Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

MENGHADIRKAN NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN DALAM MENGISI KEMERDEKAAN

 

azahri.com

1.    Pendahuluan

Pahlawan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan: orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani. Kepahlawanan adalah perihal sifat pahlawan (seperti keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban, dan kekesatriaan). 

 Dalam bahasa Arab pahlawan disebut   بَطَل, yang juga punya arti juara atau bintang. Misalnya kata    البطل العظيم diartikan pahlawan besar, بطل العالم  diartikan juara dunia. Namun dalam sejarah Nabi Saw.  dan para sahabat lebih dikenal diksi   مجاهدdari pada بطل. Terlepas mana istilah yang pas, poin yang akan kita ulas adalah nilai-nilai yang disematkan kepada seseorang yang diberi gelar  pahlawan.

Bahkan gelar pahlawan belakangan ini tidak hanya disematkan kepada mereka yang berjuang di medan perang, tapi juga diperuntukkan bagi mereka yang berjuang di berbagai profesi: guru disebut pahlawan tanpa tanda jasa, TKI disebut pahlawan devisa, pahlawan buruh dll.

Kemerdekaan yang kita raih dengan cucuran darah dan air mata harus kita isi dengan karya besar yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Maka sangat relevan jika Muhammadiyah menetapkan Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah (دارالعهد والشهادة) sebagaimana telah diputuskan dalam Muktamar Muhammadiyah ke 47 pada 3-7 Agustus 2015 di Makassar.

 Darul ahdi artinya negara tempat kita melakukan konsensus nasional. Negara kita berdiri karena seluruh kemajemukan bangsa, golongan, daerah, kekuatan politik, sepakat untuk mendirikan Indonesia.

Darul syahadah artinya negara tempat kita mengisi. Jadi setelah kita punya Indonesia yang merdeka, maka seluruh elemen bangsa harus mengisi bangsa ini menjadi negara yang maju, makmur, adil bermartabat.

Dalam rangka mempercepat terwujudnya tujuan nasional yang antara lain: memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta meminimalisir polarisasi yang sedang terjadi di tubuh bangsa, maka relevan jika kita menghadirkan nilai-nilai kepahlawanan dalam mengisi kemerdekaan.

2.    Nilai-Nilai Kepahlawanan

 Mereka yang menyandang gelar pahlawan secara mutatis mutandis memiliki sifat atau karakter yang patut kita angkat sebagai nilai utama dalam mengisi kemerdekaan,  antara lain: 

a.      Ikhlas dalam Perjuangan

Para pahlawan atau mujahid muslim dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan atau cita-cita mulia tentu dilandasi dengan niat atau motovasi karena Allah Swt. semata.  Kepentingan golongan atau kelompok telah ditanggalkan, apalagi sekedar mengejar gelar dan pangkat.

Resiko perjuangan yang tinggi, mengorbankan jiwa raga, meniscayakan mencari  titik simpul yang kokoh sebagai sandaran perjuangan. Sebagai muslim, sudah barang tentu sandaran satu-satunya hanya   kepada Dzat Yang Maha Kuasa. Para pahlawan muslim terpacu semangatnya dengan ikrar yang senantiasa dikumandangkan saat shalat:

قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿١٦٢﴾

Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”.

             Keikhlasan para pahlawan nampak dalam kehidupan sehari-hari di tengah umat/anak buah atau prajurit yang dipimpin. Hidupnya sederhana, tidak banyak tuntutan untuk diri pribadi dan keluarganya. Menyandarkan hasil akhir dari perjuangannya hanya kepada Sang Khalik.

            Nilai ikhlas inilah yang harus kita hadirkan dalam aktifitas keseharian kita mengisi kemerdekaan, tidak hanya ikhlas dalam ibadah ritual, namun juga keikhlasan dalam ibadah sosial/bermuamalah. Misal: sebagai pedagang tidak semata-mata mengejar untung, tapi ada keikhlasan/motivasi memajukan ekonomi bangsa. Guru tidak hanya berorentasi pada seberapa gaji yang diterima, tapi ada keikhlasan mengabdi mencerdaskan kehidupan bangsa. 

b.      Menegakkan Kebenaran dan Keadilan

Disematkan gelar pahlawan sudah barang tentu karena yang diperjuangkan adalah nilai kebenaran dan keadilan. Kebenaran dan keadilan yang sedang terpinggirkan oleh kebatilan dan kezoliman. Hal demikian berbeda dengan pecundang yang bekerja untuk kebatilan dan kezoliman.

