Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

MAKNA IBADAH HAJI DAN QURBAN

 


الحمد لله الذي أكمل لهذه الأمة شرائع الإسلام، وفرض على المستطيع منهم حج بيته الحرامِ، وأشهد أن لا إله إلا الله هو الملكُ القدوس السلام، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله أفضل من صلى، وزكى، وحج، وصام صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه البررة الكرام، وعلى التابعين لهم بإحسان ما تعاقبتِ الليالي والأيام،
امابعدُ.

Puji Syukur kita panjatkan ke hadhirat Allah swt. yang telah memanjangkan usia kita sampai awal Dzulhijjah 1446
H, setelah kita meninggalkan bulan Dulqo’dah. Bulan  Dzuqo’dah (Madura Takepek, Jawa Selo) apa benar dia bulan sial? Kita periksa firman Allah swt, pertama dalam al Qur’an al Baqorah: 197:

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلا رَفَثَ وَلا فُسُوقَ وَلا جِدَالَ فِي الْحَجِّ

(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.

Dalam tafsir Jalalain yang dimaksud  bulan yang dimaklumi adalah: bulan Syawwal, Dzulqo’dah dan Dzulhijjah sampai tanggal sepuluh atau seluruhnya. Haji adalah ibadah yang istimewa, pada waktu yang istimewa dan di tempat yang istimewaa pula.

Kedua, firman Allah swt;

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ الله اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ الله  يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram... ( QS. At Taubah: 36). Empat bulan haram dipertegas dalam hadits Rasul  saw:

السنة اثنا عشر شهراً، منها أربعةٌ حرم: ثلاثٌ متوالياتٌ: ذو القعدة، وذو الحجة، والمحرم، ورجب مضر الذي بين جمادى وشعبان، متفقٌ عليه. رياض الصالحين - (1 / 38)

Satu tahu ada dua belas bulan, diantaranya empat bulan hurum, tiga berurutan, yaitu: Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharam dan yang satu terseling antara Jumadi dan Sya’ban…

Bulan hurum, yaitu bulan  yang dimuliakan karena di bulan ini  terdapat larangan tidak boleh berperang, menumpahkan darah dan larangan lainnya demi menghormati bulan hurum.Wal hasil, bulan Dzulqo’dah adalah bulan istimewa dan mulia karena termasuk bulan haji  dan bulan haram. Maka  tidak ada alasan takut berbuat baik: menikahkan anak, khitanan dll di bulan Dzulqo’dah  hanya karena dalam adat Madura di sebut bulan Takepek (terjepit), atau Jawa Selo (kesesel barang sing olo). Apalagi berkeyakinan nanti dimakan bethoro kolo, jika tidak dimurwokolo. Aneh, sudah sejak kecil  jadi orang Islam sampai beruban masih yakin ada hari buruk, ada nogo dino, padahal naga itu tidak ada, hanya mahluk imajiner.

Ibadah haji merupakan rukun Islam yang ke lima. Haji ditempatkan rukun Islam yang kelima karena paling berat bila dibanding ibadah lainya. Ibadah melibatkan unsur ruhaniyah, badaniyah dan maliyah. Shalat lebih menitik beratkan ruhaniyah karena dituntut kekhusyukan dan  tidak perlu banyak tenaga apalagi biaya. Puasa dibutuhkan fisik/badan yang sehat karena harus berlapar-lapar, sementara zakat wujudnya adalah mengeluarkan sebagian harta/mal untuk membantu sesama.

             Haji melibatkan ketiga unsur tersebut secara proporsional dan simultan. Pertama, butuh finasial yang cukup untuk ongkos perjalanan dan bekal dalam bepergian maupun keluarga yang ditinggalkan. Dalam kaitan ini, maka yang dipanggil untuk haji hanya bagi orang yang mampu, terutama kemampuan ekonomi:

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

 [آل عمران : 97]

             “… mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam “.

Islam melarang orang haji yang tidak membawa bekal dan meninggalkan keluarganya dalam kelaparan, apalagi sepulang haji jadi orang miskin yang meminta belas kasihan orang lain.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ - رضى الله عنهما - قَالَ كَانَ أَهْلُ الْيَمَنِ يَحُجُّونَ وَلاَ يَتَزَوَّدُونَ وَيَقُولُونَ نَحْنُ الْمُتَوَكِّلُونَ ، فَإِذَا قَدِمُوا مَكَّةَ سَأَلُوا النَّاسَ ، فَأَنْزَلَ الله تَعَالَى (وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى ) . صحيح البخارى - (6 / 61)

Dari Ibnu Abbas, dia berkata adalah penduduk yaman berhaaji dan tidak membawa bekal. Mereka berkata, “Kami bertawakal kepada Allah”, dan ketika mereka sampai di Makkah mereka meminta minta, maka Allah swt menurunkan ayat,” Berbekalah kalian, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa.

