Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

KOMITE PENGUATAN PENGAWASAN INTEGRITAS HAKIM

 

Abstrak

                Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial telah berupaya maksimal dengan segenap sumberdayanya menjaga keluhuran martabat hakim, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Upaya yang dilakukan adalah penguatan  pengawasan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Tiga tahun terakhir ada indikasi peningkatan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Sebabnya karena upaya yang dilakukan oleh Mahkamah Agung maupun Komisi Yudisial lebih fokus pada penanganan pengaduan (pemeriksaan) daripada penguatan/pembinaan.


Langkah strategis yang harus dilakukan adalah membentuk komite bersama dengan tugas pokok melakukan penguatan pengawasan integritas hakim secara terpadu.

Kata Kunci: komite khusus, penguatan  pengawasan, integritas hakim.

 A. Pendahuluan

Visi Mahkamah Agung RI sulit tercapai tanpa didukung aparat peradilan yang berintegritas tinggi, terutama oleh para hakim karena hakim adalah figure central lembaga peradilan. Perlu kerja keras semua pihak untuk mewujudkan aparatur berintegrias tinggi menuju terwujudnya visi Mahkamah Agung yang telah ditetapkan.1


Upaya yang selama ini dilakukan oleh Mahkamah Agung maupun Komisi Yudisial dalam rangka menjaga keluhuran martabat hakim melalui penguatan pengawasan integritas hakim masih terus harus disempurnakan sehingga ditemukan bentuk atau formula yang lebih akurat, efesien dan efektif. Dan pada giliranya dapat meminimalisir pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang sebagian berakhir di Majelis Kehormatan Hakim dengan hukuman disiplin.


Dalam upaya mewujudkan aparat peradilan berintegritas tinggi, terutama hakim, Mahkamah Agung RI telah melakukan perbaikan dalam berbagai aspek. Dimulai dari aspek regulasi dengan mengeluarkan 3 (tiga) paket Perma, walaupun yang khusus mengatur mengenai hakim hanya Perma Nomor 7 Tahun 2016, selebihnya untuk semua aparat peradilan.2


Tiga paket regulasi itu ditindak lanjuti dengan penguatan Badan Pengawasan, Badan Pengawasan terus berupaya secara berkesinambungan meningkatkan akses pengaduan dan meng-update aplikasi Siwas, meningkatkan kosultasi dan koordinasi dengan hakim pengawas bidang dan penanganan pengaduan dengan mengembangkan Aplikasi Sistem Informasi Pelayanan Konsultasi Online (Siyanto), membentuk Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP), membentuk Satgasus dll. Dibarengi dengan program Pembangunan Zona


1 Visi Badan Peradilan yang berhasil dirumuskan oleh Pimpinan MA pada tanggal 10 September 2009 adalah: “Terwujudnya Badan Peradilan Indonesia Yang Agung”, Mahkamah Agung RI, Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035, (Jakarta, 2010), hal 13.

2 Tiga Perma dimaksud adalah: Perma Nomor 7 Tahun 2016 tentang Penegakan Disiplin Kerja Hakim pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya, Perma Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya dan Perma Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan (Whistleblowing System) di Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya.



Integritas Menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani.


Sementara dari pihak Komisi Yudisial sesuai dengan kewenangannya telah meluncurkan Empat Program Prioritas Nasional, yaitu: pengembangan integritas hakim, penguatan dan integrasi database rekam jejak hakim, advokasi hakim dan klinik etik, dan pelatihan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) serta teknis hukum dan peradilan.


Kerjasama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial yang strategis adalah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial, tanggal 8 April 2009, No. 047/KMA/SK/IV/2009 – No.02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Diikuti dengan keputusan bersama No.4/PB/MA/IX/2012 dan No.4/KY/09/2012 tentang Tata Cara Pembentukan, Tata Kerja dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim serta keputusan bersama lainnya. Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim ditangani bersama dan jika memenuhi ketentuan diajukan kepada MKH (Majelis Kehormatan Hakim) yang susunan majelisnya gabungan antara Hakim Agung dan Komisioner Komisi Yudisial.


