Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PERANAN IJTIHAD DAN FUNGSINYA

 

azahri.com

 1. Peranan Ijtihad

Ijtihad adalah nafasnya hukum Islam. Oleh karena itu, jika kegiatan ijtihad ini terhenti, maka hukum Islam pun terhenti perkembangannya, sebaliknya jika kegiatan ijtihad itu terlalu dinamis, produk-produk hukumnya akan jauh lebih maju dari dinamika masyarakatnya.

Ada dua penyebab utama yang menuntut pembahasan hukum lewat kajian ijtihad, yaitu, pertama terdapatnya nash-nash yang zhanni, baik di lihat dari sudut dilalahnya (nash-nash yang bermakna ganda) maupun dari sudut wurudnya (hadits nabi yang tidak mutawatir). Dan kedua, berkembangnya fenomena temporer yang senantiasa menuntut jawaban-jawaban yuridis dari para mujtahid dalam hukum Islam.

Ijtihad dalam hukum Islam itu tiada lain adalah dalam rangka memberikan jawaban-jawaban hukum untuk berbagai persoalan temporer yang di hadapi para mujtahid, yang dapat di tempuh melalui dua corak ijtihad, yaitu ijtihad lafdzi dan aqli.

Adanya kontinuitas dalam pembahasan hukum lewat ijtihad, akan menjamin ketentuan-ketentuan hukum itu tetap aktual dalam kehidupan masyarakat dan tidak tertinggal oleh dinamika kehidupan sosial, serta khazanah hukum Islam akan semakin kaya.

2.  Fungsi Ijtihad

Manusia secara kodrati dianugerahi akal pikiran. Akal pikiran  itu berfungsi untuk memahami apa yang dilihat/dibaca, didengar dan dirasakan/dialami oleh manusia di jagat raya ini. Sekalipun tidak ada petunjuk dari agama, manusia dapat menggunakan akalnya untuk memperoleh kemaslahatan  hidupnya, tentu yang dimaksud adalah akal sehat.

Meskipun Allah Swt telah menganugerahi akal bagi manusia, demi kebaikan hambaNya Allah juga menurunkan agama/syariat, baik yang termaktub dalam Al Qu’an maupun hadis.

 Imam Syafi’i menggambarkan kesempurnaan Al-Qur’an dengan menegaskan bahwa tidak terjadi suatu pristiwa pun pada seorang pemeluk agama Allah, kecuali dalam kitab Allah terdapat petunjuk tentang hukumnya, oleh karena itu Allah mewajibkan kepada hambaNya untuk berijtihad dalam upaya menimba hukum-hukum dari sumbernya itu. Disamping itu, ijtihad juga amat penting terhadap  perkara yang belum ditetapkan hukum dalam al Qur’an maupun as Sunnah.

فَأَخْبَرَ النَّبِيُ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَنَّ الإِجْتِهاَدَ بَعْدَ أَنْ لاَ يَكُونَ كِتاَبُ اللهِ وَ لاَ سُنَّةُ رَسُوْلِهِ وَ لِقَوْلِ الله عَزَّ وَ جَلَّ : { وَ أَطِيْعُوا اللهَ وَ أَطِيعُوا الرَّسُوْلَ } الأم - (6 / 279)

Berdasar berita Nabi bahwa tidak ada  ijtihad kecuali terhadap perkara yang tidak ada penjelasanya dalam al Qur’an maupun Sunnah Rasul-Nya, berdasarkan firman Allah: Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul.

Ijtihad, baik terhadap hukum yang telah diisyaratkan dalam Al Qur’an - hadis  maupun yang tidak ada isyarat dari Al Qur’an - hadis  adalah suatu kebutuhan. Ijtihad terhadap perkara yang ada isyarat Al Qur’an - hadis  berfungsi sebagai upaya memahami redaksi ayat atau hadis yang tidak tegas pengertiannya sehingga tidak langsung dapat dipahami kecuali dengan ijtihad. Juga  untuk menguji kebenaran riwayat hadis yang tidak sampai ke tingkat hadits mutawatir seperti hadit ahad.

            Ijtihad terhadap perkara yang tidak ada nash Al Qur’an dan hadis dan perkara dimaksud harus segera ditemukan solusinya, maka ijtihad demikian berfunsi menggali ijma’ para sahabat, menggunakan metode qias dan metode-metode lain yang dapat dipertanggungjawabkan guna menemukan hukumnya. Misalnya hukum bayi tabung, hukum demokrasi dll.

Menjadi mujtahid banyak persyaratan yang harus dipenuhi, oleh karena itu sedikit orang  yang layak menjadi mujtahid.  Bila kita bukan mujtahid maka seyokyanya menjadi mutabi’, yaitu orang yang mengikuti (ittiba’) pendapat mujtahid dengan berusaha mengetahui dalil-dalil (argumentasi) yang digunakan mujtahid tersebut. Tingkatan ketiga adalah muqalid, yaitu mengikuti pendapat seseorang tanpa perlu mengetahui dalail-dalil pendapat tersebut (taqlid). Al Qur’an melarang kita taqlid:

وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا  [الإسراء : 36]

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.

          Larangan taqlid itu wajar karena manusia telah deberi akal oleh Allah Swt dan perintahkan belajar. Jika mau belajar maka tidak begitu susah mengetahui dasar atau argument yang di jadikan para fuqoha dalam berijtihad atau beristimbat hukum. Wallahu a’lam bi sahwab.

Posting Komentar untuk "PERANAN IJTIHAD DAN FUNGSINYA"