AYAT AL QUR’AN DAN HADITS SEPUTAR KEMATIAN
Kompilator: A. Zahri
Kematian
adalah misteri ilahi, kapan datangnya, dimana
dan apa penyebabnya, hanya Allah swt. yang tahu. Bila sudah tiba waktunya tak
ada seorangpun yang dapat mengulurnya, lari dan sembunyi darinya. Yang bisa
dilakukan oleh manusia adalah mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk
menyambutnya, yakni dengan memperbanyak mengingatnya dan mengumpulkan bekal
sebanyak-banyaknya.
Bekal
menghadapi pintu kematian yang paling utama adalah takwa, dalam arti berusaha
mengamalkan perintah-perintahNya dan menjahui larangan-laranganNya,
memperbanyak amal sholeh dan menjahui amal salah (maksiat). Karena masing-masing manusia akan
mempertanggungjawabkan amalnya secara
pribadi di hadapan Mahkamah Ilihiyah Kubro.
Berikut
beberapa nash yang berkaitan dengan kematian:
1.
Semua makhluk bernyawa
pasti mengalami kematian:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ
فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya
pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari
neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung.
Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.(Ali
Imran 185)
2. Kehadirannya tidak bisa ditunda atau diajukan (ontime):
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ
أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu, maka
apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang
sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.(Al A’araf 34)
3.
Tidak diketahui di mana
tempatnya, dimana dia datang:
إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ
السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي
نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ
اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan
tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang
ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa
yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di
bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
(Lukman 34)
4.
Manusia tidak bisa lari
dan sembunyi darinya:
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ
مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ
وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ .
Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari
daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu
akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata,
lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." (Jumat 8)
أَيْنَمَا تَكُونُوا
يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ…
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu,
kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh …..(An Nisa’ 78)
5.
Manusia harus banyak mengingatnya;
أكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ
اللَّذَّاتِ )) يَعْنِي : المَوْتَ . رواه الترمذي ، وقال : حديث حسن .
“Perbanyaklah kalian
mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian).”
أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا
وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا، أُولَئِكَ أَكْيَاسٌ
“Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya
untuk kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas.”
(HR. Ibnu Majah no. 4259, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam
Ash-Shahihah no. 1384)
6.
Memperbanyak bekal menuju
pintu kematian:
وعن أَبي هريرة - رضي الله عنه -
: أنَّ رسول الله - صلى الله عليه وسلم - ، قَالَ : (( بَادِرُوا بِالأعْمَالِ
سَبْعاً ، هَلْ تَنْتَظِرُونَ إِلاَّ فَقْراً مُنْسِياً ، أَوْ غِنَىً مُطْغِياً ،
أَوْ مَرَضَاً مُفْسداً ، أَوْ هَرَماً مُفَنِّداً ، أَوْ مَوْتَاً مُجْهِزاً ،
أَوْ الدَّجّالَ ، فَشَرُّ غَائِبٍ يُنْتَظَرُ ، أَوْ السَّاعَةَ وَالسَّاعَةُ
أدْهَى وَأمَرُّ ؟! )) رواه الترمذي ، وقال : (( حديث حسن )) .
Perbanyak amal dalam tujuh keadaan:sebelum datang
kefakiran yang melalaikan, keserakahan dalam kekayaan, sakit yang merusak, tua
yang mengurangi kemampuan, tibanya kematian, datangnya Dajjal dan kejelekan
yang ditunggu yaitu hari kiamat.
وَتَزَوَّدُوا
فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ.
Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa] dan bertakwalah kepada-Ku
hai orang-orang yang berakal ( al Baqorah 197)
7.
Kelak manusia akan
mempertanggungjawabkan amalnya masing2:
أَلّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى (38) وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ
إِلَّا مَا سَعَى (39) وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَى (40) ثُمَّ يُجْزَاهُ
الْجَزَاءَ الْأَوْفَى (41)
(yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak
akan memikul dosa orang lain, dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh
selain apa yang telah diusahakannya, dan bahwasanya usaha itu kelak akan
diperlihatkan (kepadanya). (An Najm 39-41)
إِنَّا نَحْنُ
نُحْيِ الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ
أَحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ.
Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami
menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka
tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata
(Lauh Mahfuzh). (Yasin 12)
8.
Manusia yang telah
meninggal putus amalnya, kecuali:
a. Amal jariyah, ilmu yag manfaat dan doa dari anaknuya.
وعن
أَبي هريرة - رضي الله عنه - : أنَّ رسول الله - صلى الله عليه وسلم - ، قَالَ :
(( إِذَا مَاتَ الإنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاّ مِنْ ثَلاثٍ : صَدَقةٍ
جَاريَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ ))
رواه مسلم .
“Jika seseorang
meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu):
sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR.
Muslim no. 1631)
Di antara yang diusahakan oleh manusia adalah
anak yang sholih.Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
إن مِنْ أَطْيَبِ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ
مِنْ كَسْبِهِ وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ
“Sesungguhnya
yang paling baik dari makanan seseorang adalah hasil jerih payahnya sendiri.
Dan anak merupakan hasil jerih payah orang tua.”[ HR. Abu Daud no. 3528 dan An Nasa-i no. 4451. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih ]
b. Doa dari Muslim lainnya:
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا
وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا
غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Dan
orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa:
“Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman
lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati
kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha
Penyantun lagi Maha Penyayang“.” (QS. Al Hasyr: 10)
c. Sedekah dan kurban atas nama si mayit
Sedekah untuk mayit akan bermanfaat baginya
berdasarkan kesepakatan (ijma’) kaum muslimin.[ Majmu’ Al Fatawa, 24/314, Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H] Dari Abdullah bin Abbas
radhiyallahu ‘anhuma,
أَنَّ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ – رضى الله عنه – تُوُفِّيَتْ أُمُّهُ وَهْوَ
غَائِبٌ عَنْهَا ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمى تُوُفِّيَتْ وَأَنَا
غَائِبٌعَنْهَا ، أَيَنْفَعُهَا شَىْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا قَالَ «
نَعَمْ » . قَالَ فَإِنِّى أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِى الْمِخْرَافَ صَدَقَةٌ
عَلَيْهَا
“Sesungguhnya Ibu dari Sa’ad bin Ubadah
radhiyallahu ‘anhu meninggal dunia, sedangkan Sa’ad pada saat itu tidak berada
di sampingnya. Kemudian Sa’ad mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku
telah meninggal, sedangkan aku pada saat itu tidak berada di sampingnya. Apakah
bermanfaat jika aku menyedekahkan sesuatu untuknya?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Iya, bermanfaat.’ Kemudian
Sa’ad mengatakan pada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Kalau begitu aku
bersaksi padamu bahwa kebun yang siap berbuah ini aku sedekahkan untuknya’ (HR.
Bukhari no. 2756)
كَانَ الرَّجُلُ فِي عَهْدِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُضَحِّى بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ
بَيْتِهِ
“Pada masa Rasulullah
shallallahu ’alaihi wa sallam ada seseorang (suami) menyembelih seekor kambing
sebagai kurban bagi dirinya dan keluarganya.”
Kelurga, termasuk yang telah meningaal.[ HR. Tirmidzi no. 1505, Ibnu Majah no. 3138. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Al Irwa’ no. 1142]
d. Menunaikan wasiat dan membayar
hutangnya.
…مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ…
(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi
wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (An Nisa’ 11)
أَنَا أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ
أَنْفُسِهِمْ فَمَنْ تُوُفِّىَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ فَعَلَىَّ قَضَاؤُهُ وَمَنْ
تَرَكَ مَالاً فَهُوَ لِوَرَثَتِهِ
“Aku lebih pantas bagi
orang-orang beriman dari diri mereka sendiri. Barangsiapa yang mati, namun
masih meninggalkan utang, maka aku lah yang akan melunasinya. Sedangkan
barangsiapa yang mati dan meninggalkan harta, maka itu untuk ahli warisnya.”[ HR.