Di tingkat teknis, ada kerjasama Pemantauan dan Pengawasan Perilaku Hakim di Daerah berdasar Pasal 32 ayat UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung yang bersesuaian Pasal 20 ayat 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 jo Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.3


Dari berbagai macam program dan kegiatan yang terurai tersebut di atas, belum nampak adanya satu komite yang bekerja bersama, terpadu dan permanen antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial yang fokus pada penguatan integritas hakim. Kegiatan yang selama ini berjalan lebih fokus pada penanganan pengaduan. Maka wajar jika keluhuran dan martabat hakim sering ternodai dengan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.


Dengan demikian, perlu dibentuk sebuah komite bersama untuk melaksanakan program penguatan, pembinaan dan edukasi disamping pengawasan yang selama ini ditangani oleh Tim Pengawas, baik dari Mahkamah Agung maupun Komisi Yudisial, dengan harapan agar ke depan dapat menghasilkan hakim-hakim yang berintegritas tinggi/kuat sehingga meminimalisir pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.


Gambaran singkatnya adalah sebuah komite yang didesain untuk melaksanakan penguatan pengawasan (penilaian) integritas hakim secara berimbang dan berkesinambungan dan pada periode atau tahap tertentu mengadakan uji kelayakan/level integritas hakim dalam bentuk kegiatan sertifikasi dan hakim yang telah lulus uji kelayakan diberikan sertifkat sebagai tanda keberhasilan.


Sertifikasi uji level integritas hakim ini sangat urgen untuk saat sekarang karena dalam berbagai profesi dan keahlian telah mempersyaratkan adanya sertifikat sebagai standar keahlian dan ketrampilan. Sertifikasi integritas sudah mulai dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan istlah API (Ahli Pembangun Integritas). Kebutuhan sertifikasi dan standarisasi semakin mendesak karena dunia modern meniscayakan kualitas produk yang berkualita prima.


3 Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung menggariskan bahwa Mahkama Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan di bawahnya dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman, Pasal 20 ayat 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 jo Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang berbunyi dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b Komisi Yudisial mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim.


Tujuan dibentuk komite penguatan dan pengawasan integritas hakim adalah untuk menjaga dan menguatkan intergritas hakim sejalan dengan pembinaan karier sekaligus sebagai persyaratan promosi jabatan, terutama jabatan pimpinan peradilan sesui kelas masing-masing.


Lebih kongkritnya bahwa ide dan gagasan tersebut di atas untuk memberi solusi terhadap masalah yang mengemuka di internal Mahkamah Agung dan stakeholder terkait, yakni:

1.    Mengapa masih banyak hakim yang melanggar Kode Etik dan Pedoman Prilaku Hakim?

2.   Langkah apa yang paling strategis untuk mengurangi atau meminimalisir pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku hakim? 

B. Hakim Harus berintegritas Kuat

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan bahwa intergritas adalah ‘n mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran’.4


Integritas adalah konsistensi berperilaku yang selaras dengan nilai, norma dan/atau etika organisasi, dan jujur dalam hubungan dengan atasan, rekan kerja, bawahan langsung, dan pemangku kepentingan, serta mampu mendorong terciptanya budaya etika tinggi, bertanggung jawab atas tindakan atau keputusan beserta risiko yang menyertainya.5


Adapun integritas menurut Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim bermakna: sikap dan kepribadian yang utuh, berwibawa, jujur dan tidak tergoyahkan. Integritas tinggi pada hakekatnya terwujud pada sikap setia dan tangguh berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam melaksanakan tugas.6


Dari tiga definisi tersebut di atas, esensi utama integritas itu adalah keutuhan atau kesatuan. Kesatuan nilai/kebenaran yang diyakini dengan aksi nyata. Satunya perkataan dan perbuatan, kesesuaian ungkapan dan perasaan. Dalam bahasa pergaulan atau hubungan sosial lazim disebut dengan kejujuran, ketulusan dan amanah.


