Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ijtihad dan Mujtahid Part 2

 
a. Zahri

                                                                azahri.com

2. Sejarah Ijtihad

Ijtihad sudah dimulai sejak masa-masa awal Islam. Kemudian berkembang pada masa-masa sahabat, tabiin, dan generasi selanjutnya hingga sekarang, sesuai dengan pasang surut dan ciri-ciri khas ijtihad pada masing-masing generasi.

Ijtihad pada masa Rasulullah Saw dapat dilihat antara lain dalam hadits berikut:

عَنِ الْحَارِثِ بْنِ عَمْرٍو ، عَنْ رِجَالٍ مِنْ أَصْحَابِ مُعَاذٍ ،أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا بَعَثَهُ إِلَى الْيَمَنِ فَقَالَ : كَيْفَ تَقْضِي ؟ قَالَ : أَقْضِي بِكِتَابِ اللهِ . قَالَ : فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي كِتَابِ اللهِ . قَالَ : فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . قَالَ : فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . قَالَ : أَجْتَهِدُ رَأْيِي . قَالَ : فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْحَمْدُ لله الَّذِي وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللهِ. مسند أحمد - (5 / 236)

Ketika Nabi saw mengutus Mu’ad ke Yaman sebagai hakim, beliau bertanya:”Bagaimana kamu memutus perkara?” Mu’ad menjawab; “dengan kitab Allah (Al Qur’an”.” Jika tidak terdapat pada Kitab Allah”. Jawab Mu’ad “Dengan Sunnah Rasulullah”. “Bila tidak terrdapat pada Sunnah Rasulullah”?. Dia menjawab dengan pikiranku (ijtihad). Rasul bersabda: segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada  utusan Rasulullah.

Kasus diatas, menurut ulama ushul fiqh, merupakan isyarat yang jelas bahwa ijtihad itu telah dimulai pada masa Rasulullah Saw. Upaya ini dilakukan Rasulullah Saw dalam mendidik para sahabat untuk melakukan ijtihad ketika kasus yang dihadapi tidak ada ketentuan hukumnya secara pasti dalam Al-Qur’an dan sunah. Akan tetapi, status hasil ijtihad para sahabat pada masa ini yang diakui oleh Rasulullah Saw sendiri menjadi sunnah taqririyyah (sunah yang berbentuk ketetapan).

Para ahli ushul fiqh sepakat bahwa tidak boleh ada hasil ijtihad lain yang bertentangan dengan hasil ijtihad para sahabat yang diakui oleh Rasulullah Saw, karena hasil ijtihad yang diakui oleh Rasulullah Saw tersebut sama dengan nas dan hasil ijtihad tidak boleh bertentangan dengan nas. Hal ini berbeda dengan yang dilakukan setelah Rasulullah Saw wafat. Karena tidak ada pengakuan dari Rasulullah Saw, hasil ijtihad itu hanya wajib dilaksanakan oleh mujtahid yang bersangkutan. Apabila mujtahid lain melakukan ijtihad dalam kasus yang sama, maka hasilnya boleh saja berbeda dengan hasil ijtihad mujtahid pertama.

Setelah Rasulullah Saw wafat, persoalan yang dihadapi para sahabat semakin berkembang dan rumit. Kebanyakan dari persoalan itu tidak ada di dalam Al-Qur’an dan sunah. Dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, para sahabat melakukan ijtihad, baik secara bersama-sama melalui musyawarah maupun secara pribadi.

Perbedaan hasil ijtihad pada masa sahabat tidak dapat dihindarai, karena masing-masing sahabat yang melakukan ijtihad memakai metode tertentu, seperti kias atau al-maslahah (maslahat).

Tokoh-tokoh mujtahid yang menonjol pada masa sahabat antara lain: Abu Bakar as-Siddiq (573-634), Umar bin al-Khattab (581-644), Usman bin Affan (576-656), Ali bin Abi Thalib (603-661), Abdullah bin Abbas (Ibnu Abbas), Abdullah bin Mas’ud (Ibnu Mas’ud), Mu’az bin Jabal, dan Abdullah bin Umar (Ibnu Umar).Para ahli fiqh menyebut perkembangan ijtihad pada masa ini sebagai “Fase permulaan dan persiapan fiqh Islam”.

Tradisi saling menghargai ijtihad yang diwariskan para sahabat berlanjut terus pada masa tabiin yang tersebar diseluruh wilayah kekuasaan Islam. Hasil ijtihad para tabiin bermunculan dan gairah ijtihad pun semakin kuat, karena beragam persoalan dari berbagai budaya semakin menantang para tabiin untuk melakukan ijtihad. Para ahli fiqh menyebut ijtihad pada masa ini dengan “Fase pembinaan dan pembukuan fiqh Islam”.

 Fase berikutnya dilanjutkan masa tabiit tabiin dan seterusnya, berlangsung selama 250 tahun, sejak awal abad ke-2 H hingga pertengahan abad ke-4 H. Pada masa ini, aktifitas ijtihad memuncak; sering disebut dengan “periode ijtihad dan masa keemasan fiqh Islam”. Pada masa periode ijtihad dan masa keemasan fiqh Islam inilah banyak muncul Imam, seperti: Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam asy-Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hambal.

Setelah periode ijtihad dan keemasan fiqh Islam berakhir, dunia ijtihad mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan ulama masing-masing mazhab yang sudah terbentuk lebih mempertahankan pendapat mazhabnya daripada berijtihad langsung kepada Al-Qur’an dan sunah. Pada masa ini, perkembangan fiqh pun mulai lambat. Keadaan seperti ini berlangsung hingga abad ke-13 H, dan sering disebut periode “Taklid dan tertutupnya pintu ijtihad”.

Bersambung.........



 

Posting Komentar untuk "Ijtihad dan Mujtahid Part 2"