DEFINISI, DASAR HUKUM DAN IMPLEMENTASI MUBAHALAH
1.
Definisi Mubahalah
Mubahalah dari bahasa Arab, secara bahasa berasal
dari
kata : بهل – يبهل – بهلا artinya mengutuk, menjadi باهل – يباهل – مباهلة artinya saling mengutuk. باهل بعضُهم
بَعضًا : sebagian mereka saling mendoakan agar dilaknati Allah.
Adapun menurut istilah dapat
dikemukakan pendapat ahli antara lain oleh Syekh Murad Salamah dalam kitabnya al-Mubahalah Fil Islam, merumuskan sebagai berikut:
المباهلة هي أن يجتمع القوم إذا اختلفوا في شيء مصطبحين
أبناءهم و نساءهم فيدعون هللا تعالى أن يحل لعنته و عقوبته بالكاذب من
الفريقين
Mubahalah
adalah berkumpulnya suatu kaum apabila terdapat perselisihan di antara mereka
dalam suatu perkara. Mereka berkumpul bersama anak-anak dan istri-istri mereka. Kemudian
mereka berdoa kepada Allah Swt. agar menurunkan laknat dan azab-Nya kepada yang
berdusta di antara dua kelompok tersebut.
Mubahalah itu jenis sumpah yang
khusus, bukan sumpah sembarang sumpah. Tidak seperti sumpah pada umumnya,
misalnya sumpah untuk menguatkan pernyataan atau sumpah sebagai alat bukti di pengadilan. Ini
sumpah berat dan dahsyat karena harus
melibatkan anak dan istri atau orang dekat lainnya, lalu diikuti dengan doa kepada Allah Swt untuk
saling melaknat bagi diri sendiri atau mereka yang berbohong.
Akibatnya lebih berat dari sumpah li’an,
karena li’an fokus pada tuduhan zina dan akibatnya hanya pada individu, tidak
mengikutkan anak dan istri. Meskipun sumpah berat, nampaknya teknis operasional
belum ada tuntunan praktis, termasuk sighot sumpahnya.
2.
Dasar Hukum Mubahalah
Dasar mubahalah
tercantum dalam Al Qur’an surat Ali Imran ayat 59-61:
إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِندَ اللّهِ كَمَثَلِ آدَمَ خَلَقَهُ
مِن تُرَابٍ ثِمَّ قَالَ لَهُ كُن فَيَكُونُ ﴿٥٩﴾ الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ فَلاَ
تَكُن مِّن الْمُمْتَرِينَ ﴿٦٠﴾ فَمَنْ حَآجَّكَ فِيهِ مِن بَعْدِ مَا جَاءكَ مِنَ
الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْاْ نَدْعُ أَبْنَاءنَا وَأَبْنَاءكُمْ وَنِسَاءنَا
وَنِسَاءكُمْ وَأَنفُسَنَا وأَنفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَل لَّعْنَةَ
اللّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ ﴿٦١﴾
Sesungguhnya misal
(penciptaan) Isa di sisi AllAh, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah
menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya:
"Jadilah" (seorang manusia), maka jadilah dia. (Apa
yang telah Kami ceritakan itu), itulah yang benar, yang datang dari tuhanmu,
karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu. Siapa
yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu),
maka katakanlah (kepadanya): "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu,
isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah
kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan
kepada orang-orang yang dusta. (QS. Ali Imran: 59-61)
Dalam beberapa kitab tafsir, antara lain tafsir Jalalain, tafsir Ibnu Katsir dll. dikemukakan mengenai sebab nuzul ayat-ayat
tersebut di atas. Ayat mubahalah turun terkait dengan kedatangan orang-orang
Nasrani/Kristen dari Najran ke Madinah menemui Rasulullah Saw dan mengajak
berdebat tentang Nabi Isa as. yang mereka meyakini bahwa Nabi Isa as. sebagai
anak Tuhan.
Rasulullah Saw. menjelaskan bahwa Isa as. bukan anak Tuhan, namun
manusia pilihan Allah Swt sebagai nabi dan proses kehadirannya di dunia melalui
kehamilan dan kelahiran, mirip proses Nabi Adam as., bahkan Adam as. lahir tanpa ayah dan ibu. Mereka tak bergeming dengan pendapatnya, maka turun
ayat mubahalah.
Disamping ayat
tersebut, ada pula hadits tentang mubahalah:
عن حذيفة قال: جاء العاقب والسيد، صاحبا نجران، إلى رسول
هللا صلى هللا عليه وسلم يريدان أن يلا عناه، قال: فقال أحدهما
لصاحبه: لا تفعل، فوهللا لئن كان نبيا فلا عننا لا نفلح نحن ولا عقبنا من بعدنا.