Bila dikaitkan dengan individu, integritas adalah sosok pribadi yang utuh tidak terpecah atau ambigu. Seorang dikatakan memiliki integritas  apabila tindakannya sesuai dengan nilai, keyakinan, dan prinsip yang dipegangnya. Jika   dihubungkan dengan Institusi, maka institusi itu dikatakan berintegritas ketika melakukan tindakan konsisten sesuai dengan nilai, tujuan dan tugas yang diemban oleh institusi tersebut. Adapun nilai utama yang dapat dipetik dari ketiga rumusan di atas setidaknya ada 3 (tiga) unsur, yaitu kejujuran, konsistensi dan keberanian. Kejujuran itu potensi nilai dasar yang fitri pada setiap manusia atau sering disebut suara   hati nurani. Konsistensi adalah potensi daya nalar untuk menata dan mengatur diri sendiri berhadapan dengan  godaan dari luar untuk menjaga kesinambungan. 


4 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring VI , Tahun 2016,  https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/integritas, diakses tanggal 20 Maret 2024.

5 Data Base Peraturan DJHI, Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 60 Tahun 2020 tentang Pembangunan Integritas Pegawai Aparatur Sipil Negara, https://peraturan.bpk.go.id/Detail, diakses 25 Maret 2024.

6 Kepaniteraan Mahkamah Agung RI, Pedoman Perilaku Hakim Huruf C angka 5, (Jakarta 2008), hal 15


Keberanian adalah potensi yang menunjukkan pada ketangguhan yang tak tergoyahkan dalam menegakkan hukum dan keadilan.


Berdasarkan ketiga unsur tersebut, maka integritas individu dapat dibagi menjadi 3 (tiga) tingkat. Tingkat rendah, bila seseorang jujur sesuai kata hati untuk diri sendiri tanpa ada tekanan atau godaan, tingkat sedang, tetap berlaku jujur dan konsisten atas kejujurannya walaupun ada tekanan atau godaan dan yang ketiga tingkat tinggi, berani jujur meskipun menghadapi resiko bahkan berani melawan ketidakjujuran atau kezaliman.


Sumber integritas individu adalah nilai yang diyakini dan telah terinternalisasi pada diri seseorang sesui perjalanan waktu dalam meniti kehidupan yang berwujud integritas individu, berikutnya integritas individu secara bersama-sama akan membentuk integritas organisasi dan integritas organisasi sebagai pilar utama terbentuknya integritas nasional.


Dari paparan di atas, menjadi jelas bahwa integritas adalah sesuatu yang harus dimiliki atau conditio sine qua non, baik oleh individu maupun organisasi. Apalagi pada jabatan pengadil yang merupakan representasi wakil tuhan yang nyaris tidak boleh salah dan khilaf haruslah berintegritas tinggi/kuat. Hakim-hakim yang berintegritas tinggi sangat dibutuhkan untuk menegakkan hukum dan keadilan yang dalam proses perjalanannya meniscayakan banyak godaan, intimidasi, bully dan caci maki.


Integritas yang harus dimiliki hakim adalah integritas tingkat tinggi atau integritas yang kuat karena tugas pokok dan kewenanganya menegakkan hukum dan keadilan yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan manusia dan tuhan. Hal mana sesuai dengan jargon laporan tahunan Mahkamah Agung tahun 2023, Integritas Kuat, Peradilan Bermartabat.


Dengan demikian, Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial harus membentuk komite untuk melaksanakan program dan kegiatan penguatan dan pengawasan hakim secara terpadu dan berkesinambungan guna mengukur tinggi rendahnya intergritas hakim. Program dan kegiatan ini harus digarap dengan serius sepadan dengan pembangunan zona integritas menuju Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di level institusi.

C. Integritas Hakim, Kenyataan dan Harapan

Integritas hakim adalah nilai dasar, daya nalar dan keberanian moral hakim yang telah dimiliki seorang hakim setelah lulus seleksi dan pendidikan cakim. Nilai dasar, daya nalar dan keberanian moral terus dijaga dikuatkan sehingga membentuk integritas individu sebagai output. Integritas individu, sebagai output selanjutnya merupakan input bagi pembangunan sistem integritas organisasi melalui pengendalian dan penyelarasan integritas individu sehingga menghasilkan integritas organisasi/ peradilan.


