Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Implementasi Panggilan Melalui Surat Tercatat di Pengadilan Agama Kabupaten Malang

 


H. A. Zahri, S.H, M. HI

Pengadilan Agama Kabupaten Malang

ahmadzahri15@gmail.com

 ABSTRAK

Salah satu hal krusial dalam perkara e-court adalah  panggilan melalui  surat  tercatat sebagaimana amanat Perma Nomor 7 Tahun 2022 yang ditindak lanjuti SEMA Nomor 1 Tahun 2023  tentang Tata Cara Panggilan dan Pemberitahuan Melalui Surat Tercatat.  Pengaturan ini merupakan terobosan dan  pembaruan hukum acara untuk mengikuti perkembangan teknologi informasi dan mengatasi hambatan pelaksanaan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.

Panggilan melalui surat tercatat dilaksanakan petugas pos/kurier. Hipotesis yang dapat diajukan  bahwa petugas pos  tidak memiliki pemahaman hukum dan tanggungjawab mengenai panggilan sah dan patut, maka  konsekuensi logisnya akan banyak kesalahan/ketidaksesuaian yang dilakukan petugas pos dalam melaksanakan panggilan. Untuk menguji hipotesis  di atas penting dilakukan penelitian  bagaimana  perspektif   petugas  pos terhadap SEMA Nomor 1 Tahun 2023, kendala-kendala dalam melakukan panggilan dan kesalahan-kesalahan  yang mereka lakukan.

Tujuan penelitian ini untuk memastikan apakah benar pihak pos dalam  melakukan panggilan banyak kesalahan atau ketidaksesuaian  dengan ketentuan SEMA Nomor 1 Tahun 2023, apa saja kendalanya dan jenis kesalahannya.

Metode penelitian ini menggunakan penelitian hukum empiris dengan pendekatan socio legal. Teknik pengambilan data melalui  wawancara  dan observasi dokumen panggilan, kemudian  dianalisa dan diperoleh hasil bahwa petugas pos/kurir tidak memiliki perspektif yang benar dan utuh mengenai aturan panggilan surat tercatat dan tidak paham tentang panggilan sah dan patut, kendala utama yang dihadapi tidak bertemu penerima dan kesalahan yang utama  tidak memberi informasi yang lengkap  dan benar.

Kata Kunci: Implementasi Panggilan Melalui Surat  Tercatat

 

ABSTRACT 

One of the critical aspects of e-court proceedings is the issuance of summons via registered mail, as mandated by Supreme Court Regulation (Perma) Number 7 of 2022, which is further reinforced by Supreme Court Circular Letter (SEMA) Number 1 of 2023 on the Procedures for Summons and Notification via Registered Mail. This regulation represents a legal procedural breakthrough aimed at adapting to advancements in information technology while addressing challenges in ensuring a judiciary that is fast, simple, and cost-effective.

The issuance of summons via registered mail,  is executed by postal officers or couriers. A central hypothesis of this study is that postal officers lack adequate legal understanding and responsibility regarding the validity and appropriateness. Consequently, it is expected that postal officers may frequently make errors or inconsistencies in carrying out summons. To examine this hypothesis, this research investigates postal officers’ perspectives on SEMA Number 1 of 2023, the challenges they encounter in delivering summons, and the mistakes they commonly make. 

This study aims to determine whether postal officers frequently commit errors or inconsistencies in executing summons as per SEMA Number 1 of 2023, to identify the challenges they face, and to categorize the errors. 

This research is included in empirical legal research with a socio legal approach. Data collection methods include interviews and document analysis of summons records, then analyzed and obtained the results that postal officers/couriers do not have a correct and complete perspective on the rules of recorded mail calls and do not understand about legal and proper calls, the main obstacles faced are not meeting recipients and the main mistake is not providing complete and correct information.

Keywords: Implementation of Summons via Registered Mail 

PENDAHULUAN

Momentum bersejarah yang menandai sebuah era baru bagi peradilan Indonesia dalam pemanfaatan teknologi informasi adalah terbitnya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik yang dikenal luas dengan perkara e-court. Ketua MA (H.M. Hatta Ali) menyebut kebijakan tersebut sebagai “lompatan besar” di bidang  transformasi teknologi informasi. [1]

Setelah  dilakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan e-court sesuai Perma Nomor 3 Tahun 2018 dalam perjalanannya  kurang lebih setahun dan dinilai sukses karena telah diaplikasikan di empat lingkungan peradilan dan faktanya memberi kemudahan bagi pencari keadilan serta tidak ada hambatan yang berarti, maka Mahkamah Agung RI mengeluarkan Perma Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrsi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Eletronik sebagai revisi atau penyempurnaan Perma pertama tersebut di atas. Dengan adanya Perma No. 1 Tahun 2019, maka pelaksanaan e-Court menjadi semakin sempurna dengan adanya persidangan secara elektronik (eLitigation), e-Court berdasarkan Perma Nomor 1 Tahun 2019 meliputi e-Filling, eSummon, e-Payment dan e-Litigation.[2]

Berikutnya terbit Perma Nomor 7 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik, yang melahirkan norma baru berupa panggilan melalui surat tercatat, selanjutnya mengenai surat tercatat diatur dalam SEMA Nomor 1 Tahun 2023 tentang Tata Cara Panggilan dan Pemberitahuan Melalui Surat Tercatat. 

SEMA Nomor 1 Tahun 2023 juga melahirkan norma baru yang krusial, yakni panggilan melalui surat tercatat, dapat diserahkan kepada orang yang tinggal serumah dengan pihak berperkara atau pihak repsepsionis/keamanan dalam akses terbatas. Disebutkan pula bahwa tugas pemanggilan dan pemberitahuan adalah  jasa penyedia layanan pengiriman surat tercatat dan ditindaklanjuti Perjanjian Kerjasama antara Mahkamah Agung RI dan PT Pos Indonesia. Jadi petugas pos/kurir yang mengganti tugas juru sita/juru sita pengganti, maka patut dipertanyakan, bagaimana  tugas pemanggilan yang semula dilakukan oleh juru sita atau juru sita pengganti yang disumpah dialihkan perintahnya kepada petugas pos tanpa sumpah dengan berbagai ketentuan sebagaimana diatur dalam SEMA Nomor 1 tahun 2023 yang tidak mudah difahami dan dilaksanakan oleh aparat yang bukan aparat hukum, sehingga patut diduga melakukan banyak kesalahan/ketidaksesuaian.

