Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

IJTIHAD DAN MUJTAHID


 azahri.com

1. Pengertian dan Landasan Ijtihad

            Pengertian ijtihad menurut bahasa adalah:

أَمَّا اْلاِجْتِهاَدُ فَهُوَ فيِ اللُّغَةِ عِباَرَةٌ عَنِ اسْتِفْرَاغِ اْلوَسْعِ فيِ تَحْقِيْقِ أَمْرٍ مِنَ اْلأُمُوْرِ مُسْتَلْزِمِ لِلْكَلَّفَةِ وَاْلمَشَقَّةِ وَلِهذَا يُقاَلُ اِجْتَهَدَ فُلاَنٌ فيِ حَمْلِ حَجَرِ اْلبَرَازَةِ وَلاَ يُقاَلُ اِجْتَهَدَ فيِ حَمْلٍ خَرْذَلَةٍ. الإحكام في أصول القرآن - (1 / 415)

Adapun pengertian ijtihad menurut bahasa adalah usaha mencurahkan segala kemampuan dengan penuh kesungguhan untuk mencari kebenaran/ menyelesaikan suatu persoalan. Disebut ijtihad jika seorang mengangkat batu besar sekuat tenaga, tidak demikian jika dia mengangkat batu kecil.

Menurut istilah ada beberapa rumusan yang dikemukakan para ulama. Perbedaan definisi pada umumnya berawal dari pendekatan yang digunakan. Bagi ulama yang melakukan pendekatan melalui pemikiran holistik dan integral, ijtihad diartikan dengan “Segala upaya yang dicurahkan mujtahid dalam berbagai bidang ilmu, seperti fiqh, teologi, filsafat, dan tasawuf”.

Adapun ulama ushul fiqh melihat ijtihad sebagai aktifitas nalar yang berkaitan dengan masalah fiqh. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa upaya memahami masalah-masalah teologi, filsafat, dan tasawuf dari nash tidak dinamakan sebagai aktifvitas ijtihad. Akan tetapi, ulama ushul fiqh ini dalam merumuskan ijtihad secara terminologis pun berbeda pendapat. Meskipun perbedaan tersebut tidak terlalu tajam, pada gilirannya perbedaan tersebut berpengaruh terhadap kedudukan dan bidang kajian ijtihad.

Rumusan holistik seperti definisi yang dibuat Majlis Tarjih Muhammadiyah, yaitu  mencurahkan segenap kemampuan berfikir dalam menggali dan merumuskan ajaran Islam baik bidang hukum, aqidah, filsafat, tasawwuf, maupun disiplin ilmu lainnya berdasarkan wahyu dengan pendekatan tertentu. (Hasil Munas ke 25 di Jakarta).

Imam al-Mawardi, mendefinisikan ijtihad dengan:

وَالاجْتِهَادُ هُوَ طَلَبُ الصَّوَابِ بِالأَمَارَاتِ الدَّالَّةِ عَلَيْهِ . الحاوى الكبير ـ الماوردى - (16 / 228)

”upaya maksimal dalam mendapatkan kebenaran (hukum-hukum syara’) berdasarkan dalil-dalil atasnya”.

Imam al-Amidi, ahli ushul fiqh Mazhab Syafi’i lainnya, mendefinisikan ijtihad dengan

بِاِسْتِفْرَاغِ اْلوَسْعِ فيِ طَلَبِ الظَنِّ بِشَيْءٍ مِنَ اْلأَحْكاَمِ الشَّرْعِيَةِ عَلىَ وَجْهِ يَحِّسُ مِنَ النَّفْسِ العَجْزُ عَنِ اْلمَزِيْدِ فِيْهِ. الإحكام في أصول القرآن - (1 / 415)

 ”mencurahkan segala kemampuan dalam mencari hukum syara’ yang bersifat zanni (tidak jelas dan tegas), sehingga dirinya merasa tidak mampu lagi mengupayakan lebih dari itu”.

Yang menjadi landasan dibolehkannya ijtihad banyak sekali, di antaranya hadits Nabi saw:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ فَأَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا اجْتَهَدَ فَأَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ ». سنن النسائى - (16 / 329)

Jika seorang hakim menghukum sesuatu dengan ijtihad dan benar, maka ia mendapat dua pahala, dan bila salah maka ia mendapat satu pahala."( Nasa’i:5398, Tirmidzi:1326, Abu Daud: 3574, Ibunu Majah:2314)

Bersambung………

 

Posting Komentar untuk "IJTIHAD DAN MUJTAHID"