Integritas hakim berpusat pada diri hakim sebagai aktor utama pelaksana kekuasaan kehakiman. Semakin banyak hakim berintegritas akan memberi pengaruh positif pada aparat yang lain, teruma jika hakim itu menjabat pimpinan dan menjadi role model. Kumpulan Individu yang berintegritas akan mudah melahirkan sistem yang baik, sistem yang baik akan berpotensi menghadirkan individu yang berintegritas.


Sesungguhnya membangun Integritas individu adalah kerja berat, tidak hanya sekedar memproduksi dokumen atau memenuhi eviden dan menghadirkan inovasi, tapi bagaimana mengubah minset (pola pikir) dan culturset (budaya kerja). Mengubah manusia tidak bisa dilakukan dengan instan. Tidak mudah mengubah kebiasaan hidup jorok menjadi hidup bersih, pemalas menjadi manusia yang rajin, dll.


Apalagi jika integritas dimaknai kejujuran, kosistensi dan keberanian harus melalui proses panjang dan berliku. Telah kita maklumi bahwa untuk menduduki jabatan tertentu, misalnya: Jabatan Pimpinan Tinggi di kementerian atau lembaga (eselon I dan II), Hakim Mahkamah Konstitusi, pimpinan KPK, Komisioner KPU, Hakim Agung dsb telah melewati tes integritas berlapis, namun banyak juga yang akhirnya terjerat kasus korupsi dan menghuni hotel prodeo.


Ketua Mahkamah  Agung Prof. Dr. Sunarto, S.H, M.H, dalam sebuah kesempatan menyatakan bahwa ‘Integritas seorang hakim tidak bisa dibentuk dengan kediklatan melainkan harus dibangun dengan prinsip dan tekad dari dalam diri sendiri’.7


Dengan kata lain, untuk mengetahui kualitas integritas seseorang lazimnya setelah melalui ujian kehidupan ketika meghadapi konflik kepentingan. Kepentingan dirinya berhadapan dengan prinsip kejujuran. Boleh jadi semula dikenal pribadi yang berintegritas, tapi setelah diterpa masalah dia tidak mampu mempertahankan integritasnya. Jika demikian, waktulah yang bisa menjawab apakah seseorang memiliki integritas atau tidak. Setelah ada badai dan masalah dalam kehidupan karir- nya, barulah integritas itu teruji.


Fakta menunjukkan, meskipun indek integritas hakim berdasarkan surve Komisi Yudisial dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, tahun 2021 sebesar 7,41 poin, tahun 2022 sebesar 7,84 poin, meningkat 0,43 poin8 dan tahun 2023 dimana Komisi Yudisial bekerjasama dengan PT.Colmec Indonesia untuk melakukan survei integritas hakim dan survei persepsi publik terhadap integritas hakim yang dilaksanakan mulai tanggal 21 Agustus s.d 21 September 2023 di 34 provinsi di Indonesia, belum dirilis hasilnya. Pencapaian tersebut telah melebihi dari target yang ditetapkan dalam Renstra Komisi Yudisial Tahun 2020-2024 yang hanya menetapkan 7,36 poin.


Kenaikan indek integritas hakim berdasarkan hasil surve Komisi Yudisial tersebut tidak sejalan dengan laporan pengaduan dan sanksi yang dijatuhkan oleh Majelis Kehormatan Hakim terhadap hakim, seharusnya turun malah meningkat, tahun 2021 sanksi yang dijatuhkan sejumlah 138, tahun 2022 sejumlah 146 dan tahun 2023 sejumlah 155 hakim, termasuk hakim ad hoc, lihat tabel di bawah.


            7 Mahkamah Agung RI,    https://www.mahkamahagung.go.id/id/berita/5185/dr-sunarto- hakim-harus-berpengetahuan-dan-berintegritas, diakses 25 Maret 2024

Sumber Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI

 



Sumber Badan Pengawan Mahkamah Agung RI


 

Sumber Badan Pengawan Mahkamah Agung RI

             Secara kuantitaf jumlah hakim yang dijatuhi sanksi sepanjang tahun 2022 dan 2003 diluar hakim Ad Hoc sama, namun secara kualitatif berbeda. Untuk sanksi berat tahun 2022 sebanyak 22 hakim, sedang tahun 2023 sebanyak 30 hakim, sanksi sedang tahun 2022 sebanyak 21 hakim dan tahun 2023 sebanyak 29 hakim.