Apalagi frasa “panggilan dapat diserahkan kepada orang yang tinggal serumah dengan pihak berperkara” tanpa  penjelasan/definisi oleh peraturan itu sendiri, sehingga menimbulkan pemahaman yang tidak tunggal.  Norma ini berlaku umum, baik orang yang tinggal di pedesaan maupun di perkotaan, padahal budaya masyarakat kota dan desa tidak sama. Masyarakat pedesaan erat kaitannya dengan nilai-nilai kebersamaan dan kekerabatan yang merupakan ciri khas utama didalam kehidupan sosial warga desa[3]. Secara fisik boleh jadi tidak satu bangunan, tapi satu komplek luas yang dihuni oleh penghuni yang masih satu kerabat. Masyarakat perkotaan cenderung lebih tertutup dan individual karena perbedaan yang lebih dominan terasa mencolok dan minimnya interaksi antar tetangga.[4] Terkadang satu rumah kos tidak saling mengenal. Karena perbedaan budaya antara desa dan kota, sepatutnya ada penjelasan khusus mengenai “orang dewasa yang tinggal serumah”, sehingga tidak menimbulkan bias dalam implementasinya.

Panggilan kepada para pihak berperkara merupakan tahapan yang esensial sehingga perlu diatur dengan aturan yang jelas dan rinci serta  dilaksanakan oleh pejabat yang profesional. Panggilan harus memenuhi ketentuan sah/resmi dan patut agar mendukung kelancaran proses pemeriksaan perkara, jika tidak memenuhi ketentuan sah/resmi  dan patut dapat menghambat pemeriksaan perkara dan tidak memenuhi asas sederhana, cepat dan biaya ringan. Resmi maksudnya adalah panggilan yang dilakukan oleh juru sita/juru sita pengganti secara tertulis dan disampaikan kepada para pihak ke alamat/tempat tinggal senyatanya. Patut maksudnya panggilan tersebut harus sudah disampaikan kepada yang bersangkutan sekurang-kurangnya 3 hari kerja sebelum persidangan.[5]

 Beberapa penulis telah mengadakan penelitian mengenai panggilan melalui surat tercatat, antara lain dapat disebutkan sebagai berikut:

1.  Ihsan Saputra, Darmini Roza dan Zennis Helen (2024) dengan judul  “Efektivitas Relaas Panggilan Surat Tercatat Via Pos dalam Penyelesaian Perkara Secara E-Court di Pengadilan Agama Padang Kelas IA”. Objek  penelitiannya fokus pada penilaian panggilan pos tercatat efektif atau tidak jika dikaitkan dengan kecepatan dan ketepatan penyelesaian perkara. Kesimpulan mereka, panggilan pos tercatat relatif efektif meskipun banyak kendala atau hambatan[6].

2.   Herlinca Nababan, Mustaqim dan  Hotma P. Sibuea (2024) dengn judul “Analisis Terhadap Panggilan Sidang Kepada Para Pihak Melalui Domisili Elektronik dan Surat Tercatat Berdasarkan Perma No. 7 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Perma No 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik”. Objek penelitianya mengenai panggilan elektronik dan surat tercatat. Mengenai  surat tercatat diperoleh kesimpulan bahwa petugas kantor pos dalam proses pengirimannya belum tepat sasaran, sehingga dikembalikan ke Pengadilan. Pos itu sebenarnya cepat, tapi surat banyak yang dikembalikan dengan alasan-alasan seperti rumah yang bersangkutan dalam keadaan kosong, alamat tidak dikenali dan yang bersangkutan pindah, sehingga hakim akan bermusyawarah untuk melakukan panggilan umum. Dengan demikian, azas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan tidak tercapai. [7]

Penulis pertama meneliti dan menganalisa keefektifan panggilan surat tercatat dibanding dengan panggilan manual dalam rangka memenuhi pelayanan yang sedehana, cepat dan biaya ringan. Sementara penulis kedua meneliti dan menganalisa panggilan elektronik dan surat tercatat yang fokus pada kendala-kendala yang dihadapi petugas pos dan pangilan retur, tanpa menggali perspektif petugas pos terhadap aturan panggilan surat tercatat dan dokumen yang dihasilkan. Maka tepat kiranya jika penulis melengkapi kedua penelitian tersebut di atas dengan sebuah penelitian  yang  komprehensif,  meliputi  perspektif pelaku pemanggilan, kendala dan kesalahan yang mereka lakukan untuk menguji sebuah hipotesis, bahwa petugas pos banyak melakukan kesalahan dalam melakukan pemanggilan dan jenis-jenis kesalahanya.

Karya tulis ilmiah ini berjudul “Implementasi Panggilan Melalui Surat Tercatat  di Pengadilan Agama Kabupaten Malang”.  Maksud judul dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:

1. Implementasi adalah pelaksanaan atau penerapan suatu perencanaan, kesepakatan, maupun penerapan kewajiban atau suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci.[8]

2. Panggilan/pang·gil·an/ n, diartikan antara lain:  imbauan; ajakan; undangan.[9] juga dimaknai pemanggilan atau proses memanggil dan kendalanya. Panggilan in casu adalah panggilan sidang.

3.  Surat Tercatat menurut Perma Nomor 7 tahun 2022 ayat 1 angka (13) adalah surat yang dialamatkan pada penerima dan dapat dibuktikan dengan tanda terima dari penerima dengan menyebutkan tanggal penerimaan.

4.   Pengadilan Agama Kabupaten Malang adalah Pengadilan Agama Kabupaten Malang Kelas I A yang berkedudukan di kota Kepanjen sebagai ibu kota Kabupaten Malang;

Ruang lingkup penelitian ini seputar pespektif petugas pos terhadap aturan panggilan  surat tercatat dan implementasinya pada perkara yang disidang oleh pengadilan  dalam  kurun waktu tanggal 2 Januari 2025 sampai dengan tanggal 13 Februari 2025. Tidak termasuk pemeberitahuan, dengan asumsi jika panggilan tidak bermasalah maka pemberitahuan juga tidak bermasalah.

