Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

KEUTAMAAN BULAN DZULHIJJAH

 

azahri.com

A. Mukadimah        

Bulan Dzulhijjah merupakan bulan ke 12 dalam kalender Hijriyah dengan urutan sebagai berikut: 1. Muharrom (المحرم), 2. Saffar (صفر), 3. Rabiul Awal (ربيع الأول), 4. Rabī‘ust Tsānī (ربيع الثاني), 5. Jumadil Awal atau Jumādal Ūlā (جمادي الأولي), 6. Jumadil Akhir atau Jumādal Ākhirah (جمادي الأخرة), 7. Rajab (رجب), 8. Sya’ban (شعبان), 9. Ramadan (رمضان), 10. Syawwal (شوال), 11. Dzul Qa’dah (ذو القعدة) dan 12. Dzul Hijjah (ذو الحجة)

Sistem kalender dibedakan menjadi 2, yakni Solar System (sistem  matahari), dihitung berdasarkan perjalanan Bumi mengelilingi Matari satu putaran selama satu tahun  dan lunar system (sistem bulan), dihitung berdasarkan perjalanan Bulan mengitarai Bumi menurut arah dari barat ke timur. Panjang waktu perjalanan Bulan dalam satu bulan dari satu ijtima/conjunction ke ijtima berikutnya = 29, 530569 hari atau 29 hari 12 jam 44 menit 02,89 detik.

            Kalender Hijriyah yang dipakai untuk kepentingan ibadah  ( Ramadhon, Idhul Fitri, Adha, Haji dll.) didasarkan pada perhitungan bulan hakiki (pada kenyataanya), tidak dibuat secara pasti dan konsisten dengan perhitungan rata-rata, misalnya: 29, 30, 29 dst.. sehingga dimungkinkan  terjadi perbedaan awal bulan antara metode yang satu dengan lainnya. Kasus Dzulhijah 1444 H/2023, Muhammadyash dengan kriteria hisab  Wjudul Hilal Wilayatul Hukmiyah, Idul Adha 10 Dzulhijjah jatuh  Rabu 28 Juni 2023 (kemungkinasn sama dengan Saudi Arabia). Sementara pemerintah berdasarkan kriteria Mabim (tinggi 3 ^ dan elongasi 6^), Idul Adha jatuh  Kamis 29 Juni 2023.   Hal ini berbeda dengan Solar system yang umur tiap-tiap bulanya telah ditetapkan secara pasti dan konsisten antara 30 dan 31 hari, kecuali bulan Februari 28/29 hari. 

            Kalender hijriyah dimulai bulan Muharam, meskipun hijrah Nabi Saw. bukan bulan Muharam tapi Rabiul Awwal , semata-mata atas pertimbangan kebutuhan praktis terkait pengelolaan anggaran negara penyelenggara haji, dimana akhir Dzuhijjah adalah waktu tutup buku penyelenggaraan haji, sekaligus akhir tahun anggaran.

B, Keutamaan Bulan Dzulhijjah

            Keutamaan waktu dan tempat tertentu dinyatakan oleh nash (dalil naqli) karena terkait aspek ukhrawiyah/ibadah, tidak boleh berdasar rekaan manusia semata. Hal berbeda jika keutamaan itu dari aspek muamalah duniawiyah (sosial budaya), lazimnya bersandar  pengalaman empiris manusia (dalil aqli).

            Islam mengenalkan keutamaan suatu bulan dibanding bulan lain. Misal,  empat bulan Haram dan Ramadhan dibanding bulan lain. Tapi Islam tidak pernah menyebutkan ada bulan sial/buruk, bahkn Rasulullah Saw. membantah keyakinan orang Arab Jahiliyah  tentang keburukan atau kesialan bulan Shafar. Hal serupa, keyakinan sebagian masyarakat Jawa dan Madura bahwa bulan Selo (kesesel barang sing olo), bulan Takepek (trejepit) dianggap bulan sial. Kepercayaan hari sial dan  bulan sial adalah sekedar mitos atau masuk katagori khurafat atau tahayul.

