KRITERIA ISTRI NUSYUZ DAN SOLUSI MENGATASINYA
azahri.com ~ Menurut bahasa nusyuz adalah masdar atau infinitive dari kata, نشز,ينشزز yang mempunyai arti tanah yang terangkat tinggi ke atas. Dalam hal ini dimaksudkan istri memposisikan dirinya lebih tinggi daripada suami. Salah satu definisi nusyuz :
ونشوز المرأة: عصيانها زوجها، وتعاليها عمّا أوجب الله عليها من طاعته…ونشوز المرأة حرام، وهو كبيرة من الكبائر
Artinya: “Nusyuz seorang perempuan ialah sikap durhaka yang ditampakkannya di hadapan suami dengan jalan tidak melaksanakan apa yang Allah wajibkan padanya, yakni taat terhadap suami… nusyuz-nya perempuan ini hukumnya haram, dan merupakan satu dari beberapa dosa besar.”
Para ulama mendiskripsikan kriteria nusyuz seorang istri antara lain adalah sebagai berikut :
1. Istri menolak ajakan suami untuk berkumpul, tanpa alasan syar’i;
2. Istri keluar rumah tanpa izin suami atau tanpa alasan yang sah;
3. Istri ke tempat yang telah dilarang suami;
4. Istri meninggalkan kewajiban yang ditetapkan syar’i, baik kewajiban kepada Allah Swt maupun kewajiban kepada suami;
Banyak dalil yang dikemukakan, sebagai dasar menentukan kriteria nusyuz, antara lain:
وعن أَبي هريرة - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم: إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امرَأتَهُ إِلَى فرَاشِهِ فَلَمْ تَأتِهِ، فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا، لَعَنَتْهَا المَلائِكَةُ حَتَّى تُصْبحَ
“Jika suami mengajak istrinya ke tempat tidur dan istri enggan kmudian suami marah padanya, maka malaikat melaknat sampai subuh”.
Dalam peraturan perundang undangan digariskan mengenai nusyus istri pada Pasal 83 (1) Kompilasi Hukum Islam, “Kewajiban utama bagi seoarang isteri ialah berbakti lahir dan batin kepada suami di dalam yang dibenarkan oleh hukum Islam”. Dan Pasal 84 (1) Kompilasi Hukum Islam, “Isteri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (1) kecuali dengan alasan yang sah.”
Dengan demikain, jika kembali kepada kewajiban istri yang meliputi: taat, berbakti, menjaga diri dan mengatur urusan domestik/rumah tangga, maka ketika istri tidak memenuhi salah satu, apalagi seluruhnya dari empat hal tersebut, tanpa ragu masuk kriteria istri nusyuz.
Adapun solusi mencegah dan langkah-langkah penanganan istri nusyuz telah dibeberkan Al Qur’an dengan penjelasan singkatnya sebagai berikut:
…وَاللاَّتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُواْ عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً إِنَّ اللهَ كَانَ عَلِيّاً كَبِيراً
Artinya: “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuz-nya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS an-Nisa: 34)
1. Menasihati (ّ فعظوهن )
Dalam rangka menyikapi persoalan nusyuz ini, langkah pertama yang ditawarkan dalam al-Qur'an adalah dengan memberikan nasehat (advice) secara bijaksana kepada isteri yang usyuz. Tentu saja nasehat kepada isteri berbeda antara satu dengan yang lainya, tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi.
Nasehat kepada istri dengan pendekatan dari hati ke hati dengan tenang dan arif bijaksana, bukan dengan kemarahan dan caci-maki atau merendahkan diri istri dan keluarganya. Perlu kesabaran dalam menasihati istri, karena sifat perempun mudah tersinggung, namun jika dibiarkan ia tetap bengkok atau sepertu ungkapan المرأة كالمرأة (wanita seperti kaca). Kaca harus dibersihkan dengan hati-hati.
2. Pisah Ranjang (واهجروهن)
Manakala dengan nasehat persuasif tidak mendapatkan hasil yang menggembirakan atau tidak mempan, prilaku isri tidak berubah ke arah positif malah lebih buruk lagi, maka dapat ditempuh langkah kedua, yakni dengan hijr.
Secara etimologis hijr berarti meniggalkan, memisahkan dan tidak berhubungan dengan objek yang dimaksud. Sedangkan kata al-Madhaji' yang menjadi rangkaian kata hijr berarti tempat tidur atau tempat berebah. Maksudnya adalah seorang suami yang tidak menggauli isterinya, tidak mengajaknya bicara, tidak mengadakan hubungan atau kerja sama apapun dengannya.
