KEHARUSAN MEMENUHI ATURAN AGAMA
azahri.com ~ Ketika seseorang mengucapkan dua kalimat syahadat
dan menjadi Muslim, maka ia memiliki kewajiban untuk merealisasikan
keislamannya dalam kehidupan kesehariannya, baik ketika berhubungan secara
vertikal dengan Allah SWT maupun secara horizontal dengan sesama manusia,
bahkan juga dengan alam semesta.
Dengan kata lain, manakala seseorang telah menjatuhkan pilihan sebagai Muslim, maka
punya kewajiban melaksanakan perintah Islam dan menjahui larangannya, tak ada
kebebasan lagi untuk mengabaikan syariatnya.
Ketika sekelompok kaum Muslimin di zaman Abu Bakar
secara sadar dan sengaja tidak mau mengeluarkan zakat, Abu Bakar sebagai
khalifah pertama ketika itu, langsung berkata :Demi Allah, saya akan memerangi
orang yang memisahkan kewajiban shalat dengan kewajiban zakat.
Ketegasan ini sangat diperlukan agar orang-orang
tidak mempermainkan pelaksanaan ajaran agama berdasarkan hawa nafsunya sendiri,
tanpa bimbingan wahyu Allah. Sebab hakikat keislaman dan keimanan seseorang
bukan semata-mata ditentukan oleh pengakuannya saja, akan tetapi oleh
keikhlasannya dalam menerima dan mengamalkan ajaran-Nya. Hal ini sebagaimana
dinyatakan dalam QS an-Nûr [24]: 51-52,
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ
إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا
سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ(51) وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ الله وَيَتَّقْهِ فَأُولَئِكَ
هُمُ الْفَائِزُونَ(52)
“Sesungguhnya
jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya
agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan kami mendengar
dan kami patuh (sami’nâ wa atha’nâ). Dan mereka itulah orang-orang yang mendapatkan
kebahagiaan. Dan barang-siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut
kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang
mendapat kemenangan.”
Sami’nâ wa atha’nâ bukanlah berarti menutup pintu
ijtihad atau kreativitas karena Islam adalah agama yang mendorong umatnya untuk
selalu berpikir menggunakan akal seoptimal mungkin, tetapi dalam kaitan
peningkatan keimanan dan penguasaan ilmu serta teknologi untuk kesejahteraan
umat manusia, sebagai realisasi dari fungsi kekhalifahannya.
Sejarah telah mencatat dengan tinta emas, betapa
banyak mujtahid dan pemikir Islam yang menghasilkan karya-karya inovatif dan
kreatif yang sangat monumental dalam peradaban umat manusia, yang masih
dirasakan relevan sampai saat ini, padahal usianya sudah berabad-abad yang
lalu.
Yang dilarang sesungguhnya adalah wilayah-wilayah
yang bersifat pasti dan tetap yang setiap Muslim tidak boleh berbeda satu
dengan yang lainnya. Sebagai contoh, kewajiban shalat lima waktu dengan jumlah
17 rakaat, kewajiban ibadah haji pada waktu dan bulan tertentu bagi yang mampu,
Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir, kebenaran al-Quran yang bersifat
mutlak dan absolut, adalah hal yang pasti dan tetap. Setiap muslim wajib
memiliki keyakinan yang sama.
Sehingga apabila ada kelompok, organisasi atau
golongan yang mengaku sebagai Muslim, namun secara sadar dan sengaja memiliki
keyakinan yang berbeda dalam masalah-masalah pokok dan pasti tersebut, maka
sesungguhnya kelompok atau organisasi tersebut adalah sesat dan menyesatkan.
Sebab tidak
boleh atas nama kebebasan beragama, seseorang atau kelompok orang dan
organisasi, dengan seenaknya berpendapat atau berkeyakinan yang justru
bertentangan secara diametral dengan ajaran pokok dari agama Islam yang akan
menghancurkan tatanan bangunannya.
Semoga umat
Islam Indonesia terhindar dari pemahaman dan pemikiran yang merusak tersebut,
sehingga bangunan fundamental Islam akan tetap utuh dan kesatuan umat akan
tetap terjaga dan terpelihara. Wallâhu a’lamu bi ash-shawâb.
Posting Komentar untuk "KEHARUSAN MEMENUHI ATURAN AGAMA"