Sumber kebatilan dan kezoliman yang menyelimuti berbagai aspek kehidupan berasal dari manusia serakah yang memperturutkan hawa nafsunya. Nafsu perut dan yang di bawah perut, nafsu mengejar tahta, harta dan wanita demi kenikmatan sesaat, baik secara individu maupun kolektif.

Pahlawan hadir untuk menghentikan nafsu bejat para penguasa yang menyengsarakan rakyat. Rakyat sengsara karena dikebiri  bahkan dirampas hak-haknya dan dilipatgandakan kewajiban di luar batas kemampuannya.

Kebenaran dan keadilan harus diperjuangkan sesuai dengan situasi dan kondisinya. Boleh jadi untuk menumpas kejahatan dan kezoliman harus dengan mengangkat senjata. Suatu ketika diperlukan perlawanan dengan kata-kata dan keteladanan.

Siapapun yang yakin akan suatu kebenaran dan memperjuangkan dengan sungguh-sungguh, pasti akan menuai kemenangan meskipun  dalam meraihnya terkadang penuh dengan pengorbanan (harta benda, jiwa dan raga). Hal demikian sesuai statemen Allah Swt.

وَقُلْ جَاء الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقاً ﴿٨١﴾

Dan katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap". Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap. (Al Isra’ 81).

            Dalam konteks sekarang kebenaran dan keadilan nampak sangat mahal. Jagat dunia nyata, apalagi dunia maya telah dipenuhi dengan berita hoax/bohong. Ketimpangan/ketidakadilan merebak hampir di semua lini kehidupan, terutama ketimpangan ekonomi. Segelintir orang menguasai aset ekonomi bangsa hampir 85 %, yang kaya makin kaya yang miskin makin susah. Di saat demikian wajib kita perjuangkan kebenaran dan keadilan sesuai kedudukan kita masing-masing.

c.       Keberanian

Keunggulan orang yang menyandang gelar pahlawan adalah keberaniannya menghadapai resiko yang tidak dimiliki kebanyakan orang. Keberanian dalam bahasa Arab sepadan dengan syajaah, yang  artinya kemantapan hati, teguh pendirian,  berani menghadapi resiko dengan penuh pertimbangan dan strategi. 

Keberanian itu lahir dari keyakinan bahwa apa yang diperjuangkan itu adalah suatu kebenaran dan keadilan. Diperjuangkan dengan cara-cara yang benar dengan taktik dan strategi yang jitu. Pekik takbir yang dikumandangkan Bung Tomo adalah bukti nyata bahwa keberanian lahir dari keyakinan bahwa Allah Maha Besar yang lain semua kecil, termasuk pasukan NICA dengan senjata lengkap dilawan dengan rakyat yang sebagian besar bersenjata bambu runcing.

Terbukti pada peristiwa 10 November di Surabaya bahwa  perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan   berhadapan dengan kebatilan dan ketidakadilan yang disokong kekuasaan zolim yang hendak merampas kembali kemerdekaan yang diproklamirkan. Ungkapan terkenal “Maju tak gentar membela yang benar”.

Keberanian berbeda dengan kekonyolan, dimana kekonyolan biasanya tanpa perhitungan yang matang alias grusa -grusu. Apakah yang perjuangkan itu benar atau salah? Bagaimana cara memperjuangkan dan seterusnya  tidak menjadi pertimbangan. Sesuai ungkapan, ”Maju tak gentar membela yang bayar”.