Maksud ayat ini suami meninggalkan istri tidak seranjang tapi tetap serumah. Tidak boleh untuk memberi pelajaran kepada istri dengan meninggalkan istri dengan cara keluar rumah, apalagi mencari kesenangan dengan wanita lain di luar rumah. Hal demikian bukan memberi pelajaran, tapi memberi contoh yang tidak baik.
Ulama madzhab sepakat membolehkan hijr selama tidak melebihi dari tiga hari. Mereka mendasarkan pendapatnya pada hadits Abu Ayyub al-Ansariy, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
لا يحل لمسلم ان يهجر أخاه فوق ثالث ليال
Tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya di atas tiga hari
3. Memukul (ّ واضربوهن)
Langkah persuasif dan pembiaran atau pengabaian juga tidak efektif, maka syari’at memberikan solusi dengan langkah ketiga, yakni memukul. Memukul dalam pengertian umum, adalah suatu tindakan menyakiti anggota tubuh, baik meninggalkan bekas atau tidak, dengan mengunakan alat atau tidak. Namun pengertian memukul dalam ayat ini dijelaskan para ulama dengan pukulan pada tempat tertentu, tidak menyakitkan dan meninggalkan bekas. Sabda Nabi SAW:
فاتَّقُوا اللَّهَ فِي النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ اللَّهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لَا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ فَإِنْ فَعَلْنَ ذَلِكَ فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ
Bertakwalah kepada Allah dalam perihal perempuan, sesungguhnya kalian telah mengambil mereka sebagai amanah dari Allah, dan kaliah telah menghalalkan mereka untuk kalian dengan kalimat Allah. Hak kalian atas mereka adalah hendaknya mereka tidak membolehkan orang lain menaiki tempat tidur kalian, jika mereka melakukan itu, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan (HR Muslim no. 1218).
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ - أَوِ اكْتَسَبْتَ - وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ
Kamu (suami) memberinya makan apabila kamu makan, memberinya pakaian apabila kamu berpakaian, janganlah kamu memukul wajah, menjelek-jelekkannya (dengan perkataan atau cacian), dan jangan meninggalkannya (pisah ranjang) kecuali di dalam rumah (HR Abu Dawud no. 2142).
Batasan kebolehan memukul pada tempat yang tidak berbahaya, terutama pada wajah dan tidak menyakitkan. Memukul dalam kontek ini untuk memberi pelajaran bukan untuk menyakiti istri. Tidak boleh menghajar istri sampai babak belur dengan benda keras sampai pingsan atau masuk UGD. Boleh sebagai contoh ketika Nabi Ayyub AS. memukul istri atas perintah Allah SWT:
وَخُذْ بِيَدِكَ ضِغْثًا فَٱضْرِب بِّهِۦ وَلَا تَحْنَثْ ۗ إِنَّا وَجَدْنَٰهُ صَابِرًا ۚ نِّعْمَ ٱلْعَبْدُ ۖ إِنَّهُۥٓ أَوَّابٌ
Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), Maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan-nya). (shad; 44)
Rasulullah SAW adalah teladan terbaik dalam kehidupan berumah tangga. Beliau tidak pernah memukul orang lain, apalagi istrinya, meskipun memukul itu dibolehkan. Istri beliau, Aisyah RA. menuturkan:
مَا ضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم شَيْئًا قَطُّ بِيَدِهِ وَلاَ امْرَأَةً وَلاَ خَادِمًا إِلاَّ أَنْ يُجَاهِدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Rasulullah SAW sama sekali tidak pernah memukul dengan tangannya, baik kepada isrinya maupun pelayan, kecuali saat berjihad di jalan Allah (HR Muslim no. 2328).
Demikian kriteria nusyuz istri dan langkah-langkan praktis mengatasinya. Dengan prosedur bertahap dan standar, tidak boleh berlebihan yang berakibat fatal dengan bubarnya rumah tangga.
Ada perbedaan indikator nusyuznya istri dan suami dan tahap-tahap penyelesainnya. Perbedaan demikian karena ada perbedaan peran dan hak kewajiban masing-masing. Insya Allah kalau petunjuk nash kita pegang teguh tidak akan timbul nusyuz dan jika timbul nusyuz cepat mendapat jalan keluar. Wallah a’lam bi shawab.
Posting Komentar untuk "KRITERIA ISTRI NUSYUZ DAN SOLUSI MENGATASINYA "