Adapun  rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1.       Bagaimana perspektif petugas pos terhadap  SEMA Nomor 1 Tahun 2023?

2.       Kendala apa saja yang mereka hadapi sehingga banyak kesalahan/ketidaksesuaian?

3.       Dalam hal apa saja kesalahan/ketidaksesuaian yang mereka lakukan?

Landasan teori  penelitian ini  merujuk kepada  hukum acara yang mengatur panggilan“sah dan patut” sesuai  ketentuan HIR  Pasal 122, Pasal 388 dan Pasal 390 dikaitkan dengan Perma Nomor 7 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Perma No 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik dan selanjutnya dengan aturan pelaksanaannya, yakni SEMA Nomor 1 Tahun 2023  tentang Tata Cara Panggilan dan Pemberitahuan Melalui Surat Tercatat dan dokumen tindak lanjutnya berupa  Perjanjian Kerjasama Pengiriman Dokumen Surat Tercatat antara Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan PT Pos Indonesia (Persero) Nomor : 02 / HM.00/ PKS/ V / 2023 dan Nomor : PKS106 / DIR-5/ 0523 serta Perjanjian Kerjasama antara PT Pos Indonesia (Persero) Kantor Pos Malang 65100 dengan Pengadilan Agama Kabupaten Malang tentang Penyediaan Layanan Pos yang ditanda tangani tanggal 17 Juli 2023 dilengkapi dengan SOP panggilan surat tercatat yang diberlakukan di PT Pos Indonesia  dan Pengadilan Agama Kabupaten Malang.

Berdasarkan paparan tersebut, penelitian ini bertujuan mengungkap perpektif petugas pos, kendala yang mereka hadapi serta macam –macam kesalahan/ketidaksesuaian yang mereka lakukan. 

METODE PENELITIAN

Karya ilmiah ini menggunakan metode penelitian hukum empiris  dengan pendekatan socio legal. Penelitian hukum adalah sesuatu kegiatan yang dapat dilakukan dengan cara ilmiah dimana didalamnya ada tindakan menganalisa sesuatu peristiwa dan mengkonstruksi peristiwa hukum dengan   menggunakan metode tertentu, sistem tertentu, dan konsistensi tertentu. [10]  Pendekatan sosio-legal ini merupakan upaya untuk lebih jauh menjajaki sekaligus mendalami suatu masalah dengan tidak mencukupkan pada kajian norma-norma atau doktrin hukum terkait, melainkan pula melihat secara lengkap konteks norma dan pemberlakuannya.[11]

Masalah dan hipotesis telah dirumuskan dengan jelas berdasarkan telaah peraturan perundang-undangan mengenai panggilan surat tercatat sebagai landasar teori dan pengalaman empiris peneliti. Pengujian hipotesis dilakukan melalui wawancara dengan pejabat pos dan petugas pos/kurir, dan observasi/penelusuran terhadap informasi/tanda terima panggilan dan dokumen pendukung lainnya yang dibuat oleh petugas  pos/kurir. Secara harfiah hipotesis dapat diartikan sebagai sesuatu pernyataan yang belum merupakan suatu tesis; suatu kesimpulan sementara; suatu pendapat yang belum final, karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis juga disebut jawaban sementara terhadap tujuan penelitian yang diturunkan dari kerangka pemikiran yang telah dibuat.[12]

Penelusuran dokumen hukum berarti suatu aktifitas untuk melakukan penelitian, pencarian atau penjajakan terhadap dokumen hukum. Dokumen hukum diidentifikasi, lalu ditelaah dan dijadikan dasar argumentasi dalam membedah atau menganalisis kasus hukum yang sedang dihadapi.[13]

Berdasarkan data petugas tracking panggilan surat tercatat, Pengadilan Agama Kabupaten Malang  selama kurun waktu  tanggal 2 Januari 2025 sampai  dengan tanggal 13 Februari 2025 telah mengimplementasikan  panggilan melalui surat tercatat sejumlah 1.293 panggilan dengan melibatkan 17 petugas pos. Peneliti menetapkan jumlah panggilan surat tercatat tersebut di atas dan petugas pos yang melaksanakan sebagai populasi.

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian, keseluruhan obyek yang diteliti, baik berupa orang, benda, kejadian, nilai, maupun hal-hal yang terjadi. Populasi dapat juga diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek yang menjadi kuantitas dan karasteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.[14]

Mengingat populasi  cukup besar sehingga  tidak cukup waktu untuk meneliti seluruh populasi, maka perlu diambil sampel. Sampel secara sederhana diartikan sebagai bagian dari populasi yang menjadi sumber data yang sebenarnya dalam suatu penelitian. Dengan kata lain, sampel adalah sebagian dari populasi untuk mewakili seluruh populasi.[15] 

Ada beberapa teknik pengambilan sampel dan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Simple Random Sampling karena populasi bersifat homogen. Dikatakan simpel (sederhana) karena pengambilan anggota sampel dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi. [16]

Menurut Gay, Mills dan Airasian (2009: 133) untuk penelitian metode deskriptif, minimal 10% populasi, untuk populasi yang relatif kecil minimal 20%, sedangkan untuk penelitian korelasi diperlukan sampel sebesar 30 responden.[17]

Setelah data terkumpul selanjutnya dianalisis. Analisis diarahkan untuk menjawab rumusan masalah dan hipotesis yang diajukan. Dalam penelitian ini  analisis data menggunakan penalaran induktif. penalaran induktif bergantung pada pengamatan empiris dan generalisasi untuk merumuskan kesimpulan berdasarkan pola yang dapat dipahami.[18]

Wal hasil, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui  perspektif petugas pos terhadap SEMA Nomor 1 Tahun 2023 dan dokumen informasi/tanda terima dan eviden lain yang mereka hasilkan pada periode 2 Januari sampai dengan 13 Februari 2025 dengan jumlah 1.293 dokumen panggilan yang melibatkan 17 petugas pos dan diambil sampel secara acak sejumlah 268 panggilan  atau  17 % panggilan dan wawancara dengan 5 orang petugas pos sebesar 29 % dari populasi.

