IMPLEMETASI POLITIK IDENTITAS
1. Arti
Identitas
Identitas merupakan karakteristik unik yang melekat
pada suatu benda yang membedakan dengan benda lainnya, satu makhluk dari makhluk
lainya. Oleh karenanya, berbicara identitas cakupannya beragam dan luas:
identitas pribadi, identitas kelompok, identitas bangsa, identitas agama dan
seterusnya.
Identitas secara sunatullah/alami merupakan anugerah yang Maha Kuasa,
terutama bagi Anak Adam. Allah telah menitahkan dalam Al Qur’an Surat Hujurat,
ayat 13 yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى
وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ
اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ ﴿١٣﴾
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal.
Jenis kelamin atau bahasa sosiologisnya
gender adalah bentuk identitas. Mereka yang jenis kelaminnya tidak jelas
mendapat sebutan yang tidak bersahabat: bencong, waria, wandu, khuntsa dll.
Demikian pula suatu suku, pasti punya identitas dalam wujud bahasa (lisan dan
tulis), busana, kuliner, adat istiadat dsb. Apalagi suatu bangsa yang
terbingkai dalam negara bangsa (nation state), lazim memiliki identitas,
mulai ideologi negara, lambang negara, bendera, lagu kebangsaan dan identitas
lainnya yang dibanggakan.
Ungkapan Bung Roky Gerung, bahwa identitas personal itu milik
orang yang sudah mati, karena orang mati tidak bisa lagi berubah pikiran dan
tingkah lakunya, sementara orang hidup pikiran dan perbuatannya dinamis, bisa
loncat dari satu partai ke partai lain, saat ini jadi kawan besuk jadi lawan
dst. Pendapat demikian dapat memperkaya perspektif kita tentang identitas,
disamping perspektif atau sudut pandang
yang selama ini kita ketahui bahwa identitas milik orang yang hidup
maupun yang telah tiada.
Sudah jamak lumrah pada kehidupan sosial
sering kita dengar istilah identifikasi , yakni proses mencari identitas. Mencari identitas
kepada orang yang telah wafat tentu dengan mengenali pribadi dan karyanya. Sementara
kepada orang yang hidup identifikasi salah satu maksudnya adalah ingin meniru,
mengidolakan atau boleh jadi mencari kelebihan dan kekurangannya.
2. Kosa Kata
Politik
Politik, kata ahli bahasa berasal dari bahasa
Yunani, politikos yang berarti warga negara. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), politik adalah
pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti tentang sistem
pemerintahan, dasar pemerintahan).
Kosa kata politik sulit didefinisikan
dengan padat dan singkat atau jami’-
mani’ karena istilah ini menyangkut sisi kehidupan manusia yang luas. Apa
yang dirumuskan oleh KBBI tentang politik hanyalah aspek legal formal.
Batasan lain, bahwa politik adalah
segala daya upaya untuk memperoleh kekuasaan, menggunakan kekuasaaan dan
mempertahankan kekuasaan, baik secara individu maupun berkelompok. Kelompok
formal, informal maupun nor formal, gerakan bawah tanah maupun di atas tanah, gerakan
senyap maupun bising dan gaduh. Menurut KH. Hasyim Muzadi, politik itu upaya untuk melobangi
kekuasaan dan menguasai lubang.
3. Politik
Identitas
Politik identitas secara simple dapat
dikemukkan bahwa semua ikhtiar filosif, strategis dan taktis dalam meraih kekuasaan,
menggunakan kekuasaan dan memelihara kekuasaan dengan menggunakan dan
mengoptimalkan identitas. Guna mencapai tujuan, sering kali identitas yang
diusung bukan identitas tunggal, tapi
identitas multi wajah. Berkolaborasi antara identitas personal, identitas suku,
identitas komunitas bahkan identitas agama.
Seseorang untuk meraih jabatan publik boleh
saja mengelaborasi identitas pribadinya dalam berbagai aspek.
a. Aspek keturunan/nasab, menjelaskan bahwa ia keturunan orang hebat, keturanan orang mulia dan sholeh;
b. Aspek Pendidikan, menjelaskan tetang jenjang pendidikan yang diraih , gelar akademis yang disandang dll;
c. Aspek pengalaman kerja, kegiatan sosial, kesehatan dan aspek lainya yang menarik simpati calon pemilih atau orang yang mengangkat.
Disamping identitas pribadi boleh juga
identitas suku untuk meraih simpati dan dukungan dari sesama sukunya. Identias
komunitas, ormas, profesi juga halal digunakan dalam meraih dukungan anggota
ormas, rekan seprofesi dll.
Identitas agama, khususnya agama Islam
malah wajib dihadirkan dalam berpolitik. Politik adalah merupakan salah satu
aspek kehidupan yang membutuhkan interaksi sosial. Interaksi sosial yang
dimaksudkan dalam rangka membangun kekuasaan untuk kebaikan dan kemaslahatan bersama.
Landasan normatifnya amat banyak antara
lain بirman Allah Swt. سurat Fussilat Ayat 33
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَآ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَٰلِحًا
وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ
Siapakah yang lebih baik perkataannya
daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan
berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?"
Ungkapan
bahwa aku seorang muslim itu harus dihadirkan dalam semua aspek
kehidupan dalam berinteraksi dengan orang lain, termasuk kegiatan politik.
Faedahnya agar kita berhati-hati bertindak dalam rangka menjaga Islam dan
menarik simpati orang lain dalam rangka menjalin kerjasama.
Dalam hal memilih pemimpin: eksekutif
maupun legislatif wajib yang seagama, sebagaimana dalam Al Maidah 51 – yang pernah
heboh saat pilkada Jakarta, berbunyi:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لاتَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ
أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ الله لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ [المائدة :
51]
"Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang
lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim."
4.
Implementasi Politik Identitas
Politik identitas yang paling mendapat perhatian publik adalah
politik yang membawa identitas agama. Hal demikian wajar karena politik identitas
agama mengandung kerawanan jatuh kepada mengatas namakan agama untuk
kepentingan pribadi dan kelompoknya. Tidak benar-benar mengimplementasi
nilai-nilai luhur agama untuk kemaslahatan umat, bangsa dan negara.
Jika agama hanya dijadikan kedok untuk mencari keuntungan dunia
semata, maka akan terjebak pada kelompok yang dikecam agama itu sendiri dengan
narasi, “Menjual ayat-ayat Tuhan dengan harga yang murah”.
Partai politik yang mengusung
identitas agama (Islam) atau jargon-jargon agama, harus dengan niat tulus dan
mengikuti jalan-Nya serta benar-benar memperjuangkan kejayaaan Islam dan orang
Islam serta umat lain yang mentaati kesepakatan bersama.
Identitas agama wajib disandingkan
dengan identitas kebangsaan (keindonesiaan) pada tataran lembaga/partai dan disanding dengan kualifikasi pendidikan, pengalaman
dan kapasitas/kompetensi dalam wilayah personal (caleg, cagub, cabub, cawali
dan capres).
Sikap umat Islam dalam memandang politik identitas, dalam hal ini identitas agama harus proporsional. Tidak boleh apriori sehingga tertuduh sebagai kelompok Islamophobia dan jangan pula dengan mudah atau bahkan gegabah mengatasnamakan agama.
Wal hasil, politik tanpa identias itu omong kosong, bagaimana bisa dikenal publik jika tanpa identitas. Tak usah takut dan resah dengan politik identitas bila dimplementasikan secara proporsional dan berkeadilan. Wallahu ‘alama bi shawab.
Mantulll
BalasHapusSemoga bermanfaat sobat!
Hapus