Bukhari no. 2298 dan Muslim no. 1619]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
Jiwa seorang mukmin
terikat dengan hutangnya hingga dilunasi. [HR Ahmad, At Tirmidzi, dan beliau
menghasankannya].
e.
Menunaikan qodho’ puasa dan nadzar si mayit
Pendapat yang mengatakan bahwa qodho’ puasa
bermanfaat bagi si mayit dipilih oleh Abu Tsaur, Imam Ahmad, Imam Asy Syafi’i,
pendapat yang dipilih oleh An Nawawi, pendapat pakar hadits dan pendapat Ibnu
Hazm.
Dalil dari pendapat ini adalah hadits ‘Aisyah:
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ
عَنْهُ وَلِيُّهُ
“Barangsiapa yang mati dalam
keadaan masih memiliki kewajiban puasa, maka ahli warisnya yang nanti akan
mempuasakannya. ”[ HR.
Bukhari no. 1952 dan Muslim no. 1147 ]
Sa’ad bin ‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu pernah meminta nasehat pada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
dia mengatakan,
إِنَّ أُمِّى مَاتَتْ وَعَلَيْهَا نَذْرٌ
اقْضِهِ عَنْهَا
“Sesungguhnya
ibuku telah meninggalkan dunia namun dia memiliki nadzar (yang belum
ditunaikan).” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengatakan, kamu
tunaikan nazar itu untuknya
Tidak boleh
mengharapkan/minta mati:
وعن أنسٍ - رضي الله عنه - ، قَالَ : قَالَ رسولُ الله - صلى الله عليه وسلم
- : (( لاَ يَتَمَنَّيَنَّ أحَدُكُمُ المَوْتَ لِضُرٍّ أصَابَهُ ، فَإنْ كَانَ لاَ
بُدَّ فَاعِلاً ، فَلْيَقُلْ : اللَّهُمَّ أحْيِني مَا كَانَتِ الحَيَاةُ خَيْراً
لي ، وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَت الوَفَاةُ خَيراً لي )) متفقٌ عَلَيْهِ .
Hadits dari Anas RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda,
"Janganlah salah seorang dari kalian mengharapkan kematian karena suatu
kesulitan yang menimpanya. Jika ia memang harus (berdoa) demikian, maka
hendaklah ia berkata: 'Ya Allah, hidupkan aku jika kehidupan itu lebih baik
bagiku, dan matikan aku jika kematian itu lebih baik bagiku'".( HR. Al Buhori dan Muslim )
Seharusnya Keluarga Si
Mayit yang Diberi Makan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
“Apabila keluarga mayit membuatkan makanan lalu mengundang orang-orang, maka
ini bukanlah sesuatu yang disyari’atkan. Semacam ini termasuk ajaran yang tidak
ada tuntunannya (baca: bid’ah). Bahkan Jarir bin ‘Abdillah mengatakan,
كُنَّا نَعُدُّ الِاجْتِمَاعَ إلَى أَهْلِ
الْمَيِّتِ وَصَنْعَتَهُمْ الطَّعَامَ لِلنَّاسِ مِنْ النِّيَاحَةِ
“Kami menganggap bahwa
berkumpul-kumpul di kediaman si mayit, lalu keluarga si mayit membuatkan
makanan, ini termasuk niyahah (meratapi mayit yang jelas terlarang).”
Bahkan yang dianjurkan ketika si mayit meninggal
dunia adalah orang lain yang memberikan makanan pada keluarga si mayit (bukan
sebaliknya). Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mendengar
berita kematian Ja’far bin Abi Thalib, beliau mengatakan,
اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فَقَدْ
أَتَاهُمْ مَا يَشْغَلُهُمْ
“Berilah
makan untuk keluarga Ja’far karena mereka saat ini begitu tersibukkan dengan
kematian Ja’far.”[ Majmu’ Al Fatawa, 24/316-317].
Posting Komentar untuk "AYAT AL QUR’AN DAN HADITS SEPUTAR KEMATIAN"