قاال: إنا نعطيك ما سألتنا، وابعث معنا رجال أمينا، ولا تبعث معنا إلا أمينا.
فقال: (ألبعثن معكم رجال أمينا حق أمين). فاستشرف له أصحاب رسول هللا صلى هللا
عليه وسلم، فقال: ) قم يا أبا عبيدة بن الجراح(. فلما قام، قال رسول هللا صلى هللا
عليه وسلم: ( هذا أمين هذه األمة )
Dari Huzaifah dia berkata, “Aqib dan sayyid dari
(Nasara) Najran kepada Rasulullah Saw. untuk melaknat Rasulullah Saw.
(melakukan mubahalah). Huzaifah berkata, salah seorang dari mereka berkata
kepada sahabatnya, “Baiknya kamu jangan melakukan laknat Rasulullah. Demi
Allah, jika ia benar sebagai
utusan Allah, maka laknat atas kita tidak akan menguntungkan kita dan anak
keturunan kita”. Mereka berdua lalu berkata (kepada huzaifah), “Kami akan
memenuhi apa yang kalian minta kepada kami. Utuslah dua orang yang dapat
dipercaya untuk datang kemari. Dua orang itu harus benar-benar dapat
dipercaya”. Huzaifah berkata, “Kami akan mengutus orang yang dapat dipercaya
untuk kalian”. Para sahabat Nabi menyaksikan peristiwa tersebut (bersedia
dipilih). Rasulullah Saw. bersabda, “Berdirilah wahai Abu Ubaidah bin
al-Jarrah”. Setelah ia berdiri, Rasulullah Saw. bersabda, “Ia adalah orang yang
paling di percaya dari umat ini” Setelah itu, mereka minta melakukan mubahalah. (HR. Al Bukhori, Sahih
al-Bukhari... Bab Qissoti Ahli Najran, No. 4380, Jld. 2, h. 896).
Dari ayat Al
Qur’an dan Al Hadits tersebut di atas dapat diambil faedahnya bahwa:
1.
Mubahalah dilakukan berkaitan dengan masalah akidah.
Bila hujah mengenai akidah telah dijelaskan dengan pijakan nash Al Qur’an dan As Sunah, sementara
pihak lawan tetap tidak mau menerima, meskipun argumenya telah dibatalkan dan jalan
yang lain sudah tidak tersedia,
maka boleh mubahalah.
2.
Mubahalah dapat dilakukan dengan orang kafir atau
orang yang mengaku mukmin, namun akidahnya sesat, seperti Syiah, Ahmadiyah
dan sejenisnya. Hal demikian karena dalam proses mubahalah ada doa saling
melaknat, sementara sesama muslim harus saling menyayangi dan mendoakan
kebaikan.
3.
Mubahalah
dilakukan dengan sungguh-sungguh, hadir dari keyakinan yang kokoh,
bukan sekedar basa-basi, termasuk mencari subscriber, flower atau agar dirinya
terkenal/viral.
4.
Mubahalah
dilakukan secara berhadapan dengan kedua belah pihak bersama keluarganya, bukan
sepihak yang tidak mendapat respon dari lawan.
3.
Implementasi Mubahalah Zaman
Rasulullah Saw.
Menurut beberapa ahli tafsir, sebab nuzul Ali Imran
59-61 adalah berkenaan dengan kedatangan umat Nasrani dari Najran ke Madinah
guna menemui Nabi Muhammad Saw untuk menguji Nabi Saw seputar eksistensi Isa as.
Menurut mereka bahwa Isa as. adalah anak Tuhan karena
lahir tanpa ayah dan memiliki kemampuan: dapat menyembuhkan penyakit “plongko”,
buta sejak lahir dan bahkan menghidupkan orang yang sudah mati. Mereka
mempertanyakan kepada Nabi saw tentang kedudukan Isa as.
Melalui bimbingan wahyu, Nabi Saw. memberikan jawaban yang
tegas dan ilmiah bahwa Isa as. itu manusia bukan anak Tuhan. Tuhan Maha Esa
tidak beranak dan diperanakkan. Jika alasan mereka Isa as. diyakini sebagai
anak Tuhan karena tidak memiliki ayah, maka bagaimana dengan Nabi Adam as. yang tidak punya ayah dan
ibu. Mengapa mereka tidak menjadikan Adam as. sebagai Tuhan?
Demikian pula, jika karena Isa as. punya mukjizat dapat
menghidupkan orang mati, mangapa Nabi Ibrahim as, yang punya mukjizat
tanah menjadi burung tidak diangkat sebagai anak Tuhan dst.
Singkat cerita, kaum Nasrani Najran ada di Madinah
selama tiga hari, dan selama itu pula pada waktu-waktu tertentu berdiskusi dengan Rasulullah Saw. dan Rasululullah Saw telah menjelaskan dengan gamblang,
namun mereka tetap ngeyel meskipun semua argumentasi mereka telah terbantahkan. Mereka tetap tidak mau beriman,
maka turun ayat mubahalah dimaksud.