            Gambaran keutamaan bulan Dzulhijjah dipaparkan berdasarkan nash, baik Al Qur’an mapun hadis shahih, setidaknya hadis makbul. Beberapa keutamaan bulan Dzulhijah minimal sebagai berikut:

1. Bulan Haram dan Bulan Haji

Bulan haram atau hurum adalah bulan yang dimuliakan karena padanya dilarang untuk berperang atau saling menyakiti, baik fisik maupun nom fisik, kecuali hanya bertahan dari serangan musuh. Perang adalah aktifitas utama di zaman Jahiliyah dan kegiatan yang tidak dapat dihindari pada awal Islam.Tentang bulan hurum Allah Swt berfirman:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya empat bulan haram. Itulah agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi kalian semuanya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa.” (Qs. At Taubah: 36)

Dipertegas oleh Rasulullah Saw. mengenai empat bulan hurum melalui sabda beliasu :

إن الزمان قد استدار كهيئته يوم خلق الله السموات والأرض، السنة اثنا عشر شهرا، منها أربعة حرم، ثلاثة متواليات: ذو القعدة وذو الحجة والمحرم، ورجب مضر، الذي بين جمادى وشعبان

“Sesungguhnya waktu itu berputar sebagaimana keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun ada 12 bulan. Di antara bulan-bulan tersebut ada 4 bulan yang haram (berperang di dalamnya).Tiga bulan berturut-turut, yaitu: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan  Muharram, (dan yang terakhir) Rajab Mudhar, yaitu bulan di antara bulan Jumada (Jumadi Akhir) dan Sya’ban.” (HR. Al Bukhari)

Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa bangsa Arab adalah bangsa yang suka berperang, maka ketika Islam datang dan ada larangan berperang selama 4 bulan berturut-turut, meraka merasa tidak kuat menahan untuk tidak berperang selama 4  bulan. Rasanya ingin segera bertemu musuh dan beradu pedang di medan laga. Atas bimbingan wahyu Rasulullah Swt menyatakan bahwa bulan haram itu 3 bulan berturut-turut dan satu bulan adalah bulan Rajab.

Disamping bulan haram, bulan Dzulhiijah adalah bulan haji sesuai dengan namanya (pemilik haji). Umat Muslim yang mampu wajib  menunaikan haji di bulan Dzulhijjah.

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلا رَفَثَ وَلا فُسُوقَ وَلا جِدَالَ فِي الْحَجِّ….

(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.(Al Baqorah 197)

Dalam tafsir Jalalain yang dimaksud  bulan yang dimaklumi adalah: bulan Syawwal, Dzulqo’dah dan Dzulhijjah sampai tanggal sepuluh atau seluruhnya. Puncak ibadah haji itu wukuf di Arafah, sesuai sabda Rasulullaah Saw.:  الحج عرفة (رواه الجماعة)  “Haji itu (wukuf) di Arafah.” (HR. Al Jama’ah). Wukuf di Arafah itu rukun hasji yang tidak dapat diwakili dan dibayar dengan  dam, sehingga yang sakitpun ikut wukuf (safari wukuf) dengan ambulance.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ

Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Umrah ke ‘umrah berikutnya menjadi penghapus dosa antara keduanya dan haji mabrur tidak ada balasannya kecuali surga“. (Muttafaq ‘alaih).

 

            Walhasil, keutamaan bulan Dzulhijah ada dua, yakni bulan haram dan bulan haji. Bulan dilarang perang dan perbuatan fasad lain dan puncak pelaksanaan ibadah  haji yang penuh kebaikan dan berkah Allah Swt.

 

2. Bulan Bertabur Pahala Pada 10 Hari Pertama dan Tasyrik

Keutamaan bulan Dzulhijjah diabadikan dalam Al-Quran, yakni pada surat Al-Fajr ayat 2. وَلَيَالٍ عَشْرٍ "Dan demi malam-malam yang sepuluh." Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan:

 الليالي العشر : المراد بها عشر ذي الحجة . كما قاله ابن عباس ، وابن الزبير ، ومجاهد ، وغير واحد من السلف والخلف . وقد ثبت في صحيح البخاري ، عن ابن عباس مرفوعا مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ. يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ.

"Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai Allah SWT melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzulhijjah)." Para sahabat bertanya: "Tidak pula jihad di jalan Allah SWT?" Rasulullah SAW menjawab, "Tidak pula jihad di jalan Allah SWT, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun."