            Angka hasil surve Komisi Yudisial dan jumlah pengaduan serta sanksi yang dijatuhkan tidak bersesuaian atau saling mendukung. Seharusnya jika hasil surve integritas hakim naik, maka pengaduan dan sanksi yang dijatuhkan turun.

            Karena tidak bersesuaian, meniscayakan ada langkah baru yang dapat menurunkan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Langkah baru itu tentu berbeda dengan langkah atau kebijakan sebelumnya, langka komprehensif, permanen dan berkesinambungan.

            Hakim sebagai wakil tuhan seharusnya memiliki integritas yang tinggi yang tercermin dalam sikap dan kepribadian yang utuh, berwibawa, jujur dan tidak tergoyahkan. Selanjutnya setia dan tangguh berpegang pada nilai-nilai atau norma- norma yang berlaku dalam melaksanakan tugas, berani menolak godaan dan segala bentuk intervensi, dengan mengedepankan tuntutan hati nurani untuk menegakkan kebenaran dan keadilan serta selalu berusaha melakukan tugas dengan cara-cara terbaik untuk mencapai tujuan terbaik.

D. Komite Penguatan  Pengawasan Integritas Hakim

Komite adalah sejumlah orang yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas tertentu (terutama dalam hubungan dengan pemerintahan); panitia: ia menjadi anggota -- Nasional Pemuda Indonesia9


Penguatan  Pengawasan integritas hakim adalah istilah lain dari pembangunan dalam arti yang lebih sempit. Dalam hal ini seorang hakim sebagai pejabat negara telah meniliki integritas yang melekat pada dirinya sehingga ia lulus dan layak menjadi hakim, maka langkah berikutnya yang menjadi tugas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial adalah menguatkan dan  mengawasi serta memberi penilaian.


Menguatkan dan mengawasi integritas hakim adalah mengelola faktor: 1) keyakinan, yaitu nilai dasar integritas yang telah terinternalisasi dalam diri hakim: kejujuran, konsisten, displin; 2) daya nalar, yaitu kemampuan individu menata dan mengatur diri sendiri, proaktif, responsif; dan 3) keberanian, yaitu kekuatan mental individu dan kepercayaan diri dalam membuat keputusan untuk menyelesaikan persoalan atau membuat putusan.


Bentuk konkrit kegiatannya melalui pendidikan dan pelatihan (diklat), sosialisasi, sarasehan, diskusi, penugasan dan eksaminasi perkara serta sukses dalam melakukan tugas berat, misalnya menangani perkara yang menjadi perhatian publik, eksekusi bermasalah dll .


Penguatan  pengawasan integritas hakim bertumpu pada personal yang terkait erat dengan nilai dasar, daya nalar dan keberanian, sementara pembangunan zona intergritas menuju Wjlayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani bersifat formal institusional yang melibatkan kerja tim. Meskipun berbeda karakter keduanya harus saling menguatkan dan melengkapi.


Fokus hanya pada perilaku integritas dari 10 (sepuluh) prinsip dasar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang di rumuskan dalam surat keputusan bersama Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI10 memiliki alasan, pertama bahwa pengertian integritas sudah include hampir semua prinsip dasar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, kecuali bersikap professional, kedua sejalan dengan Program Prioritas Nasional Komisi Yudisial yang mengambil prioritas pengembangan integritas hakim dan survey integritas hakim, integrasi database rekam jejak hakim,


                  9 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring VI , Tahun 2016, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/integritas, diakses tanggal 20 Maret 2024.

advokasi hakim dan klinik etik, dan pelatihan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) serta teknis hukum dan peradilan.


        Agar penguatan pengawasan berjalan lebih fokus, efesian dan efektif serta berimbang, maka perlu ada tim khusus yang menangani urusan integritas hakim yang terpisah dari struktur Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial yang disebut komite. Komite dibagi dua ada Komite Pengarah dan Komite Pelaksana.