Rasulullah Saw. mengajak mereka untuk mubahalah dengan
hadir bersama di satu tempat dengan mengajak anak dan istri. Nabi Saw. menurut sebagian riwayat membawa
putrinya Fatimah, Ali, Hasan dan Husein. Namun orang-orang Nasrani dari Najran
tampak ragu dan takut menerima ajakan mubahalah seraya mereka meninggalkan
Madinah pulang ke kampung halamannya.
Wal hasil, mubahalah sebagaimana yang diungkapkan
dalam Ali Imran 59 – 61 tidak terjadi dengan sempurna karena pihak Nasrani
Najran tidak berani menghadapi mubahalah sebagaimana yang diperintahkan oleh
Allah swt. kepada nabiNya.
Imam Ahmad mencatat bahwa Ibnu Abbas pernah
mengomentari, “Andai ada orang yang berani bermubahalah dengan Rasulullah Saw.,
tentu mereka semua akan pulang/binasa, dan semua harta dan keluarganya akan
habis.”
4.
Implementasi Mubahalah Setelah Zaman Rasulullah
Saw.
Seruan mubahalah
juga dilakukan oleh sebagian sahabat beliau, seperti Ibnu Abbas yang menantang
orang yang berselisih pendapat dengannya dalam beberapa persoalan akidah atau
syariat yang mendasar.
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam kitabnya Zadu al-Ma’ad menjelaskan bahwa sebagian ulama
salaf telah melakukan sumpah mubahalah dalam masalah yang berkaitan dengan
sifat-sifat Allah Swt., begitu pula dengan Ibnu Hajar dan ulama-ulama lainnya.
Kasus
mubahalah yang dilakukan Ibnu Hajar terhadap pengagum Ibnu Arabi. Tantangan Ibnu Hajar ini disetujui oleh pengagum
Ibnu Arabi tersebut. Lalu, ia mengatakan, ‘Ya Allah, jika Ibnu Arabi dalam
kesesatan, laknatilah aku dengan laknat-Mu’. Lalu, Ibnu Hajar mengatakan, ‘Ya
Allah, jika Ibnu Arabi dalam kebenaran, laknatilah aku dengan laknat-Mu’.
Setelah itu, keduanya berpisah.
Kasus
mubahalah yang lain dilakukan oleh Syaikh Tsanaullah menjawab tantangan Mirza
Ghulam Ahmad yang mengaku nabi dan merasa sangat terusik dengan usaha para
ulama yang mengingatkannya. Akhirnya dia mengirimkan surat kepada Syaikh
Tsanaullah. Dia meminta agar suratnya ini dimuat dan disebarkan di majalah
milik Syaikh Tsanaullah.
Di antara
isi suratnya tersebut, Mirza Ghulam Ahmad tidak menerima gelar pendusta, dajjal
yang diarahkan kepadanya dari para ulama masa itu. Mirza Ghulam Ahmad
menganggap dirinya, tetap sebagai seorang nabi, dan ia menyatakan bahwa para
ulama itulah yang pendusta dan penghambat dakwahnya. Ia menantang mubahalah
dengan kalimat jika ia berdusta laknat Allah atasnya, tapi jika ia benar para
ulama itu yang mendapat laknat Allah Swt.
5.
Implmentasi Mubahalah di Indonesia
Di
beberapa wilayah Indonesia, Jawa, Sumatra dll memeliki tradisi sumpah pocong
yang mirip sumpah mubahalah karena ada doa untuk saling melaknat, hanya saja
prosesinya berbeda dengan mubahalah.
Pada
sumpah pocong para pelaku sumpah tidur dengan menggunakan kain kafan seperti
layaknya jenazah. Kemudian dengan bimbingan rohaniwan/kiai mengucapkan lafad
sumpah yang disertai dengan doa saling melaknat bagi mereka yang berdusta,
tanpa melibatkan keluarga masing-masing.
Penulis
pernah mengikuti prosesi sumpah pojong yang dilakukan oleh Pengadilan Agama
Situbondo sekitar tahun 1990-an atas permohonan para pihak.
Kasus
posisi: ada seorang meninggal dunia, keluarga sahibul musibah menuduh
tetangganya yang menyantet. Tetangga yang dituduh tukang santet tidak terima. Karena
ini soal issu santet yang sulit membuktikannya maka mereka sepakat minta sumpah
pojong ke pengadilan agama. Pengadilan Agama Situbondo memenuhi permintaan
mereka, kemudian sumpah pojong dilaksanakan di masjid desa dimana kedua belah
pihak berdomisili dengan dipimpin seorang hakim dan penulis bertindak sebagai
panitera pengganti yang membuat berita acaranya.