Sejalan dengan Hadits Nabi Saw.  dari Jabir radhiyallaahu ‘anhuma:

إن العشر عشر الأضحى، والوتر يوم عرفة، والشفع يوم النحر

“Sesungguhnya yang dimaksud dengan 10 itu adalah 10 bulan Al Adh-ha (bulan Dzulhijjah), dan yang dimaksud dengan “ganjil” adalah hari Arafah, dan yang dimaksud dengan “genap” adalah hari raya Idul Adh-ha. (HR. Ahmad, An-Nasaa’i, hadits ini dinilai shahih oleh Al-Haakim dan penilaiannya disepakati oleh Adz-Dzahabi)

Amalan utama selain puasa adalah memperbanyak berzikir, sesuai firman Allah Swt Sebagaimana firman Allah Ta’ala.وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ  “…. dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan …”. [al-Hajj/22 : 28].

Para ahli tafsir menafsirkan hari-hari tertentu  adalah sepuluh hari pertama Dzulhijjah ditambah tiga hari tasyri’ (11, 12, dan 13 Dzulhijjah). Karena itu, para ulama menganjurkan untuk memperbanyak tahlil, takbir dan tahmid atau kebaikan lainnya pada hari-hari tersebut, berdasarkan hadits dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma.

فأكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد

“Maka perbanyaklah pada hari-hari itu tahlil, takbir dan tahmid“. [Hadits Riwayat Ahmad].

وَكانَ ابْنُ عُمَرَ يُكَبِّرُ بِمِنىً تِلْكَ اْ لأَ يَّامَ وَخَلْفَ الصَّلَوَ اتِ وَعَلَى  فِرَ اشِهِ وَ فِيْ فُسْطَاطِهِ وَ مَجْلِسِهِ وَ مَمْشَاهُ  تِلْكَ اْلأَيَامَ جَمِيْعًا

"Ibnu Umar pernah bertakbir di Mina pada hari hari itu (Tasyriq) setelah shalat (lima waktu), di tempat tidurnya, di kemah, di majelis dan di tempat berjalannya pada hari hari itu seluruhnya"  (R. Bukhari)

Dianjurkan untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika berada di pasar, rumah, jalan, masjid dan lain-lainnya, sebagaimana hadis:

ابن عمر وأبو هريرة يخرجان إلى السوق في أيام العشر، فيكبران ويكبر الناس بتكبيرهما

“Ibnu Umar dan Abu Hurairah keluar ke pasar-pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Mereka bertakbir, dan orang-orang pun ikut bertakbir karena mendengar takbir dari mereka berdua. Ucapan takbir itu adalah,

اَللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ

Keutamaan bulan Dzulhijjah dapat dikatakan sama istimewanya seperti Ramadhan. Ini karena Allah SWT memberi banyak peluang bagi umat Islam untuk memperbanyak amal shalih yang tujuan dan niatnya hanya mengharapkan berkah dari-Nya. Jika keutamaan bulan Ramadhan terletak pada 10 malam terakhir, maka pada bulan Dzulhijjah keutamaannya ada pada 10 hari pertama di siang hari. 

3.  Puasa Arafah

Puasa Arafah adalah puasa yang dilakukan pada tanggal 9 Dzulhijjah. Pada saat itu kaum muslimin yang sedang menunaikan ibadah haji wukuf di Arafah. Kaum muslimin yang wukuf di Arafah dilarang berpuasa. Adapun keutamaan puasa ‘Arafah adalah sebagaimana sabda Rasulullah saw,

عَنً أَبِيً قَتَا دَةَالًأَنًصَارِيً: أَنَّ رَسُوًلَ اللّهِ سُئِلَ عَنً صَوًمِ يَوًمِ عَرَفَةَ, فَقَا لَ: يُكَفِرُ السَّنَةَ الًمَا ضِيَةَ وَالًبَا قِيَةَ, قَا لَ: وَسُئِلَ عَنً صَوًمِ يَوًمِ عَا شُوًرَاءَ, فَقَا لَ: يُكَفِّرُ السَّنَةَ الًمَا ضِيةَ

Artinya: Dari Abi Qatadah al-Anshari, bahwasanya Rasulullah saw ditanya tentang puasa Arafah, lalu ia berrsabda: “Puasa Arafah itu dapat menghapuskan dosa (selama dua tahun), yakni satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang. Adapun puasa ‘Asyura (10 Muharram) dapat menghapuskan dosa selama setahun yang telah lalu” (HR Muslim).