        Tujuan pembentukan komite ini antara lain:1) mendukung percepatan pencapaian visi Makamah Agung Republik Indonesia; 2) memperbaiki sistem penguatan dan pengawasan hakim dan 3) menghasilkan para hakim yang berintegritas tinggi. Selanjutnya tujuan komite dijabarkan dalam tugas pokok, antara lain:

1.    mengedukasi, melakukan supervisi, dan    mengevaluasi integritas hakim secara berkesinambungan dalam rangka membangun sistem integritas peradilan;

2.    menyusun manajemen risiko pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim;

3.    menyusun roadmap pembangunan integritas peradilan;

4.    mensingkronkan kerja para hakim tinggi pengawas/inspektur atau tim pemeriksa dari Mahkamah Agung dan tim pemeriksa/penghubung dari Komisi Yudisial;

5.    menyampaikan laporan pembangunan integritas hakim kepada Ketua Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial secara berkala setiap 6 (enam) bulan.

6.    memberi kontribusi dalam pembangunan sistem integritas nasional sesuai dengan peran dan kapasitas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial;

7.    melaksanakan rapat secara reguler dan melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial.


            Komite dibentuk berdasarkan surat keputusan bersama antara Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial, yang pejabat/pegawainya diambil dari Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial serta tenaga profesional lainnnya.


            Gambaran umum struktur komite terdiri dari Dewan Pengarah, Ketua Komite dibantu oleh beberapa bagian yang dipimpin Kepala Bagian dan staf serta disuport oleh tim penilai/assessor sebagai tenaga ahli.


            Dewan Pengarah diisi oleh Hakim Agung, paling tinggi Ketua Kamar Pembinaa dan atau Pengawasan dan Komisioner Komisi Yudisial, paling tinggi Wakil Ketua Komisi Yudisial. Kepala atau Ketua dan wakilnya bisa dijabat oleh Kabiro Pengawasan dan Penindakan Hakim Komisi Yudisial dan atau Kepala Badan Pengawasan Mahmah Agung. Adapun Ketua atau Kepala Bagian dan staf diisi oleh pegawai Komiisi Yudisial dan Mahkamah Agung yang professional dan berintegritas.

Tugas masing-masing struktur komite sebagai berikut: 

Dewan Pengarah

  1.       Merumuskan visi dan misi komite;
  2.       Menetapkan rencana strategis, program kerja dan anggaran belanja;
  3.       Mengangkat dan memberhentikan pelaksana komite;
  4.      Menjalin komunikasi dengan para pemangku kepentingan;

 Kepala/Ketua

  1. Melaksanakan program kerja komite;
  2. Menyiapkan rencana kegiatan dan anggaran;
  3. Membuat standart operasional prosedur;
  4. Memberikan laporan dan bertanggungjawab kepada Dewan Pengarah; 

Tim Penilai/Assesor

  1. Merencanakan dan mengorganisasikan asesmen;
  2. Membuat intrumen penguatan dan penilaian intergritas hakim, baik manual maupun platform digital
  3. Melaksanakan tugas penguatan dan penilaian integritas hakim;

Bagian Sertifikasi

  1. Memfasilitasi kegiatan identifikasi peserta sertifikasi;
  2. Memfasilitasi kegiatan penguatan integritas ;
  3. Memfasilitasi kegiatan penilain integritas’
  4.  Memfasilitasi pembuatan intrumen penguatan dan penilaian;
  5.  Menfasilitasi pelaksanaan kegiatan sertifikasi;

Bagian Manajemen  Mutu

1.       Mengembangkan dan menerapkan sistem manajemen mutu i sesui arahan Dewan Pengarah;

2.       Memelihara berlangsungnya sistem manajemen agar tetap sesuai dengan standar dan pedoman yang diacu;

3.       Melakukan monitoring pelaksanaan program penguatan pengawasan; 

4.    Melakukan audit internal dan kaji ulang; 


Bagian Administrasi dan Keuangan

  1.  melaksanakan tugas-tugas ketatausahaan;
  2. Mengelola urusan perlengkapan dan kerumahtanggaan;
  3.  Menyusun anggaran belanja dan laporan keungan;

E. Kesimpulan

Dari pemaparan ringkas ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1.    Program dan kegiatan penguatan  pengawasan integritas hakim belum berimbang antara aspek pengawasan dan penindakan serta belum tersingkronisasi dengan baik antara program dan kegiatan Komisi Yudisial dengan Mahkamah Agung, dalam hal ini Badan Pengawasan sehingga hasilnya kurang maksimal.

