Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

IBADAH PUASA MENEGUHKAN INTEGRITAS

 

   azahri.com ~ Tujuan  akhir disyariatkan semua ibadah, termasuk  puasa Ramadhan adalah membentuk insan takwa. Takwa ada di dada masing-masing pemiliknya, yang nampak dari takwa adalah implementasinya, prilaku pemiliknya dalam kehidupan nyata.

            Salah satu pengejawentahan takwa adalah tampil pada  pribadi yang berintegritas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia integritas diartikan mutu, sifat, dan keadaan yang menggambarkan kesatuan yang utuh, sehingga memiliki potensi dan kemampuan memancarkan kewibawaan dan kejujuran.

Integrity (bahasa Indonesia integritas), subtansi maknanya adalah keutuhan. Bila dikaitkan dengan individi adalah sosok pribadi yang utuh tidak terpecah atau ambigu. tindakannya sesuai dengan nilai, keyakinan, dan prinsip yang dipegangnya.

Ciri seorang yang berintegritas ditandai oleh satunya kata dan perbuatan, bukan seorang yang kata-katanya dan kenyataannya berbeda karena banyak wajah dan penampilan yang disesuaikan dengan motif dan kepentingan. Bila dikaitkan dengan institusi, maka institusi itu dikatakan berintegritas ketika melakukan tindakan konsisten sesuai dengan nilai, tujuan dan tugas yang diemban oleh institusi tersebut.

Secara  komprehensif integritas  meliputi  3 (tiga) dimensi, yaitu kejujuran, konsistensi, dan keberanian. Kejujuran (honesty) adalah dimensi potensi integritas pada kesadaran diri atau hati nurani. Konsistensi (concistency) adalah dimensi potensi integritas yang menunjukkan pada kesinambungan sikap dan perbuatan dihadapkan pada godaan dari luar. Keberanian (courage) adalah dimensi potensi integritas yang menunjukan pada keberanian menegakan kebenaran secara terbuka, tak gentar membela yang benar.

Berdasarkan kriteria tersebut di atas dirumuskan konsep kadar integritas yang terdiri dari 3 (tiga) tingkat yaitu:

1.      Rendah : Jujur mengikuti nurani  yang selalu pasti mengarahkan pada kebaikan dan kebenaran (nilai-nilai universal).

2.      Sedang : Konsisten untuk jujur mengikuti nurani walaupun datang godaan.

3.      Tinggi : Berani untuk konsisten jujur mengikuti nurani walaupun harus menanggung risiko.

Contoh pribadi yang beritegritas ditunjukkan pengembala kambing ketika diuji Khalifah Umar bin Khattab, dalam kisah yang viral sebagai berikut.         

Pada suatu hari, Umar bin Khattab melakukan perjalanan seorang diri  ke luar kota. Dia ingin melihat langsung kondisi rakyat yang dipimpinnya. Umar pun sampai di padang rumput. Dia melihat ada seorang anak yang sedang mengembala kambing-kambingnya. Umar sangat tertarik dengan kambing-kambing yang digembalakan anak itu.  Dia pun menghampiri sang pengembala.

Umar berkata, "Wahai pengembala, banyak sekali kambing-kambingmu.  Bersediakah kamu menjual seekor kambingmu itu kepadaku?" "Maaf tuan,  kambing-kambing ini bukan milikku. Aku hanya pengembala yang bekerja menerima upah saja. Kambing-kambing yang banyak ini adalah milik tuanku," jawab pengembala itu.

Umar pun terus membujuk pengembala itu untuk menjual kambing-kambing yang digembalakannya. Dia pun berkata, "Wahai pengembala, majikanmu tidak akan tahu jika kamu menjualnya kepadaku seekor saja. Karena tidak ada  orang  yang tahu jika kamu menjual seekor kambing milik majikanmu kepadaku."

Si pengembala menatap wajah Umar. Dia pun berkata, "Wahai tuan, engkau benar tidak ada satu pun orang yang tahu  jika aku menjual seekor kambing milik majikanku. Tapi, di mana Allah, tuan? Dia selalu melihat apa yang diperbuat oleh makhluk-Nya."

