Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PREDIKAT WBK/WBBM ANTARA SUBTANSI DAN SERTIFIKASI

 


azahri.com ~ Setelah bekerja keras selama berbulan – bulan dalam rangka  menghadapi penilaian pembangunan zona integritas menuju (untuk memperoleh predikat)  WBK atau WBBM, baik dari TPI (Tim Penilai Internal) maupun TPN (Tim Penilai Nasional) akhirnya tiba saat yang ditunggu-tunggu, yakni beredarnya daftar Satker  yang lolos  mendapat predikat WBK/WBBM dari  Kemenpan RB  melalui medsos.

Pengumuman dari TPN yang dikomandani Kemenpan RB itu diupload oleh pimpinan lembaga masing-masing via grup whatsapp atau lainnya kepada Satker yang ikut penilaian. Kebetulan saat pengumuman itu di-share, ada acara pembinaan dari YM Ketua Kamar Agama dan ramah tamah dengan Bpk Dirjen Badilag sehingga para ketua PA dan panitera se- Jatim pada serius memplototi HP masing-masing.

Begitu dapat kepastian  bahwa yang lolos dan memperoleh predikat WBK hanya PTA Surabaya, PA.  Ngawi dan PA Situbondo nuansa kekecewaan dari para ketua dan panitera  mulai nampak dengan berbagai ekspresi. Mulai ungkapan kata-kata yang kurang simpati pada TPN dan TPI, serta merta keluar dari grup WA yang berkaitan dengan pendampingan program ZI dan berbagai pertanyaan kepada sesama yang tak mungkin dijawab karena tidak memeliki informasi maupun kompetensi di bidangnya.

Di antara mereka ada yang menilai bahwa kali ini TPN pelit dan jual mahal memberikan predikat WBK apalagi WBBM. Ada yang menduga terkait ketersediaan   anggaran insentif bagi Satker yang lolos WBK/WBBM yang lebih kecil dari tahun sebelumnya. Bahkan ada yang berkomentar bahwa kali ini tim penilai tidak siap, baik dari segi kebijakan maupun teknik.

Kebijakan baru dalam sistem penilaian banyak diluncurkan, mulai ketelibatan TPI  dari kementerian dan lembaga masing-masing yang ikut membantu/pendampingan penilaian eksternal,  desk evaluasi/presentasi yang menggunakan sistem sampling dll.

Dalam hal teknis juga kedodoran, terutama berkaitan dengan survey eksternal . Aplikasi yang diluncurkan belum siap pakai, sumberdaya manusia juga sangat terbatas. Banyak pihak yang terlibat pendampingan yang terkadang memberikan informasi yang berbeda dan  urusan-urusan  teknis lainnya.

Apapun hasilnya tidak bisa diganggu gugat. Harus kita sikapi dengan legowo seraya menumbuhkan kesadaran bahwa penilaian pembangunan zona integritas itu penilain yang bersifat formal. Formalitas sudah barang tentu  bersandar pada kemampuan penilai, baik dari segi subtantif maupun teknis, termasuk  faktor subjektifitas penilai

Hal demikian sejalan dengan ungkapan Bpk Dirjen Badilag, Dr. Drs H. Aco Nur, S.H M.H, yang disampaikan saat ramah-tamah. “Sebenarnya kita semua ini  sudah pada level WBK dan WBBM, hanya saja belum mendapat legitimasi/sertifikat dari Kemenpan RB.” Lebih lanjut beliau menegaskan bahwa kita tidak perlu patah semangat dengan keberhasilan yang tertunda. Terus bekerja dan berinovasi  sehingga pada saatnya predikat WBK/WBBM dapat kita gapai.

Ungkapan bahwa kita semua sudah level/maqom WBK/WBBM adalah dari sisi subtansi: karakter, isi, pokok dan inti, sesuai dengan kriteria  Kemenpan Rb No.10 Tahun 2019. Pernyataan berikutnya, meskipun belum dinyatakan lolos dan dapat penghargaan oleh Menpan RB, itu adalah dari sisi legalitas atau sertifikasi. Subtansi adalah inti dan isi, sementara sertifikasi adalah pengakuan dari lembaga formal yang punya kompetensi.

Beliau juga menyampaikan  penjelasan dari Kabawas mengenai  sedikitnya jumlah  Satker  yang lolos WBK/WBBM. Sedikitnya jumlah Satker yang lolos  berkaitan dengan anggaran tahun 2022 yang turun bahkan dipotong sebelum realisasi. Penjelasan ini sekaligus mengkonfirmasi dugaan sebagian KPA yang tidak lolos.

Apapun alasan yang disampaikan pemangku kepentingan tentu tidak mudah diterima oleh Satker yang ikut penilaian dan tidak lolos.  Penilai juga harus instropeksi diri melihat berbagai kelemahan untuk perjalanan pembangunan zona integritas  ke depan jika masih diadakan.

Dalam kompetisi dengan tiket terbatas tentu ada yang tidak  lolos, bahkan ketidaklolosan biasanya  merupakan  kelompok mayoritas. Menghadapi keberhasilan yang tertunda – pinjam istilah Pak Dirjen Badilag  - bagi mayoritas Satker membuat beban psychologis menjadi ringan karena dirasakan bersama oleh banyak peserta, berbeda jika yag tidak lolos kelompok minoritas akan merasa bersalah dan dianggap tidak serius.

Hal yang perlu digaris bawahi dari kaca mata teologis bahwa setiap keberhasilan dan kegagalan ada campur tangan Tuhan. Jika Allah SWT telah berkehendak maka tidak ada makhluk apapun yang bisa menghalangi. Ungkapan penyemangat “ Manusia hanya berusaha, Tuhan yang menentukan hasilnya” patut dijadikan pegangan. Wallahu a’lam bi shawab.

 

 

 

3 komentar untuk "PREDIKAT WBK/WBBM ANTARA SUBTANSI DAN SERTIFIKASI "

  1. Ulasan yang luar biasa, mantap p Ketua

    BalasHapus
  2. Tujuan utama adalah membersihkan praktek KKN dan memberikan pelayanan yang sebaik baiknya.
    Kalau dapat legitimasi dari lembaga yang berwenang, syukur alhamdulillah. Kalaupun tidak, kita sudah ikhtiyar. Insyaalah sudah jadi ibadah. Soal hasil diserahkan kpd Yang Maha Menentukan...

    BalasHapus