2.       Ketidak singkronan terbaca pada hasil surve integritas hakim yang dilaksanakan Komisi Yudisial dengan pengaduan dan penjatuhan hukuman disiplin.

3.       Agar penguatan  pengawasan integritas hakim berjalan efesien dan efektif, berhasil menghadirkan hakim-hakim berintegritas tinggi/kuat perlu dibentuk Komite Penguatan dan Pengawasan Hakim.

Pernyataan (Acknowledgments)

1.       Kepada rekan sejawat yang membantu penulisan  ini, disampaikan terimaksih.

2.       Kepada istri tercinta yang mensuport penulisan artikel ini, terimaksih dan semoga amalnya dibalas oleh Allah Swt dengan balasan yang berlipat ganda.

Daftar Pustaka

  1. Mahkamah Agung RI, Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035, Jakarta, 2010. Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum, Mahkamah Agung RI 2.0, 
  2. Perma Nomor 7  Tahun 2016 tentang Penegakan Disiplin Kerja Hakim pada Mahkamah Agung dan                       Badan       Peradilan   yang     Berada   di Bawahnyahttps://jdih.mahkamahagung.go.id/legal-product/perma-nomor-7-tahun- 2016/detail, diakses 20 Maret 2024. Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum, Mahkamah Agung RI 2.0, 
  3. Perma Nomor 8     Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan      Mahkamah       Agung    dan            Badan           Peradilan         di    Bawahnya, https://jdih.mahkamahagung.go.id/legal-product/perma-nomor-8-tahun- 2016/detail, diakses 20 Maret 2024. Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum, Mahkamah Agung RI 2.0, 
  4. Perma Nomor 9     Tahun 2016 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan (Whistleblowing System) di Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya,https://peraturan.bpk.go.id/Details/209668/perma-no-9-tahun-2016, diakses 20 Maret 2024.Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum, Mahkamah Agung RI 2.0, 
  5. Undang- Undang   Nomor     3            Tahun                  2009         tentang            Mahkamah    Agung, https://jdih.mahkamahagung.go.id/legal-product/uu-nomor-3-tahun-2009/detail, diakses 20 Maret 2024. Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum, Mahkamah Agung RI 2.0, 
  6. Undang- Undang         Nomor     22          Tahun                  2004              tentang             Komisi   Yudisial, https://jdih.mahkamahagung.go.id/legal-product/uu-nomor-22-tahun- 2004doc/detail, diakses 20 Maret 2024.
  7. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring VI , Tahun 2016, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/integritas, diakses tanggal 20 Maret 2024.
  8. Data Base Peraturan DJHI, Badan Pemeriksa Keuangan, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 60 Tahun 2020 tentang Pembangunan Integritas Pegawai Aparatur Sipil Negara, https://peraturan.bpk.go.id/Detail, diakses 25 Maret 2024.
  9. Kepaniteraan Mahkamah Agung RI, Pedoman Perilaku Hakim, Jakarta, 2008. Mahkamah Agung RI,   https://www.mahkamahagung.go.id/id/berita/5185/dr-sunartohakim-harusberpengetahuandan  berintegritas, diakses 25 Maret 2024.
  10. Kompas.Com,https://nasional.kompas.com/read/2023/03/13/14343801/laporan-tahunan-komisi-yudisial-indeks-integritas-hakim-naik-043-persen,    diakses          24 Maret 2024
  11. Mahkamah Agung Republik Indonesia, Laporan Tahunan Mahkamah Agung Republik Indonesia Tahun 2023, Jakarta, 2024.
  12. Badan Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia, https://bawas.mahkamahagung.go.id/, 25 Maret 2024.

Posting Komentar untuk "KOMITE PENGUATAN PENGAWASAN INTEGRITAS HAKIM"