sendiri tidak mengerti maksudnya, karena tidak ada dalam kitab-kitab yang ditulis oleh orang Arab. Jika kita membuka kamus bahasa Arab yang terkenal, misalnya: Lisanul Arab, al Muhid atau al Munjid, tidak akan kita jumpai istilah atau idiom halal bi halal tersebut.

Halal bi halal adalah istilah khas Indonesia, yang berasal dari kata:  حل- يحل- حلا – حلا ل      yang kemudian  membentuk berbagai bentukan kata, mempunyai arti  yang beraneka ragam, sesuai  dengan bentuk dan rangkaian kata berikutnya, namun tidak ada idiom حلال بحلال (halal bi halal).

Makna-makna yang diciptakan  oleh bentukan-bentukan kata tersebut, antara lain: menyelesaikan  problem, meluruskan benang kusut, melepaskan  ikatan, dan mencairkan  yang beku.  

Jika demikian, ber-halal bihalal merupakan suatu  bentuk aktivitas yang  mengantarkan para pelakunya untuk meluruskan benang  kusut, menghangatkan  hubungan yang tadinya membeku sehingga cair kembali,  melepaskan ikatan yang  membelenggu, serta menyelesaikan kesulitan dan  problem yang menghalangi  terjalinnya keharmonisan hubungan.

Boleh jadi  hubungan yang dingin, keruh, dan kusut tidak ditimbulkan oleh sebab yang haram, tetapi karena telah  lama tidak saling berkunjung atau  timbul  dari  kesalahpahaman ucapan dan lirikan mata yang  tidak disengaja. 

Kesemuanya ini tidak haram menurut pandangan hukum,  namun perlu  diselesaikan secara baik: yang beku dihangantkan,  yang kusut diluruskan,  dan yang terikat dilepaskan. Melepaskan kesalahan atau saling memaafkan adalah  inti dari halal bi halal.

Allah swt. akan memaafkan dosa hambanya yang terkait dengan sesama manusia, manakala hamba tersebut telah memaafkan kesalahan sesama. Oleh karenanya Rasulullah memerintahkan manusia untuk segera minta maaf bila bersalah atau segera halal bi halal, sebagaimana sabda Rasulullah:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه - قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لأحَدٍ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَىْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ ، قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُونَ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ ، إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ ، وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ » . صحيح البخارى - (9 / 111)

Dari Abu Hurairah Ra ia berkata, Nabi Saw bersabda: barang siapa berbuat dholim kepada sesorang berkaitan dengan kehormatan atau suatu hak, hendaknya dia minta maaf (halalnya) pada saat itu juga, sebelum dinar dan dirham tidak berlaku (kiamat). (Di  akhirat)  orang yang berbuat dholim dan punya amal shaleh akan diambil amal shalah  dan diberikan kepad yang didholimi. Dan jika dia tak punya amal shaleh, maka keburukan orang yang didholimi akan diberikan kepadanya.

             Dan sebagai mukmin yang bertakwa sudah seharuskan memberi ruang yang lebar untuk memaafkan saudaranya atau memiliki akhlaq pemaaf. Hal mana sesuai firman Allah swt dalam  Al Imran ayat 134:

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَالله يحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“ (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” 

            Islam mendorong kapada insan beriman agar menjadi inisiator dalam kebajikan. Terutama inisiator kepada orang yang berakhlak buruk yang bergaul dengan mereka agar mereka menjadi baik dan hal demikian termasuk perbuatan mulia atau paling keren. Sesuai sabda Nabi Saw:

عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ « أَفْضَلُ الْفَضَائِلِ أَنْ تَصِلَ مَنْ قَطَعَكَ وَتُعْطِىَ مَنْ مَنَعَكَ وَتَصْفَحَ عَمَّنْ شَتَمَكَ » مسند أحمد - (33 / 158)

Dari Sahl bin Muad bin Anas dari bapaknya dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: perbuatan yang paling utama adalah: menyambung hubungan orang yang memutus hubungan dengan kamu, memmberi  (sesuatu) kepada orang yang enggan memberimu dan berlapang dada (memaafkan orang yang mendholimi kamu. (HR. Ahmad).

Jadi, Islam sangat indah.  Di satu sisi kita diperintah untuk segera minta maaf bila merasa bersalah,  sementara di sisi lain kita diperintah menjadi pemaaf.. Bila kedua hal tersebut kita lakukan, apalagi telah menjadi akhlak bahkan budaya, maka Islam sebagai rahmatan lil ’alamin bisa menjadi kenyataan. 

            Karena minta maaf itu harus segera setelah kita berbuat salah, maka dapat kita lakukan kapan saja dan dimana saja sehingga halal bi halah (saling memaafkan) dapat dilakukan sepanjang tahun, tidak harus menunggu momen Idul Fitri atau lebaran.

 

Posting Komentar untuk "HALAL BI HALAL SEPANJANG TAHUN"