Belakangan
ini ada beberapa kasus mubahalah yang dilakukan di Indonesia, antara lain kasus
mubahalah sebagaimana disampaikan oleh pengacara Habib Rizieq Syihab, ketika beliau
dituduh melakukan chat mesum dengan Firza Husein.
Menurut
pengacaranya, bahwa Habib telah
bersumpah mubahalah bahwa dia tidak terlibat dalam kasus chat mesum dengan
Firza Husein. Teks mubahalah isinya diunggah di akun Twitternya pada 5 Februari
2017.
Berikut
isi sumpah mubahalah Rizieq yang dikutip kumparan: "Demi Allah,
Alhamdulillah, sejak saya memasuki usia taklif hingga saat ini, saya tidak
pernah mencuri, merampas, merampok, membunuh, berjudi, menenggak miras, sodomi
ataupun berzina. Jika saya berdusta maka laknat Allah Swt. atas diri saya. Dan
jika saya benar, maka mereka yang memfitnah saya dan tidak bertaubat akan
dilaknat oleh Allah Swt. di dunia dan akhirat".
Ada
lagi sosok lain yang sering mubahalah, yakni Gus Nur. Gus Nur tercatat melaksanakan mubahalah tidak hanya
satu kali. Akan tetapi ia melaksanakan hal tersebut beberapa kali.
Pertama,
Gus Nur melakukan mubahalah atau sumpah dengan memohon kutukan dari Allah Swt.
agar pelaku kecurangan Pilpres 2019 dilaknat. Dalam video yang viral di media
sosial, Gus Nur melakukan mubahalah menggunakan 10 Al Qur’an lebih. Tak kurang
dari 10 orang memegang Al Qur’an di atas kepala Gus Nur yang tengah melakukan
mubahalah sambil duduk.
Beberapa
orang yang memegang kitab suci Al Qur’an di atas kepala Gus Nur tampak
sesenggukan saat Gus Nur melakukan mubahalah. Gus Nur mengatakan, kecurangan
Pemilu 2019 sistematis dan masif. Kecurangan melibatkan oknum Komisi Pemilihan
Umum (KPU), oknum polisi, oknum camat, hingga oknum petugas TPS. Gus Nur
menyatakan, Kalau penilaianku ini salah, laknat 21 turunanku ya Allah. Anakku,
istriku, cucuku, laknat hancurkan sehancur-hancurnya ya Allah," kata Gus
Nur. "Tetapi kalau memang rezim ini yang zolim, KPU-nya yang curang,
KPU-nya yang bohong, polisinya yang bohong, camatnya yang bohong, TPS-nya yang
bohong, yang penjilat munafik yang bohong, laknat 7 turunannya ya Allah.
Hancurkan sehancur-hancurnya ya Allah," kata Gus Nur dengan suara keras.
Implementasi
mubahalah sebagaimana kedua contoh tersebut di atas, kiranya belum memenuhi
kriteria kedua nash syar’i dengan alasan: bukan terkait masalah akidah atau
hukum syar’i yang penting, dilakukan bukan kepada orang kafir atau orang Islam
yang sesat dan tidak saling berhadapan.
Mengenai
materi tuduhanya dapat dilaksanakan melalui mekanisme lembaga peradilan, dalam
hal ini jika tidak ada bukti fisik, bisa dilakukan dengan bukti sumpah pemutus,
bukan sumpah mubahalah.
Soal
apakah mubahalah yang dilakukan di atas sungguh-sungguh atau tidak, hanya pihak
yang bersangkutan dan Allah Swt. yang tahu. Allah Swt. tidak akan menghukum orang yang bersumpah jika tidak dilakukan
dengan sepenuh hati. Allah Swt. berfirman:
لاَّ يُؤَاخِذُكُمُ اللّهُ بِاللَّغْوِ فِيَ
أَيْمَانِكُمْ وَلَكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا كَسَبَتْ قُلُوبُكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ
حَلِيمٌ ﴿٢٢٥﴾
“Allah tidak menghukum kamu
disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan
(sumpahmu) yang
disengaja
(untuk bersumpah) oleh hatimu. Allah Maha Penyayang lagi Maha Penyantun.” (QS.
Al-Baqarah: 225)
Wal hasil, sumpah pocong dan mubahalah sebaiknya tidak
dilakukan dengan tergesa-gesa, masih bayak cara untuk menyelesaikan masalah. Hal
demikian karena dalam mubahalah maupun sumpah pocong ada doa saling melaksnat
diantara sesama manusia, apalagi jika dilakukan sesama muslim. Walllahu ‘alam
bi shawab.
Posting Komentar untuk "DEFINISI, DASAR HUKUM DAN IMPLEMENTASI MUBAHALAH "