Memperingati Hari Pahlawan meniscayakan mengenang kembali jasa-jasa para pahlawan, terutama semangat keberanian mereka dalam menghadapi musuh di medan laga, pantang mundur dan menyerah sampai titik darah penghabisan. Mundur dalam suatu pertempuran tanpa alasan yang sah (suatu strategi) adalah suatu aib dan mendatangkan murka Allah Swt. Allah berfirmandalam Al Anfal ayat 15-16,

 يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا لَقِيتُمُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ زَحْفًا فَلَا تُوَلُّوهُمُ ٱلْأَدْبَارَ وَمَن يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُۥٓ إِلَّا مُتَحَرِّفًا لِّقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَىٰ فِئَةٍ فَقَدْ بَآءَ بِغَضَبٍ مِّنَ ٱللَّهِ وَمَأْوَىٰهُ جَهَنَّمُ ۖ  وَبِئْسَ ٱلْمَصِيرُ

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang  kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur)."
 "Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan  Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya."

            Medan perjuangan yang disebut pahlawan yang identik dengan manusia pemberani tak hanya di medan perang. Memberikan kritik membangun dihadapan penguasa zalim juga perlu nyali karena resikonya bisa masuk bui. Sesuai sabda Rasulullah Saw:

أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِر

 "Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang baik) di hadapan penguasa yang zalim." (HR Abu Daud).

            Tingkatan manusia dalam melawan kezoliman dan menegakkan keadilan berbeda-beda sesuai posisi dan keberanian yang dimiliki. Nabi Saw bersabda:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ

"Barang siapa  di antara kamu melihat kemungkaran maka hendaklan ia mengubah dengan tangannya (kekuasaan/keberanian), dan jika ia  tidak mampu, maka dengan lisannya, namun jika ia masih tidak mampu, maka dengan hatinya. (mengingkari dalam hati) dan demikian itu  adalah selemah-lemah iman." (HR Muslim).

            Terkait dengan hadis ini, maka orang yang padanya disematkan gelar pahlawan adalah mereka yang mampu mengubah keadaan dengan tangannya. Tampil dengan gagah bernai sesuai dengan posisi dan kewenangan yang dimilikinya.

            Keberanian membela yang benar yang saat ini mulai luntur karena merebaknya materialisme, prakmatisme bahkan hedonisme patut kita gaungkan kembali secara kolektif. Keberanian akan muncul bila soliditas antara sesama mukmin terjalin dengan baik. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.

d.      Konsiten/Istiqomah

Konsisten atau istiqomah itu ajek, tidak berubah dalam pendirian dan perjuangan. Tetap berjalan di atas jalan lurus, mulai awal hingga akhir hayat.

Gelar pahlawan nasional yang disandang oleh para tokoh dari berbagai daerah ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden RI, yang  salah satu pertimbangannya adalah karena mereka konsisten memperjuangkan kebenaran dan keadilan sampai akhir hayatnya. Tidak berbelok di tengah jalan, apalagi berkhianat.

Konsisten atau istiqomah bukan hal yang mudah karena setiap saat godaan pasti datang, baik dengan cara kasar maupun halus, bahkan tipu muslihat. Olehnya, banyak nash Al Qur’an atau hadis yang mendorong untuk senantiasa konsisten. Sebagaimana firman-Nya:

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَن تَابَ مَعَكَ وَلاَ تَطْغَوْاْ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ ﴿١١٢﴾

Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS Hud:112)

Hari ini konsisten menjadi barang langka, termasuk dikalangan elit atau pemimpin bangsa. Banyak elit negeri ini yang secara vulgar mempertontonkan sikap inkonsistensi karena jabatan dan kekuasaan. Loncat pagar, pindah haluan/partai adalah suatu yang dianggap lumrah demi kenikmatan dunia.

Saatnya kita bersama mulai membangun konsistensi, mulai dari diri sendiri, keluarga dan masyaratakat luas. Bangsa yang maju adalah bangsa yang konsisten menegakkan nilai-nilai luhur yang diyakini bersama.

Wal hasil, jika empat nilai utama kepahlawan tersebut di atas kita hidupkan kembali, baik secara individu maupun kelompok sebagai bagian anak bangsa, maka cita-cita kemerdekaan dan tujuan nasional akan lebih cepat kita gapai. Negara yang baldatun thoyibatun wa rabun ghofur (negara yang Makmur dan sejahtera di bawah ampunan Allah swt). Amiin!

 

 

Posting Komentar untuk "MENGHADIRKAN NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN DALAM MENGISI KEMERDEKAAN"