Tabel 1. Komponen dan Proses Penelitian



            Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel, veriabel independen/mandiri, variabel moderator dan variabel dependen/terikat. Varibel independen adalah perspektif petugas pos terhadap tata aturan pemanggilan melalui surat tercatat sebagaimana diatur dalam SEMA Nomor 1 Tahun 2023 tentang Panggilan dan Pemberitahuan Melalui Surat Tercatat. Variabel moderator/antara  adalah kendala-kendala yang dihadapi petugas pos dalam melaksanakan tugas yang merupakan faktor negatif terwujudnya kesalahan/ketidaksesuaian. Adapun variabel dependen adalah beberapa macam kesalahan yang dibuat oleh petugas pos dalam melakukan pemanggilan dan membuat dokumen sebagai bukti pemanggilan.

            Untuk  mengukur semua variabel  digunakan instrumen penelitian nontest berupa wawancara dan observasi/penelusuran dokumen panggilan. Wawancara dengan pejabat pos diajukan beberapa pertanyaan:

1.     Apa pernah dilakukan sosialisasi atau pelatihan petugas pos/kurir mengenai SEMA Nomor 1 Tahun 2023 dan atau PKS antara Mahkamah Agung RI dengan PT Pos;

2.     Apakah sudah ada SOP panggilan dan/pemberitahuan melalui surat tercatat dan telah disosialisasikan;

3.     Apa aplikasi yang digunakan untuk mengelola panggilan;

Wawancara dengan  petugas pos/kurir  diajukan beberapa pertanyaan seputar:

1.     Apa pernah mengikuti sosialisasi mengenai panggilan/pemberitahuan surat tercatat;

2.     Apa sudah memahami SEMA Nomor 1 Tahun 2023 dan SOP PT Pos mengenai prosedur  panggilan surat tercatat: Siapa harus menerima, prosedur  dan data apa saja yang harus dibuat dan diupload ke aplikasi;

3.     Apa kendala yang dihadapi dalam melakukan pemanggilan surat tercatat;

4.     Apa paham mengenai panggilan sah dan patut?

Untuk mengukur variabel ketiga, dilakukan observasi oleh tim peneliti dengan mengisi formulir kesesuaian/ketidaksesuaian dokumen panggilan dengan ketentuan SEMA Nomor 1 Tahun 2023 dan SOP dari PT Pos. Untuk memudahkan tim peneliti dalam  mengisi formulir kesesuaian/ketidaksesuaian dibuat tabel kondisi, kelengkapan eviden dan Informasi sebagai berikut:

 Tabel 2. Ketentuan Panggilan SEMA Nomor 1 Tahun 2023

No.

Kondisi

eviden

Informasi Petugas Pos

Keterangan

1

Bertemu pihak berperkara dan besedia menerima

-Tanda terima

-Tanggal terima; 

-                     -Identitas penerima;

-Titik koordinat

Telah diterima langsung oleh pihak penerima.

 

2

Bertemu pihak berperkara dan tidak bersedia menerima

 

Penerima tidak bersedia menerima/menandatangani tanda terima.

Retur ke Pengadilan

 

3

Bertemu Orang Dewasa Serumah atau Resepsionis/petugas keamanan dan bersedia menerima

-                     -Tanda Terima

-                     -Tanggal terima; 

-                     -Identitas penerima  - Kartu Identitas;

-Titik koordinat

Telah diterima oleh … (nama penerima) yang tinggal  serumah  dengan pihak penerima/  resepsionis/petugas keamanan.

Bukan pihak lawan dan bersedia menerima dan difoto

4

Rumah kosong/tertutup

-                     -foto kondisi rumah

-                     -Titik koordinat

-                     -Tanda tangan lurah/kades dan cap

telah diterima oleh . . . .. (nama penerima), lurah/ kepala desa karena tidak bertemu dengan pihak penerima setelah dilakukan pengantaran sebanyak 2 (dua) kali.

Tanpa retur

 

5

Alamat tidak ditemukan

-                      

"alamat pihak penerima tidak ditemukan sesuai keterangan ... . (nama}, lurah/ kepala desa (termasuk aparat kelurahan/ desa) ..(nama kelurahan/desa terkait.

-Retur ke pengadilan

-Panggilan umum

6

Pihak berperkara tidak tinggal di alamat dimaksud

-                      

"pihak penerima tidak tinggal di alamat yang dituju sesuai keterangan . . . . (nama), lurah/ kepala desa (termasuk aparat kelurahan/ desa) . . . . (nama kelurahan/ desa terkait.

-Retur ke pengadilan

-Panggilan umum

7

Pihak penerima telah meninggal dunia

-                      

pihak penerima telah meninggal dunia sesuai keterangan ... . (nama), lurah/ kepala desa (termasuk aparat kelurahan/ desa) . (nama kelurahan/ desa terkait

Retur ke Pengadilan

8

Disampaikan kepada lurah/kades (tidak bertemu pihak berperkara dan/orang yang tinggal serumah tidak mau menerima).

-                     -Tanda Terima (tanda  tangan)

-                     -Tanggal terima; 

-                     -Identitas penerima + Cap dinas

-                     -Titik koordinat

telah diterima oleh . . . .. (nama penerima), lurah/ kepala desa karena tidak bertemu dengan pihak penerima setelah dilakukan pengantaran sebanyak 2 (dua) kali.

Tidak retur

 

Disamping tabel di atas, disertakan pula SOP dari PT Pos Indonesia yang diperoleh dari Kantor Pos Padanan Kota Malang. SOP pengantaran surat tercatat  mulai dari pengadilan sampai ke penerima, baik yang diterima langsung oleh penerima maupun pihak lain. Hal demikian untuk memudahkan   peneliti menentukan kesesuaian/ketidaksesuaian dengan  dokumen panggilan yang dibuat kurir dan masuk dalam berkas perkara. SOP dimaksud sebagaimana gambar di bawah ini:                                      


                                                Gambar 1. Proses Bisnis

 

                                    Gambar 2. Diterima Penerima dan Orang Serumah



                                                 
Gambar 3. Diterima Lurah/Kades

 

                                         Gambar 4. Konfirmasi Diterima Lurah/Kades


HASIL DAN PEMBAHASAN

Uraian pada bab ini dibagi menjadi dua bagian, bagian pertama memaparkan data-data hasil penelitian, baik dari wawancara langsung maupun via telepon serata hasil observasi berkas perkara oleh tim peneliti.  Setelah data-data terkumpul kemudian dianalisa/dibahas  pada baian kedua.

