Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Posisi Tangan Waktu I’tidal

 


            azahri.com
~ Dalam kajian ini ada dua pendapat, berikut dikemukakan kedua pendapat tersebut dengan argumentasinya masing-masing.

 Pertama, pendapat yang menyatakan waktu i’tidal harus sedekap mengemukakan dalil-dalil, antara lain:

عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهَُّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ كَبَّرَ رَفَعَ يَدَيْهِ حِذَاءَ أُذُنَيْهِ ثُمَّ حِينَ رَكَعَ ثُمَّ حِينَ قَالَ سَمِعَ اللهَُّ لِمَنْ حَمِدَهُ رَفَعَ يَدَيْهِ وَرَأَيْتُهُ مُمْسِكًا يَمِينَهُ عَلَى شِمَالِهِ فِي الصَّلاةِ ... [رواه أحمد]

Artinya: “Dari Wail bin Hujr, ia berkata: Saya pernah melihat Nabi saw ketika bertakbir beliau mengangkat kedua tangannya hingga berbetulan dengan kedua telinganya, kemudian juga (mengangkat tangan) ketika rukuk, kemudian ketika mengucap sami’allahu liman hamidahu (juga mengangkat kedua tangannya) dan pada (waktu itu) saya melihatnya dalam keadaan memegang dengan tangan kanannya atas tangan kirinya dalam shalat … .” [HR. Ahmad]

Lafaz “ra‘aituhu mumsikan biyamiinihi ‘ala syimalihi” merupakan petunjuk yang sangat jelas, bahwa setelah bangkit dari rukuk (ketika berdiri i‘tidal), tangan kanan berada di atas tangan kiri, dan tentu saja letaknya di dada karena ada riwayat lain yang menerangkan demikian sebagaimana disebutkan:

عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ قَالَ: صَلَّيْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَوَضَعَ يَدَهُ اليُمْنَى عَلَى يَدِهِ اْليُسْرَى عَلَى صَدْرِهِ [رواه ابن حزيمة]

Artinya: “Dari Wail bin Hujr, ia berkata: Sava pernah shalat beserta Nabi saw, ia meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya di dadanya.”

Dalil yang lain ialah hadis riwayat Ahmad juga dari Wail bin Hujr:

صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَبَّرَ حِينَ دَخَلَ وَرَفَعَ يَدَهُ وَحِينَ أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ رَفَعَ يَدَيْهِ وَحِينَ رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ رَفَعَ يَدَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ [رواه أحمد]

Artinya: “Saya shalat di belakang Nabi saw, maka ia bertakbir ketika ia masuk (memulai shalat) dan mengangkat kedua tangannya, dan ketika akan rukuk ia angkat kedua tangannya dan ketika mengangkat kepalanya dari rukuk ia (juga) mengangkat kedua lengannya dan ia meletakkan kedua telapak tangannya ... . [HR. Ahmad]

Kesimpulannya bahwa berdasarkan kedua riwayat Ahmad di atas sedekap ketika berdiri i’tidal hukumnya wajib.

Kedua, pendapat yang menyatakan waktu i’tidal tidak perlu sedekap, dengan penjelasan mengenai masalah tersebut sebagai berikut:

رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاضِعًا يَمِينَهُ عَلَى شِمَالِهِ فِي الصَّلاةِ [رواه أحمد]

Artinya: “Aku melihat Nabi saw meletakkan tangan kanannya pada tangan kirinya dalam shalat.” [HR. Ahmad]

صَلَّيْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَوَضَعَ يَدَهُ اليُمْنَى عَلَى يَدِهِ اْليُسْرَى عَلَى صَدْرِهِ [رواه ابن حزيمة]

Artinya: “Saya shalat bersama Nabi saw dan beliau meletakkan tangan kanannya pada tangan kirinya di dadanya (sedekap).” [HR. Ibnu Huzaimah]

Dua hadis di atas bersifat umum, maksudnya bahwa Nabi saw meletakkan tangannya di dada (sedekap) pada waktu shalat. Sikap tangan seperti itu (sedekap) dikecualikan pada waktu rukuk, sujud, duduk antara dua sujud, duduk tasyahud awal, dan duduk tasyahud akhir. Posisi sedekap juga dilakukan ketika berdiri sesudah takbiratul ihram, seperti disebutkan dalam hadis riwayat Muslim, dan ketika berdiri sesudah rakaat pertama, sesudah tasyahud awal dan sesudah rakaat ketiga, sebagaimana diatur dalam hadis riwayat Muslim dan lain-lain. Sedangkan yang belum ada aturan khususnya yaitu ketika berdiri i’tidal. Maka untuk ini diberlakukanlah aturan umum, yaitu menurut ketentuan dua hadis di atas (hadis riwayat Ahmad dan riwayat Ibnu Khuzaimah), bahwa posisi tangan ketika i’tidal adalah sedekap.

Sementara itu pendapat yang lain mengatakan bahwa posisi tangan sesudah i’tidal adalah lurus ke bawah (tidak sedekap di dada). Dalil-dalil yang dikemukakan adalah sebagai berikut:

... وَاعْتَدَلَ حَتَّى يَرْجِعَ كُلُّ عَظْمٍ فِي مَوْضِعِهِ مُعْتَدِلا [رواه الترمذي]

Artinya: “… dan Nabi berdiri tegak (i’tidal) sehingga tiap-tiap tulangnya kembali di tempatnya dengan lurus.” [HR. at-Turmudzi]

ثُمَّ يَمْكُثُ قَائِمًا حَتىَّ يَقَعَ كُلُّ عُظْمٍ فِي مَوْضِعِهِ [رواه ابن أبي شيبة]

Artinya: “… kemudian Nabi tegak berdiri sehingga setiap anggota badan kembali ke tempatnya.”

فَإِذَا رَفَعْتَ رَأْسَكَ فَأَقِمْ صُلْبَكَ حَتَّى تَرْجِعَ الْعِظَامُ إِلَى مَفَاصِلِهَا [رواه أحمد]

Artinya: “Apabila kamu mengangkat kepalamu (dari rukuk) maka tegakkanlah punggungmu sampai kembali tulang-tulang kepada sendi-sendinya.” [HR. Ahmad]

لاَ تُجْزَئُ صَلاةٌ لاَ يُقِيمُ الرَّجُلُ فِيهَا صُلْبَهُ فِي الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ [رواه الخمسة]

Artinya: “Tidak dibalas shalat seseorang yang tidak meluruskan tulang punggungnya ketika rukuk dan sujud.”

Lafal “kullu admin” (tiap-tiap tulang) pada hadits di atas, yang dimaksud bukan tulang punggung yang harus berposisi lurus setelah bangkit dari sujud atau rukuk, sebab posisinya ketika sujud dan rukuk sudah diatur dalam hadis keempat. Dengan demikian yang dimaksud dengan “admin” dan “udwin” dalam hadis di atas adalah kedua tangan, sehingga posisi kedua tangan sesudah i’tidal adalah lurus ke bawah, karena kalau tangan bersedekap di dada berarti tidak lurus. Jadi kami berkesimpulan bahwa posisi tangan sesudah i’tidal adalah lurus ke bawah (tidak sedekap). Walllahu a’lam.

Posting Komentar untuk "Posisi Tangan Waktu I’tidal"