HUKUM MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL DAN NATAL BERSAMA
Mengucapkan selamat
Natal kepada orang Kristen, pemakaian atribut natal dan ikut serta merayakan
(Natal Bersama) membawa konsekuensi hukum yang pro dan kontra. Satu
pihak membolehkan atau tidak apa-apa dilakukan dan pihak yang lain melarang
bahkan jatuh perbuatan haram. Masing-masing pihak membawakan argumen yang bersifat
umum dengan pendekatan ijtihadi. Karena masuk ranah ijtihad sehingga kita harus
memilih mana yang kita anggap kuat dan menenangkan hati.
Pendapat yang
menetapkan haram mengucapkan Selamat Natal karena mengucapkan Selamat Natal bagi orang
Islam sudah masuk ranah akidah (keyakinan), dengan alasan-alasan sebagai
berikut:
1.
Mengucapkan
selamat natal pada hari raya natal itu berarti mengakui akan lahirnya anak
tuhan. Mengakui Allah Swt punya anak adalah sebuah kekafiran karena menyalahi
prinsip ketuhanan sebagaimana disebutkan dalam surat Al Ikhlas:
قُلْ
هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ {1} اللَّهُ الصَّمَدُ {2} لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ {3}
وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ{4}
“Katakanlah:"Dialah
Allah, Yang Maha Esa,[1]. Allah adalah Ilbyang bergantung kepada-Nya segala
urusan,[2]. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan,[3]. Dan tidak ada
seorang pun yang setara dengan Dia.”[4]
2.
Mengapa sebuah
ucapan dimasukkan ranah akidah, sementara orang Islam yang mengucapkan demikian
tidak percaya bahwa tuhan punya anak, hanya ungkapan dalam ranah persaudaraan.
Ucapan yang diucapkan seorang muslim membawa
konsekuensi yang luas dan mendalam terutama yang bersinggungan dengan akidah
dan ibadah. Batas antara kekafiran dan keimanan adalah ucapan dua kalimah
syahadat,
اشهدان لا اله الا الله وأشهد ان
محمدا عبده ورسوله
“ Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku
bersaksi bahwa Muhammad itu hamba dan utusanNya”
Dengan mengucapkan dua kalimah syahadat yang semula kafir menjadi mukmin. Dengan
ungkapan ijab dari wali mempelai
perempuan dan kabul dari mempelai pria dalam akad nikah, yang semula haram
berhubungan menjadi suami – istri dan halal
berhubungan, sementara hubungan badan laki-laki dan perempuan tanpa ijab
kabul zina dan dosa besar.
Bagi yang
mengucapkan dan tidak yakin Allah Swt punya anak, hanya demi toleransi itu
masuk perbuatan yang sia-sia dan melampaui batas toleransi, maka harus hati-hati.
Orang Islam pantang mengucapkan sesuatu tanpa makna yang sesungguhnya.
3. Ada contoh dari Rasulullah Saw. tentang kehati-hatian
dalam ucapan, yaitu ketikan non muslim memberikan salam pada kita sebagaimana
salam kita, maka kita cukup mengucapkan “ wa’alaikum” (dan bagimu juga)
tanpa tambahan doa khusus seperti "rahmatullah" karena itu khusus
muslim. Jawaban ini sesuai hadis dari Anas bin
Malik, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ
الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ
“Jika seorang ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) memberi salam pada
kalian, maka balaslah dengan ucapan ‘wa’alaikum’.” (HR. Bukhari no.
6258 dan Muslim no. 2163)
Berbeda
jika salamnya ungkapan sopan seperti "selamat pagi/siang/malam" untuk
menjaga adab dan toleransi, bisa kita jawab pagi, malam dst.
Pendapat
tersebut di atas sejalan dengan para ulama Timur Tengah antara lain: Syekh Bin Baz, Syekh Ibnu
Utsaimin, Syekh Ibrahim bin Ja’far, Syekh Ja’far at-Thalhawi dan sebagainya,
mengharamkan seorang muslim mengucapkan selamat Natal kepada orang yang
memperingatinya. Mereka berpedoman pada beberapa dalil, di antaranya: firman
Allah dalam surat Al-Furqan ayat 72:
وَالَّذِينَ لَا
يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
Artinya: Dan orang-orang yang tidak memberikan
persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang
mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja)
dengan menjaga kehormatan dirinya.
Adapun sebagian ulama yang membolehkan ucapan selamat Natal
kepada orang yang memperingatinya antara lain: Syekh Yusuf Qaradhawi, Syekh Ali
Jum’ah, Syekh Musthafa Zarqa, Syekh Nasr Farid Washil, Syekh Abdullah bin
Bayyah, Syekh Ishom Talimah, Majelis Fatwa Eropa, Majelis Fatwa Mesir, dan
sebagainya. Mereka berlandaskan pada firman Allah dalam surat Al-Mumtahanah
ayat 8:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ
يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ
تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ
Artinya: Allah tidak melarang kamu untuk
berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu
karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil.
Dalil yang digunakan kelompok yang
membolehkan ucapan selamat natal bersifat umum mengenai berbuat baik dan
berlaku adil kepada umat agama lain yang tidak memusuhi umat Islam. Dalam
bidang muamalah duniawiah orang Islam boleh bekerjasama dengan non muslim dalam
perdagangan, sosial kemasyarakatan, kebudayaan dll. Sepanjang tidak
bersinggungan dengan akidah dan ibadah ritual. Jika sudah memasuki ranah akidah
dan ibadah harus hati-hati atau ikhtiyat, daripada terperosok dalam kesyirikan
lebih baik ditinggalkan.