Paparan Hasil Penelitian

 Setelah dilakukan wawancara dengan  Pejabat Pos (Asisten Manajemen Penghantaran) diberoleh data-data sebagai berikut:

1.   Tenaga kurir pos se-wilayah yuridiksi Pengadilan Agama Kabupaten Malang sejumlah 50 orang yang tersebar di 33 Kecamatan pada Kantor Pos Cabang Pembantu. Pada bulan Januari 2025 dikirim via pos  panggilan surat tercatat untuk Pengadilan Agama Kabupaten Malang sejumlah 1.244 panggilan dan pada bulan Februari sampai tanggal 13 dikirim  759 panggilan.

1.   Pernah dilakukan sosialisasi terhadap SEMA Nomor 1 Tahun 2023, Perjanjian Kerjasama antara Mahkamah Agung RI dan PT Pos Indonesia dan SOP Dukungan PT Pos Indonesia (Persero) Dalam Fungsi Peradilan di Indonesia   setelah ditanda tangani PKS antara Mahkamah Agung RI dan PT Pos Indonesi. Setelah itu dibuat Grup WhatsApp petugas  kurir dan dimonev setiap minggu oleh Koordinator panggilan di PT Pos Cabang Utama Kota Malang;

2.   Aplikasi yang digunakan untuk mengelola panggilan/pemberitahuan surat tercatat sama dengan aplikasi yang  digunakan pengelolaan kiriman pada umumnya, yaitu Aplikasi Mile App ;

Wawancara kepada petugas pos/kurir, baik tatap muka maupun melalu HP diperoleh data-data sebagai berikut:

1.   Semua kurir pernah mengikuti sosialisasi mengenai panggilan/pemberitahuan surat tercatat dengan materi SOP Dukungan PT Pos Indonesia (Persero) Dalam Fungsi Peradilan di Indonesia) sebanyak satu kali pada awal penugasan;

2.   Kiriman harus diberikan kepada nama yang tertera pada sampul surat, kalau tidak bertemu diserahkan kepada orang serumah atau keluarga pemerima dan kepala desa/lurah;

3.   Penerima difoto dirinya kalau mau dan KTP atau identitas lain dimintai tanda tangan melalui layar HP kurir;

4.   Penulisan nama penerima: penerima lansung, orang serumah atau kepala desa sudah ada kolom isian di aplikasi;

5.   Retur jika penerima pindah alamat/alamat tidak ditemukan berdasarkan keterangan tetangga atau orang yang ditemui, lalu dikonfirmasi dengan lurah/kepala desa serta diminta cap dan tanda tangan. Atau tidak bertemu penerima/orang serumah dan kepada/lurah tidak mau menerima.

6.   Para kurir tidak paham mengenai panggilan sah dan resmi;

Adapun  kendala yang dihadapi kurir dalam melakukan pemanggilan surat tercatat, antara lain;

1.     Alamat rumah tidak ditemukan atau penerima tidak dikenal berdasarkan informasi orang-orang di lokasi pemanggilan, kemudian ke kantor lurah/desa, para pegawai di kontor desa/lurah kadang juga tidak tahu, mereka pelu bertanya ke Pak RT. Ini membutuhkan waktu untuk ketemu beberapa orang, sementara waktu penghataran terbatas;

2.      serumah tidak mau menerima karena takut, campur tangan urusan orang, dll. dan setelah ke kantor desa/lurah tidak ada yang mau menerima karena takut terbebani urusan orang lain.

Selanjutnya hasil observasi dokumen panggilan surat tercatat dalam berkas perkara yang dilakukan peneliti ditampilkan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 3. Hasil Observasi Dokumen Panggilan

No.

Kondisi Sampel

Jumlah Dokumen

1

Diterima pihak berperkara dan  informasi tidak lengkap.

74  panggilan

2

Diterima orang dewasa tinggal serumah

5 panggilan

3

Diterima keluarga (ayah, ibu, paman, bibi, saudara dll).

152 panggilan

4

Diterima lurah/kades informasi petugas pos tidak lengkap.

7 panggilan

5

Diterima petugas Lembaga Pemasyarakatan dan informasi tidak lengkap.

2 panggilan

6

Retur dan informasi tidak lengjap.  

14 panggilan

7

Penerima tidak jelas hubunganya dengan pihak berperkara.

13 panggilan

8

Diterima pihak lawan

1 panggilan

 

Jumlah Sampel

268 panggilan

Selanjutnya disajikan dalam bentuk grafik batang sebagai berikut:


Gambar 5. Hasil Observasi Dokumen Panggilan Surat Tercatat

Analisa Hasil Penelitian

Dari wawancara dengan pejabat pos dan kurir diperoleh data bahwa pernah  diadakan sosialisasi berkenaan dengan panggilan melalui surat tercatat, namun materi utama adalah SOP PT Pos Indonesia, bukan SEMA Nomor 1 Tahun 2023. Hal demikian wajar kerena SEMA tersebut telah diaplikasikan oleh pihak pos dengan SOP PT Pos Indonesia. Maka benar hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini bahwa petugas pos tidak memahami panggilan sah dan patut, dimana narasi  panggilan sah dan patut itu bahasa hukum sementara petugas pos bukan aparat hukum.

Bila dibandingkan antara SEMA Nomor 1 Tahun 2023 dengan SOP PT Pos Indonesia sebenarnya sudah singkron kecuali yang terkait dengan informasi yang harus dibuat oleh petugas pos dan teks yang ada pada SEMA.  Misalnya, informasi yang harus ditulis menurut SEMA, “Telah diterima langsung oleh pihak penerima”, SOP Pos, “Diterima penerima” sebagaimana  tertera pada  Gambar 2. POD Kiriman dan Konfirmasi Lurah/Kades. Anehnya  dokumen yang dibuat kurir, keterangan siapa penerimanya sudah jarang ditemui. Padahal informasi siapa penerimanya itu sangat menentukan panggilan itu sah apa tidak.

Demikian juga mengenai tanda terima yang menurut pihak pengadilan adalah tanda tangan, namun jarang kurir yang minta tanda tangan kepada penerima, kecuali yang diterima lurah/kades. Penerima selain lurah/kades itu dibuat dilayar HP kurir bukan di atas kertas, sehingga petugas pos jarang minta penerima tanda tangan di layar HP mereka, apa alasanya tidak diungkap. Petugas pos sendiri yang membuat coretan/paraf di kolom tanda terima. Berbeda kalau diterima lurah/kades sering disertai tanda terima dan cap, hal demikian karena tanda tangan lurah/kades dan cap dibuat di sampul surat.