Seketika itu Umar bin Khattab meneteskan air mata. Dia sangat kagum dengan kejujuran si pengembala yang tidak mau melakukan tindakan yang tidak berintegritas. Kemudian khalifah Umar bin Khattab  pun meminta kepada si pengembala untuk mengantarkannya kepada sang pemilik kambing-kambing itu. Setelah sampai di tempat yang dituju, maka Umar bin Khattab bertanya kepada pemilik kambing tersebut, "Apakah saya boleh menebus budak pengembala ini, dengan maksud untuk saya merdekakan?" Jawab sang majikan, " Boleh saja, asal cocok saja tebusannya."

Setelah terjadi tawar menawar, khalifah Umar bin Khattab pun membeli si pengembala itu.  Selain itu, dia pun membeli beberapa ekor kambing milik majikan si pengembala. Kemudian dia pun  pun berkata anak ( si pengembala), "Sekarang kamu sudah saya tebus dan kamu akan saya merdekakan. Saya kagum dengan keteguhanmu dalam memegang amanah."  Umar  bin Khattab pun  menyerahkan beberapa ekor kambing yang dibelinya kepada si pengembala.

Anak itu (pengembala), sangat senang sekali mendengar perkataan Umar  bin Khattab. Dia merasa takjub terhadap kebaikan Umar yang baik hati, dan barulah kemudian  dia tahu bahwa ia sedang berhadapan dengan seorang khalifah.  Si pengembala itu pun menngucapkan terima kasih atas kebaikan Umar yang telah membebaskan dirinya dan memberikan beberapa ekor kambing.

Kisah tersebut mengandung ibrah atau pelajaran antara lain:

1.      Pemuda pengembala yang punya integritas tinggi, meskipun ia mendapat tawaran yang menggiurkan untuk berbuat korup, tak bergeming tetap mempertahankan keyakinan dan prinsip hidup yang dipegang;

2.      Intgritas pribadi yang murni, bukan karena tahu dihadapannya seorang pejabat tinggi atau karena akan mendapat reward;

Pribadi yang berintegritas tidak lahir secara instan, tentu melalui internalisasi nilai-nilai trasendental/akidah dan akhlakul karimah dalam proses panjang dan berkesinambungan.

Salah satu media membangun integritas  adalah puasa. Puasa sebagai langkah tepat untuk membentuk pribadi yang berintegritas  secara komperehensif. Nabi bersabda:

وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِم

Puasa adalah perisai, jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah berkata keji dan berteriak-teriak, jika ada orang yang mencercanya atau memeranginya, maka ucapkanlah, ‘Aku sedang berpuasa” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Kita mafhum bahwa puasa adalah  suatu perbuatan yang tidak bisa dinampakkan karena puasa berupa perbuatan negatif (tidak makan, minum dan berkumpu;). Bergaya loyo, lemas dan sejenisnya bukan hanya milik orang yang berpuasm sakitpun demikian. Wal hasil yang tahu seseorang berpuasa hanya dirinya dan Allah Swt.

Islam menuntun pemeluknya untuk berintegritas  karena pribadi yang berintegritas  akan hidup tenang  dan menciptakan suasana kondusif dalam kehidupan bermasyarakat. Sebuah masyarakat atau komunitas yang dihuni pribadi pribadi yang berintegritas  akan menjadi masyarakat/komunitas yang kuat, elegan, transparan dan maju.

Sementara kemunafikan  akan membuat pelakukanya was-was, bimbang dan cemas serta menciptakan suasana yang destruktif manipulatif: saling curiga, menyalahkan dan tipu-menipu. Sebuah masyarakat/komunitas yang dibangun di atas kemunafikan  akan menjadi masyarakat/komunitas yang rapuh, penuh kepura-puraan. Sebuah kemunafikan niscaya dibarengi dengan kebohongan dan untuk menutupi kebohongan yang telah dibuat dilakukan kebohongsn baru, begitu seterusnya sehingga merupakan lingkaran setan atau setan yang melingkar. Rasulullah telah memberikan warning dalam sebuah sabdanya:

دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لا يَرِيبُكَ فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ-  سنن الترمذى-(9 / 433)

"Tinggalkan sesuatu yang meragukanmu dan kerjakan apa yang kamu tidak ragu-ragu. Sesungguhnya benar/jujur itu membawa ketenangan dan dusta membawa kepada kebimbangan."

 

Posting Komentar untuk "IBADAH PUASA MENEGUHKAN INTEGRITAS"