Disamping
itu, mengucapkan selamat natal kepada umat Nasrani juga tidak menggembirakan
orang Nasrani itu sendiri, sebagaimana diungkapkan tokoh umat Kristiani
Dr James White, seorang sarjana Kristiani. Ia sering
terlibat dalam dialog Islam vs Kristen. menyatakan bahwa ucapkan Selamat Natal, itu salah bila
diucapkan oleh Muslim. “Saya tak dapat memahami bagaimana seorang Muslim
berakal (memahami agama) mengucapkan ‘Selamat Natal’ kepada Nasrani,” katanya.
Mengenai pasang atau
mengenakan atribut, misalnya kaos atau bener/spanduk, baik di dunia nyata
ataupun dunia maya juga dihukumi sama dengan ucapan. MUI Provinsi Jawa Timur pada
tanggal 22 Desember 2014 telah mengeluarkan fatwa tentang Hukum
Memakai/Menggunakan Atribut atau Simbol dari Agama Lain. Fatwa yang ditanda
tangani KH. Hasyim Abbas (Ketua Komisi Fatwa), Ainul Yaqin (Skretaris), KH.
Abdusshomad Buchori (Ketua MUI Jatim), H. Imam Thobroni (Sekretaris Umum) ini
memutuskan fatwa berikut: Pertama, haram
memakai atribut dan simbol agama tertentu karena bagian dari tasyabuh (menyerupai kaum lain). Kedua, haram berpartisipasi, memberi simpati, ikut
bersuka cita mengucapkan selamat atas hari raya selain agama Islam.
Salah satu dalil yang digunakan adalah hadits riwayat Ibnu Umar, bahwa Nabi SAW
bersabda: مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ
مِنْهُمْ Artinya: Barang siapa menyerupai suatu kaum maka dia
termasuk bagian kaum tersebut. (HR Abu Daud, nomor: 4031).
Adapun mengenai Natal
Bersama semua ulama dan ahli ilmu dari berbagai negara dan lembaga dakwah,
ormas Islam menetapkan hukumnya haram, kecuali ulama yang nyeleneh atau
karena pamrih keduniaan. Hal
demikian dapat dimaklumi karena telah ada dalil yang jelas melarang mencampuradukkan akidah dan ibadah umat Islam
dengan ajaran Nasrani, berdasarkan Al-Qur'an Surah Al-Kafirun ayat 1-6 dan
Surah Al-Baqarah ayat 42.
قُلۡ يٰۤاَيُّهَا الۡكٰفِرُوۡنَۙ ) 1( لَاۤ اَعۡبُدُ مَا تَعۡبُدُوۡنَۙ ﴿2﴾ وَلَاۤ اَنۡـتُمۡ عٰبِدُوۡنَ مَاۤ بُدُ ۚ ﴿3﴾ وَلَاۤ اَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدۡتُّمۡۙ ﴿4﴾ وَ لَاۤ اَنۡـتُمۡ عٰبِدُوۡنَ مَاۤ اَعۡبُدُ ؕ ﴿5﴾ لَـكُمۡ دِيۡنُكُمۡ وَلِىَ دِيۡنِ﴿6﴾
Katakanlah (Muhammad), "Wahai orang-orang kafir! aku
tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. dan kamu bukan penyembah apa yang
aku sembah. dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. dan
kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu
agamamu, dan untukku agamaku.
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ
وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ٤٢
Janganlah kamu campuradukkan kebenaran dengan kebatilan dan
(jangan pula) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahui(-nya).
Pendapat
tersebut di atas sejalan dengan Fatwa MUI Pusat tanggal 7 Maret
1981. Buya Hamka, seorang ulama yang luas ilmunya
dan istikamah, sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa tentang haramnya mengikuti upacara natal
bersama bagi umat Islam. Fatwa tersebut ditanda tangani Ketua Komisi Fatwa Majelis
Ulama, KH. M. Syukri Ghazali dan Sekretaris, H. Mas’udi. Fatwa ini menetapkan 3 hal: Pertama, meski perayaan tujuannya untuk menghormati Nabi
Isa tapi natal tidak bisa dipisahkan dari unsur-unsur yang
mengharamkannya. Kedua, haram mengikuti upacara natal bersama. Ketiga, supaya umat tidak terjerumus syubhat, maka jangan
mengikutinya.
Fatwa yang sama dikeluarkan oleh
Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, dalam hal
ini berdasarkan keputusan Tim PP
Muhammadiyah Majelis Tarjih, sebagaimana dimuat dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 2, yang diterbitkan Suara Muhammadiyah,
Cet. VI 2003, halaman 209-210.
Demikian pula Forum
Bahtsul Masail al-Diniyah al-Waqi’iyyah Muktamar NU di PP Lirboyo Kediri, 21-27
November 1999, menyatakan, bahwa “Doa Bersama Antar Umat
Beragama” hukumnya haram. Di antara dalil yang
mendasarinya adalah Kitab Mughnil
Muhtaj, juz I hal, 232: ولا
يجوزان يأ مين على دعاء هم كما قاله الرويان لان دعاء الكافر غيرالمقبول ( Tidak
boleh mengamini doa mereka
sebagaimana dikatakan oleh
Arauyani bahwa doa orang kafir tidak dikabulakan).Wala a’lam bishawab.

Posting Komentar untuk "HUKUM MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL DAN NATAL BERSAMA"