Foto indentitas dan foto diri yang dibuat kurir sebagian besar tidak sesuai dengan SOP Pos itu sendiri. Seharusnya foto identitas dan foto diri diambil dalam satu objek, yakni penerima dalam posisi memegang kartu identitas difoto dari arah depan sehingga wajahnya nampak jelas. Sampel hasil observasi dokumen sebagai berikut:






                Gambar 6. Contoh Dokumen Panggilan Melalui Surat Tercatat

Dua kendala/hambatan utama yang dikemukakan oleh kurir dari hasil wawancara, pertama: alamat rumah tidak ditemukan, rumah kosong/tertutup, tergugat atau termohon tidak dikenal, kedua: tidak bertemu penerima langsung, sementara orang serumah dan lurah/kedes tidak mau menerima. Sebenarnya hal demikian bukan kendala yang serius  jika kurir paham mekanisme panggilan sah dan patut, hanya perlu tambahan waktu dan tenaga sehingga target kurir tidak tercapai.

Hasil observasi dokumen yang dibuat kurir juga mengkonfirmasi bahwa persepsi petugas pos terhadap SEMA Nomor 1 Tahun 2023 hanyalah sebagai aturan administrasi pada umumnya. Mereka tidak paham bahwa SEMA itu memuat beberapa norma hukum yang harus ditegakkan karena memiliki akibat hukum. Karena mereka tidak paham perbedaan aturan administrasi dan norma hukum, maka dalam menyampaikan panggilan  yang penting sampai kepada alamat yang dituju, tidak diperhatikan siapa yang seharusnya dapat menerima.

Ketika datang ke alamat yang dituju dan bertemu seseorang dan ketika seseorang itu ditanya namanya  kebetulan  sama dengan yang tertulis di amplop maka surat langsung diserahkan dan hal demikian dianggap selesai, padahal masih ada yang harus dikerjakan yakni membuat berita acara penyerahan yang berbunyi, “Telah diterima langsung oleh pihak penerima”. dan tanda terima, dalam hal ini tanda tangan penerima.

Terdapat 74 panggilan yang diterima langsung oleh penerima (tergugat/termohon), namun tidak  satupun yang menulis informasi penerimaan/berita acara dengan benar/sesuai. Ini menunjukkan bahwa petugas pos tidak paham bahwa dokumen bukti penerimaan/relaas itu dokumen hukum dan merupakan bukti otentik. Bunyi informasi petugas tu sebagai dasar penilaian hakim bahwa panggilan itu sah atau tidak.

Tercatat  5 panggilan yang diserahkan orang dewasa yang tinggal serumah yang bersedia menerima.  Ada paraf, foto diri, tapi tidak semua disertai kartu identitas, semua informasi/berita acara yang ditulis petugas itu tidak sesuai format yang benar, yaitu “Telah diterima oleh … (nama penerima) yang tinggal  serumah  dengan pihak penerima atau  resepsionis/petugas”.

Diterima keluarga (ayah, ibu, paman, bibi, saudara dll.) disertai tanggal penerimaan, foto dan tanda terima sebanyak 152 panggilan. Hasil observasi pada item ini menunjukkan angka tertinggi. Hal demikian wajar karena dalam perspektif pengantar surat/kurir target utamanya surat segera dapat diserahkan kepada penerima, jika penerima sesuai alamat surat tidak ada dan bertemu orang terdekatnya dan mereka siap menerima, maka tanpa pikir panjang surat segera diserahkan. Tanpa menanyakan, apakah orang itu tinggal serumah atau tidak dengan penerima surat yang ditunjuk apada sampul surat atau tidak, apalagi yang menerima itu masih ada hubungan keluarga yang sangat dekat, misalnya ayah atau ibunya.

Perspektif kebanyakan orang, terutama yang tinggal di pedesaan hubungan keluarga itu ikatan yang kuat, apakah dia hidup serumah atau lain rumah. Dan ini pula yang dipahami kurir, meskipun yang dipanggil tidak tinggal serumah dengan yang menerima, tapi hubungan kekerabatan sangat dekat, kurir yakin bahwa surat itu akan sampai kepada yang dituju meskipun tidak sesuai aturan. Dalam hal ini, kesalahan tidak hanya dibebankan kepada kurir, tapi mungkin peraturanya yang perlu diperbaiki dengan menimbang antara orang serumah dengan kerabat dekat, antara masyarakat desa dan kota, sehingga tercipta keseragaman pemanggilan sebagaimana maksud SEMA No. 1 Tahun 2023.

Terdapat  7  panggilan yang diterima lurah/kades, namun sebagian tanpa cap desa/lurah dan informasi tidak sesuai format, misal “Telah diterima oleh . . . (nama penerima), lurah/ kepala desa karena tidak bertemu dengan pihak penerima setelah dilakukan pengantaran sebanyak 2 (dua) kali”. Informasi yang dibuat oleh kurir sesuai kasus yang dihapi: tidak bertemu pihak penerima setelah dilakukan hantaran 2 kali, sudah pindah rumah, rumah kosong, tidak detemukan alamatnya, telah meninggal dst. Kondisi ini dirasa ribet oleh petugas pos karena harus mengantar 2 (dua) kali. mencari lurah/kades sehingga kurir ambil jalan pintas langsung retur. Dan kasus retur tanpa keterangan lurah/kades terjadi sebanyak 14 panggilan.

Pada poin 7 ada sejumlah 13 panggilan yang tanpa ada keterangan siapa yang menerima atau hubungan penerima dengan pihak berperkara. Hal demikian terjadi menurut keterangan pihak kurir karena sudah yakin sampai kepada pihak berperkara dan juga jumlah kiriman yang harus di antara sangat banyak sehingga perlu efiensi waktu.

Ada pula satu panggilan yang diserahkan kepada pihak lawan, hal ini karena pihak penggugat dengan tergugat masih satu rumah atau bertetangga dekat, sementara petugas pos tidak memperhatikan bahwa orang serumah itu dikecualikan bukan pihak lawan.