 

Pada riwayat lain,  bukan hanya hari Arafah saja yang disunahkan puasa, namun dapat dilakukan  sejak tanggal 1 hingga tanggal 9 DZulhijah. Hal ini ditegaskan dalam hadis berikut:                                               

عَنْ هُنَيْدَةَ بْنِ خَالِدٍ عَنِ امْرَأَتِهِ عَنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ [رواه أحمد وأبو داود].

Dari Hunaidah ibn Khālid, dari istrinya, dari salah seorang istri Nabi saw (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Adalah Rasulullah saw melakukan puasa pada sembilan hari bulan Dzulhijah, hari Asyura, tiga hari setiap bulan, dan hari Senin dan Kamis pertama setiap bulan [HR Aḥmad dan Abū Dāwūd].

 

4. Melaksanakan Shalat Idul Adha dan Mendengarkan Khutbah.

Melaksanakan shalat Idul Adha dan mendengarkan khutbah adalah kewajiban setiap muslim, meskipun menurut jumhur ulama hukumnya tidak wajib, sunat muakad. Namun demikian wanita yang sedang berhalangan dianjurkan datang  ke tanah lapang meskipun tidak ikut shalat.

Sebagaimana pada shalat Idul Fitri, menghadiri shalat Idul Adha juga dituntunkan berpenampilan rapi. Berhias, memakai pakaian bagus dan wangi-wangian.

عَنِ اْلحَسَنِ السِّبْطِ قَالَ: أَمَرَناَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِيْ العِيْدَيْنِ أَنْ نَلْبَسَ أَجْوَدَ ماَ نَجِدُ وَأَنْ نَتَطَيَّبَ بِأَجْوَدِ ماَ نَجِدُ وَأَنْ نُضَحِّيَ بِأَسْمَنِ ماَ نَجِدُ (اَلْبَقَرَةُ عَنْ سَبْعَةٍ والجزر عن عَشَرَةٍ) وَأَنْ نُظْهِرَ التَّكْبِيْرَ وَالسَّكِيْنَةَ وَاْلوٍقَارَ.

 Diriwayatkan dari al-Hasan cucu Rasulullah saw (dilaporkan bahwa) ia mengatakan: Kami diperintahkan oleh Rasulullah saw untuk pada dua hari raya [Idul Fitri dan Idul Adlha] memakai pakaian kami terbaik yang ada, memakai wangi-wangian terbaik yang ada, dan menyembelih binatang korban tergemuk yang ada (sapi untuk tujuh orang dan unta untuk sepuluh orang) dan supaya kami menampakkan keagungan Allah, ketenangan dan kekhidmatan.

 

Berbeda dengan Idul Fitri, untuk Idul Adha dituntunkan agar orang tidak makam terlebih dahulu sejak fajar sampai dengan selesai shalat Idul Adha. Hal ini sesuai dengan sunnah yang dilakukan Nabi saw.

 

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَطْعَمَ وَلاَ يَطْعَمُ يَوْمَ اْلأَضْحَى حَتَّى يُصَلِّيَ. [رواه الترمذي].

Diriwayatkan dari ‘Adullah Ibnu Buraidah dari ayahnya [yaitu Buraidah Ibnu al-Husaib] ia berkata: Rasulullah saw pada hari Idul Fitri tidak keluar sebelum makan, dan pada hari Idul Adha tidak makan sampai shalat lebih dahulu. [HR. at-Tirmidzi].

5.  Berkurban Pada Hari Raya Qurban dan Hari-Hari Tasyriq.

Berkurban juga menjadi amalan bulan Dzulhijjah oleh umat muslim yang mampu. Berkurban dilakukan saat Idul Adha. Allah Swt. berfirman:   فصل لربك وانحر“Maka shalatlah kamu untuk Tuhanmu dan berkurbanlah!” (Qs. Al Kautsar: 2).

Bahkan Rasulullah saw memerintahkan berkurban dengan bahasa yang tegas dan lugas bahkan disertai ancaman. Ancaman untuk tidak dekat-dekat dengan tempat shalat atau dengan istilah lain tidak diakui menjadi umat Muhammad.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَنَا

“Dari Abu Hurairah ra., nabi Muhammad saw bersabda, “Barang siapa yang mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berkurban, maka janganlah ia menghampiri (mendekati) tempat shalat kami”. (Hadits Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah).

Dilarang mencabut atau memotong rambut dan kuku bagi orang yang hendak berkurban. Diriwayatkan oleh muslim dan lainnya, dari Ummu Salamah radhiyallhu ‘anha bahwa Nabi Saw. bersabda.

