Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penyebab Utama Perceraian

 



   azahri.com ~ Ada fenomena menarik terkait kenaikan angka perceraian di kalangan keluarga muslim yang dilakukan melalui lembaga resmi (pengadilan agama) dari tahun ke tahun semakin tak terkendali, seakan-akan bercerai menjadi tren  era milenial.

  Angka broken home diprediksi lebih besar dari angka resmi jika ditambah kasus  perceraian yang dilakukan secara siri (di bawah tangan) dan pasangan yang pisah tanpa perceraian. 

 Data Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI menunjukkan bahwa perkara cerai  yang diputus Pengadilan Agama seluruh Indonesia tahun 2010 sejumlah 285.184 perkara. Naik tajam delapan tahun kemudian, yakni   tahun 2018 sejumlah 448.623 perkara, tahun  2019 sebanyak 584.506 perkara dan tahun 2020 turun diprediksi karena Covid 19 sebanyak 579.341 perkara.

Dari sudut legal formal, faktor penyebab perceraian dari fakta persidangan di pengadilan agama 80 % didominasi oleh perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus. Faktor penyebab ini mengambil rumusan pasal 19 huruf f PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo Pasal 119 haruf f  Inpres No 1 Tahun 1991 tentang KHI (Komplasi Hukum Islam).

Di pengadilan agama pasal 19 huruf f tersebut dikenal dengan pasal “tong sampah”, maksudnya jika ada kesulitan merumuskan alasan perceraian dengan faktor yang lain atau faktor lain dianggap membuka aib rumah tangga, maka dilarikan ke pasal ini.

 Dengan demikian tidak bisa dihindari bahwa faktor perselisihan dan pertengkaran memiliki varian yang beragam. Mulai yang remeh temeh, misalnya: perbedaan selera parfum, pencahayaan lampu saat tidur dsb. sampai hal-hal yang prinsip, misalnya masalah kewajiban menjalankan ibadah, hubungan  silaturahim antar keluarga dsb.

Disamping  alasan pasal 19 huruf  f  di atas  ada pasal 19 huruf a sampai dengan e, yakni: salah satu pihak melakukan perbuatan maksiat (molimo), kekerasan rumah tangga, penelantaran, musibah penyakit dan dalam KHI ditambah alasan murtad.

Sebagai praktisi hukum yang menangani sengketa perkawinan, dari kasus-kasus yang sempat penulis tangani di berbagai daerah yang memiliki latar belakang suku, ras dan adat istiadat serta tingkat pendidikan dan ekonomi yang berbeda ditemukan fakta  bahwa penyebab utama retak dan pecahnya bangunan rumah tangga muslim karena pemahaman dan penghayatan agama yang dangkal disatu sisi dihadapkan pada tantangan yang dahsyat di era milenial di sisi lain. 

Karena kedangkalan penghayatan dan pengamalan syariat, maka muncul berbagai turunan faktor penyebab perceraian sebagaimana yang dirumuskan oleh  peraturan perundang-undangan maupun yang tidak dirumuskan dalam peraturan perunang-undangan. Semua faktor itu bemuara pada minimnya pemahaman agama dan pengamalan.

Pemahaman syariat dalam hal ini tentu yang berkaitan dengan hukum  perkawinan,  kalaupun ada pengetahuan tentang hukum perkawinan tidak terinternalisasi dalam diri, hanya sekedar ada di otak tidak sampai ke hati.

Kualitas keberagamaan yang rendah di satu sisi, dihadapkan dengan kerasnya budaya materialisme yang disebar melalui  teknologi informasi dan komuniikasi yang serba melintasi di sisi lain, maka  bangunan rumah tangga mudah goyang, bahkan roboh.

Fenomena yang mengemuka saat ini,  perkawinan dianggap hanya kontrak perdata biasa. Kawin cerai dianggap perkara yang lumrah, bahkan sebagai life style (gaya hidup) yang mengikuti selera dan trend era modern/milenial (zaman now)  sebagaimana yang dipertontonkan sebagian para artis sebagai idola kebanyakan orang sekarang.

Banyak kasus  perceraian yang dipicu karena hal-hal sepele dan tidak mendasar. Seperti seorang suami  update status di akun facebooknya, kemudian ada like atau coment dari seorang yang berparas cantik, "Wah, mantap tambah cakep donk". Lalu istri berang dan sampailah ke meja hijau.

Bahkan  ada pasangan suami istri yang ingin mengakhiri kebersamaannya tanpa sebab. Menjawab pertanyaan hakim dengan enteng. "Kami sudah sepakat bercerai Pak!,  ingin suasana baru yang lebih segar". Apakah ini model keluarga zaman milenial?

Meskipun Islam membolehkan pintu perceraian, tapi pintu dimaksud adalah pintu emergency (darurat), yaitu pintu yang dapat dilalui bila pintu-pintu yang lain tak mungkin dilewati. Dalam hukum Islam perceraian itu halal, namun dibenci oleh Allah swt, sebagaimana sabda Nabi SAW:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ: أَبْغَضُ الْحَلاَلِ إِلَى اللهِ تَعَالَى الطَّلاَقُ.

Dari sahabat Ibnu Umur, dari Nabi SAW, belia bersabda, perbuatan halal yang dibenci Allah SWT adalah talak” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah). 

            Bahkan  yang memprihatinkan perceraian lebih banyak diajukan pihak istri daripada pihak suami, dimana dalam mazhab  fikih gugatan cerai pihak istri merupakan sesuatu yang jarang terjadi karena alasannya harus benar-benar kuat. Rasul SAW memberikan ancaman:

عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم-  أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاَقًا فِى غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ.

Siapa saja istri yang minta cerai kepada suaminya tanpa alasan yang jelas, maka haram baginya aroma surga”.(Sunan Abu Daud: 6/469) 

         Pertanyaan besarnya, mengapa perceraian yang dibenci oleh Allah swt.untuk saat ini, khususnya di Indonesia tidak lagi ditakuti oleh kebanyakan orang Islam, terutama kaum Hawa? Terbukti dari tahun ke tahun  perceraian di Indonesia mengalami booming. Dan tidak sedikit dari mereka yang mengakhiri bahtera rumah tangga hanya karena hal-hal yang sepele, yang seharusnya tidak perlu terjadi bila mereka mengindahkan rambu-rambu yang ditentukan Allah swt. dan Rasul-Nya.

           

Posting Komentar untuk "Penyebab Utama Perceraian "