Sebagian besar panggilan diketahui siapa penerimanya bukan dari dokumen panggilan, tapi diketahui setelah majelis hakim mengkonfirmasi kepada pihak penggugat dan atau kuasanya.

Mengingat sampel yang diambil itu dari petugas pos yang dalam hal ini memiliki karakter homogen, persepsi dan perspektif yang hampir sama antara yang satu dengan yang lain dan terkonfirmasi dengan dokumen yang mereka buat sebagian besar tidak sesuai dengan SEMA Nomor 1 Tahun 2023, maka dapat dinyatakan bahwa  sampel memenuhi kualifikasi generalisasi. 

KESIMPULAN

Setelah hasil penelitian diberikan pembahasan/analisa, maka selanjutnya dapat disimpulkan secara induktif.

1.   Petugas pos/kurir  tidak memiliki perspektif yang benar dan utuh terhadap  SEMA Nomor 1 Tahun 2023 tentang Panggilan dan Pemberitahuan Melalui Surat Tercatat dan tidak paham tentang panggilan sah dan patut, disebabkan tidak pernah mendapat sosialisasi/pelatihan terhadap SEMA dan  PKS antara Mahkamah Agung dan PT Pos Indonesia. Mereka hanya  menerima  penjelasan SOP PT Pos Indonesia tentang panggilan melalui surat tercatat.

2.   Beberapa kendala yang mereka hadapi: alamat tidak ditemukan/rumah kosong atau tertutup, orang serumah/lurah/kades tidak mau menerima. Kurir  membutuhkan waktu lebih lama sehingga tidak sesuai targetnya.

3.   Beberapa kesalahan/ketidaksesuaian  yang dilakukan oleh petugas pos/kurir, antara lain: tidak memberi informasi yang lengkap siapa penerima panggilan, tidak mengambil tanda  tangan dan foto diri serta kartu identitas dengan benar, retur tidak melalui prosedur yang benar.

Saran

1.   Mahkamah Agung RI bekerjasama dengan PT Pos Indonesia mengadakan pelatihan/Diklat kepada kurir, setelah dinyatakan lulus diberi sertipikat dan sebelum melaksanakan tugas disumpah oleh Ketua Pengadilan Negeri sesuai wilayah hukum kapupaten/kota tempat kurir bertugas.

2.   Merevisi Perma dan SEMA terkait panggilan dan pemberitahuan melalui surat tercatat berkaitan dengan frasa  “orang dewasa yang tinggal serumah dengan penerima”, setidaknya diberi penjelasan yang memadai serta dibuka opsi dapat diserahkan kepada keluarga dekat dengan penerima.

3.   Memberi tugas kepada pengadilan tingkat pertama untuk melakukan monev panggilan melalui surat tercatat dan melaporkan kepada pengadilan banding dan seterusnya melalui aplikasi eletronik. 

DAFTAR PUSTAKA

Amalia Vidra Tanti dan  Pambudi.  (2025). Dinamika Kehidupan Sosial Masyarakat Pedesaan: Analisis dari Perspektif Sosiologi. Journal on Education, Volume 07, No. 02, 9733-9740, Website: http://jonedu.org/index.php/joe.

Aminuddin Kasim, (18-3-2023) “Penelusuran Dokumentasi Hukum”, https://www.researchgate.net,

Anindyadevi Aurellia (2022). "Apa Itu Implementasi? Pengertian, Tujuan, dan Contoh Penerapannya" . https://www.detik.com/jabar/berita/d

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud. “Kamus Besar Bahasa Indonesia” https://kbbi.web.id/panggil.

Danuri dan Siti Maisaroh (2019). “Metodologi Penelitian Pendidikan”, (Yogyakarta : Samudra Biru),

Dewi Asimah (2021). “Persidangan Elektronik sebagai Upaya Modernisasi Peradilan di Era New Normal”. Puslitbang Hukum  dan Peradilan,  Ditjen Peradilan Militer dan Tata Usaha Negara , P-ISSN 2615:5222, Vol.4 No.1. https://jurnal hukumperatun.mahkamahagung.go,id

DJH Mahkamah Agung (2022). Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik. https://jdih.mahkamahagung.go.id/legal-product/perma-nomor-7-tahun-2022/detail

DJH Mahkamah Agung (2023). Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2023 tentang Tata Cara Panggilan Dan Pemberitahuan Melalui Surat Tercatat, https://jdih.mahkamahagung.go.id/legal-product/sema-nomor-1-tahun-2023/detail

Hildawati dkk. ( 2024). Buku Ajar Metodologi Penelitian Kuantitatif & Aplikasi Pengolahan Analisa Data Statistik. . PT. Sonpedia Publishing Indonesia ISBN : 978-623-8598-07-6 Cetakan Pertama, https://perpustakaan.politekniktempo.ac.id

Herlinca Nababan, Mustaqim dan  Hotma P. Sibuea. (2024). Analisis Terhadap Panggilan Sidang Kepada Para Pihak Melalui Domisili Elektronik dan Surat Tercatat Berdasarkan Perma No. 7 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Perma No 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik, Jurnal Ilmu Hukum, Homaniora dan Politik, Vol 4 No. 4 , https://dinastirev.org/JIHHP.

Herlambang P. Wiratraman (2024). Penelitian Sosio-Legal Dan Konsekuensi Metodologisnya, https://herlambangperdana. wordpress.com,

Idrus Alwi. Kriteria Empirik dalam Menentukan Ukuran Sampel Pada Pengujian Hipotesis Statistika dan Analisis Buti. Jurnal Formatif 2 (2) 140-148,  https://media.niliti.com.

Kepaniteraan Mahkamah Agung. (21-08-2018). “Era Baru Pengadilan Indonesia: Modern dan Berbasis Teknologi Informasi”. https://kepaniteraan.mahkamahagung.go,id,  

Mahkamah Agung RI (2023). Perjanjian Kerjasama Mahkamah Agung dan PT Pos Indonesia (Persero) tentang Pengiriman Dokumen Surat Tercatat,https://mahkamahagung.go.id>penngumuman, https://bit.ly/pksposma.