إذا رأيتم هلال ذي الحجة وأراد أحدكم أن يضّحي فليمسك عن شعره وأظفاره

“Jika kamu melihat hilal bulan Dzulhijjah dan salah seorang di antara kamu ingin berkurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya“.

Keutamaan bulan Dzulhijjah tidak hanya  dari aspek ukhrawiyah, tapi juga aspek  muamalah duniawiyah (sosial, ekonomi, politik budaya dll). Al Qur’an memberi isyarat:

﴿لَیۡسَ عَلَیۡكُمۡ جُنَاحٌ﴾ فِي ﴿أَن تَبۡتَغُوا۟﴾ تَطْلُبُوا ﴿فَضۡلࣰا﴾ رِزْقًا ﴿مِّن رَّبِّكُمۡۚ﴾ بِالتِّجَارَةِ فِي الْحَجّ نَزَلَ رَدًّا لِكَرَاهَتِهِمْ ذَلِكَ

“Bukanlah suatu dosa bagimu mencari karunia dari Tuhanmu (mencari rezki dengan berdagang),” (Al Baqorah 198), senada dengan  Al Maidah ayat 2 :

وَلَاۤ ءَاۤمِّینَ ٱلۡبَیۡتَ ٱلۡحَرَامَ یَبۡتَغُونَ فَضۡلࣰا مِّن رَّبِّهِمۡ وَرِضۡوَ ⁠نࣰاۚ

…”Jangan mengganggu orang-orang yang mengunjungi rumah Allah untuk menacari karunian (bisnis) dan keridhaan-Nya”,,,,,

Bentuk-bentuk  kegiatan dalam bulan Dzul hijjah antara lain:

1.         Konggres atau silaturahmi umat Islam sedunia saat mereka berhaji;

2.         Peningkatan devisa bagi negara penyelenggara haji dan penyedia perlengkapan haji;

3.         Peningkatan aktifitas bisnis perdangan internasional di Arab Saudi dan negara asal jamaah haji;

4.         Peningkatan bisnis  hewan kurban, baik di Arab Saudi, maupun di negara-negara yang mayoritas   berpenduduk muslim ;

5.         Perbaikan gizi umat Islam, khususnya di negara yang banyak berpenduduk kurang mampu.

C. Penutup

            Idul Adha disusul dengan tiga hari Tasyrik, maka seyogyanya ritual mudik, halal bihalal, THR  serta aneka tradisi yang menyertainya, dirancang dan dilaksanakan  pada momen  hari Raya Haji, bukun Idul Fitri yang hanya sehari dan hari berikutnya sudah disyariatkan puasa Syawwal, dengan alasan sebagai berikut:

1.    Hari raya Idul Adha tidak didahului dengan puasa wajib, hanya puasa sunat (puasa Arafah) sehingga apabila kita melakukan persiapan mudik dan halal bi halal tidak mengganggu ibadah wajib.

  1. Hari raya Idul Adha ditambah hari Tasyriq  sebanyak empat hari, berbeda dengan Idul Fitri yang waktunya hanya sehari sehingga untuk bersilaturrahmi lebih leluasa tidak terganggu dengan puasa Syawwal.
  2. Uang THR, bonus dsb bisa dibelikan hewan qurban untuk dibagikan kepada fakir miskin sehingga lebih bermanfaat, tidak hanya untuk kepentingan pribadi seperti belanja Idul Fitri.

Untuk merealisasikaan ide-ide tersebut tokoh masyarakat, tokoh agama bersama DPR dan Pemerintah merumuskan suatu peraturan perundang-undangan tentang perubahan tradisi mudik, halal bi halan dan THR ke Idul Adha. Atau mendorong budaya lokal yang telah memiliki tradisi mudik di hari Raya Idul Adha seperti  suku Madura dikembangkan menjadi budaya nasional.

Masyarakat Madura menyebut Idul Adha dengan Riaja (Hari Raya Besar), sedang sedang Idul Fitri dengan sebutan Telasan, artinya habis-habisan. Pada saat Riaja orang Madura yang ada di luar pulau Madura turun ke Madura (pulang kampung) untuk merayakan Riaja dengan silatrurrahmi ke sanak saudara. Walahu “alam bi shawab.

 

 

Posting Komentar untuk "KEUTAMAAN BULAN DZULHIJJAH"