Mohammad Yamin Awie (2022). Buku Pintar untuk Memahami Hukum Acara. (Yokyakarta: Letera )

Nitaria  Angkasa, dkk (2019). Metode Penelitian Hukum Sebagai Suatu Pengantar. (Lampung: CV. Laduny Alifatama).

Nur Fadilah Amin, Sabaruddin Garancang dan Kamaluddin (2023). Konsep Umum Populasi Dan Sampel Dalam Penelitian. Jurnal Pilar; Jurnal Kajian Islam Kontemporer, 14, No. 1, 20,  https://journal.unismuh.ac.id.

Nyi Mas Melati Juniar dkk. (2022). Karakteristik Masyarakat Perkotaan di Komplek Depag Kota Serang Banten. Jurnal  SOSHUMDIK, - VOLUME 1, NO. 4,  , https://jurnal2.untagsmg.ac.id.

Rini Sriyanti, Nandang Hidayat dan  Rina Marlia (2024). Penalaran Deduktif, Induktif Dan Bahasa Dalam Penulisan Ilmiah, Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran, Volume 7 Nomor 4, 2024 | 16818  http://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/jrpp

Saputra, Darmini Roza dan  Zennis Helen. (14-11-2024). Efektivitas Relaas Panggilan Surat Tercatat Via Pos Dalam Penyelesaian Perkara Secara E-Court di Pengadilan Agama Padang Kelas IA. Jurnal Sakato Ekasakti Law Review, Volume 3, Issue 2, 2829-1298 Website: https://journal.unespadang.ac.id/JSELR

[1] Kepaniteraan Mahkamah Agung. (21-08-2018). “Era Baru Pengadilan Indonesia: Modern dan Berbasis Teknologi Informasi”. https://kepaniteraan.mahkamahagung.go,id,  diakses tanggal 15 Maret 2025.

[2] Dewi Asimah (2021). Persidangan Elektronik Sebagai Upaya Modernisasi Peradilan Di Era New Normal. Puslitbang Hukum  dan Peradialan,  Ditjen Peradilan Militer dan Tata Usaha Negara, P-ISSN 2615:5222, Volume 4 Nomor 1. https://jurnal hukumperatun.mahkamahagung.go,id

[3] Amalia Vidra Tanti dan  Pambudi.  (2025). Dinamika Kehidupan Sosial Masyarakat Pedesaan: Analisis dari Perspektif Sosiologi. Journal on Education, Volume 07, No. 02, 9733-9740, Website: http://jonedu.org/index.php/joe.

[4] Nyi Mas Melati Juniar dkk. (2022). Karakteristik Masyarakat Perkotaan di Komplek Depag Kota Serang Banten. Jurnal  SOSHUMDIK, - VOLUME 1, NO. 4,  , https://jurnal2.untagsmg.ac.id.

[5] Mohammad Yamin Awie (2022). Buku Pintar untuk Memahami Hukum Acara. (Yokyakarta: Letera ), hal. 31

[6] Saputra, Darmini Roza dan  Zennis Helen. (14-11-2024). Efektivitas Relaas Panggilan Surat Tercatat Via Pos Dalam Penyelesaian Perkara Secara E-Court di Pengadilan Agama Padang Kelas IA. Jurnal Sakato Ekasakti Law Review, Volume 3, Issue 2, 2829-1298 Website: https://journal.unespadang.ac.id/JSELR.

[7]  Herlinca Nababan, Mustaqim dan  Hotma P. Sibuea. (22 Mei 2024). Analisis Terhadap Panggilan Sidang Kepada Para Pihak Melalui Domisili Elektronik dan Surat Tercatat Berdasarkan Perma No. 7 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Perma No 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik, Jurnal Ilmu Hukum, Homaniora dan Politik, Vol 4 No. 4 , https://dinastirev.org/JIHHP.

 

[8] Anindyadevi Aurellia (18-07-2022). "Apa Itu Implementasi? Pengertian, Tujuan, dan Contoh Penerapannya" . https://www.detik.com/jabar/berita/d-6185222/, Diakses 18 Februari 2025.

[9] Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud. “Kamus Besar Bahasa Indonesia” https://kbbi.web.id/panggil. Diakses 18 Februari 2025. 

[10] Nitaria  Angkasa, dkk (2019). Metode Penelitian Hukum Sebagai Suatu Pengantar. (Lampung: CV. Laduny Alifatama). hal. 8

[11] Herlambang P. Wiratraman (2024). Penelitian Sosio-Legal Dan Konsekuensi Metodologisnya, https://herlambangperdana. wordpress.com, hal 2. Dikases 15 Februari 2025

[12] Hildawati dkk. ( 2024). Buku Ajar Metodologi Penelitian Kuantitatif & Aplikasi Pengolahan Analisa Data Statistik. . PT. Sonpedia Publishing Indonesia ISBN : 978-623-8598-07-6 Cetakan Pertama, https://perpustakaan.politekniktempo.ac.id

[13] Aminuddin Kasim. (18-3-2023) “Penelusuran Dokumentasi Hukum”, https://www.researchgate.net, diakses  20 Februari 2025.

[14] Danuri dan Siti Maisaroh (2019). “Metodologi Penelitian Pendidikan”, (Yogyakarta :Samudra Biru), hal 67

[15] Nur Fadilah Amin, Sabaruddin Garancang dan Kamaluddin (2023). Konsep Umum Populasi Dan Sampel Dalam Penelitian. Jurnal Pilar; Jurnal Kajian Islam Kontemporer, 14, No. 1, 20,  https://journal.unismuh.ac.id. diakses 23 Februari 2025

[16] Danuri dan Siti Maisaroh (2019). “Metodologi Penelitian Pendidikan”, (Yogyakarta :Samudra Biru), hal 67 , hal 86

[17]  Idrus Alwi. Kriteria Empirik Dalam Menentukan Ukuran Sampel Pada Pengujian Hipotesis Statistika Dan Analisis Buti. Jurnal Formatif 2 (2) 140-148,  https://media.niliti.com.

[18] Rini Sriyanti, Nandang Hidayat dan  Rina Marlia (2024). Penalaran Deduktif, Induktif Dan Bahasa Dalam Penulisan Ilmiah, Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran, Volume 7 Nomor 4, 2024 | 16818  http://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/jrpp

Posting Komentar untuk "Implementasi Panggilan Melalui Surat Tercatat di Pengadilan Agama Kabupaten Malang "