Kedua, haji memerlukan kematangan ruhani (keimanan, keikhlasan dan  ketaqwaan). Sesuai dengan namanya: حج – يحج – حجا   artinya menyengaja/berniat. Berniat terkait dengan amalan hati/ruhaniyah, maka orang yang berhaji hurus berniat yang tulus karena Allah swt, bukan karena riya atau sum’ah (ingin dipanggil Pak. Haji, terkenal karena telah haji berkali-kali dsb.) dan bukan pula karena gengsi karena tetangga atau anak buahnya sudah haji, sementara dia belum haji. Bertabur ayat dan hadits agar haji dilaksanakan dengan ikhlas semata-mata kerena Allah swt:

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ  [البقرة : 196]

”Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah”.

Haji juga membutuhkan kekuatan iman karena harus mengorbankan harta, peluang/waktu yang berharga. Jika imannya lemah, maka yang muncul adalah emannya. Eman uang untuk daftar haji padahal ada tanah dijual murah, daripada untuk haji mending uang untuk tambahan ganti mobil yang lebih keren (dari Innova ditukar Alphat)  dst. Maka menurut ayat tersebut di atas bekal iman adalah sebaik-baik bekal.

             Ketiga, fisik/badan yang sehat. Sudah dimaklumi bahwa prosesi ibadah haji memerlukan tenaga yang prima karena menuntut mobilitas yang tinggi. Bergerak dari satu tempat ke tempat lain dalam suasana panas dan berdesak-desakan. Semakin banyak umat Muslim yang berhaji semakin padat suasana dan semakin lambat dan jauh jarak tempuh dari satu tempat ke tempat lain. Idealnya jamaah haji tidak berusia lanjut, namun persoalannya setelah ngumpulin duit mulai muda barulah masa tua cukup untuk bekal ibadah haji. Kadang ada kebingungan diantara kita, mau daftar haji waiting list-nya 12 tahun , sementara sekarang sudah usia 60 tahun dan sering sakit, jangan-jangan pas  gilirannya berangkat sudah di alam barzah. Orang yang demikian harus kita yakinkan untuk daftar, karena usia di tangan Allah swt. Dan bila sudah niat belum terlaksana keburu meninggal sudah dapat pahala haji dengan sempurna:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ - رضى الله عنهما - عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فِيمَا يَرْوِى عَنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ قَالَ «إِنَّ اللهكَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا الله لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ ، وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا الله لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، فَإِنْ هُوَ هَمَّ   بهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا الله لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً» صحيح البخارى - (21 / 374)

.....Barang siapa berniat berbuat baik dan tidak terlaksana (karena udzur) maka Allah telah mencatat baginya satu pahala yang sempurna, namun jika dia melaksanakan niat baiknya maka Allah mencata baginya 10 kebaikan sampai 700 kebaikan dan tak terhingga. Barang siapa berniat berbuat jelek dan tak terlaksana dicacat oleh Allah satu pahala, namun jika niatnya terlaksana hanya dicatat oleh Allah satu dosa.

Agar  kita memperoleh haji mabrur, tidak hanya sekedar haji makbul, maka disamping syarat dan rukunnya terpenuhi (niat ikhlas, dengan harta halal, sesuai tuntunan Rasulullah). juga selama melaksanakan ibadah haji harus menghindari atau mengekang sahwat, sekurang-kurang ada tiga: sahwatul faraj (rafas), melakukan aktivitas yang bersentuhan  dengan seksual/birahi di luar pasangan yang sah, sahwatul buthun (fusuk) melakukan pelanggaran untuk memenuhi kebutuhan perut  dan ego lainya dan ketiga sahwatul lisan, mengindari bertengkar, berdebat dan berbicara yang tidak berguna. Bicaralah yang penting, jangan yang penting bicara/asal ngomong.

             Di luar   ibadah haji pada bulan Dzulhijjah ada perintah puasa Arafah, shalat Idul Adha, menyembelih qurban dan banyak dzikir (takbir dan tahmid). Shalat dan qurban diperintahkan dalam rangka mensyukuri nikmat Allah swt yang tak terhingga banyaknya dan dalam rangka semakin dekat dengan-Nya.:

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (1) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2)  [الكوثر : 1 - 3]

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni`mat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah.

            Banyak rahmat dan nikmat Allah yang dianugrahkan kepada kita sehingga mustahil kita mampu mengkalkulasinya: berapa galon air yang telah kita minum sampai umur kita sekarang, berapa ton oksigen yang kita hirup dst, maka kita layak berterimakasih kepada-Nya melalui ritual yang dituntun-Nya agar kita semakin mesra berhubungan dengan-Nya tanpa hijab dan penghalang lagi. Sementara menyembelih hewan qurban dapat dimaknai menyembelih/menghilangkan sifat-siafat binatang yang ada pada diri kita: tamak, rakus , tidak tahu malu dsb. sehingga menjadi pribadi yang unggul dan bermartabat. Disebut qurban dari kata قرب artinya menghampiri, mendekat. Dengan hewan qurban kita menghampiri Allah swt untuk mendapat ridha-Nya dan mendekatkan hubungan kepada sesama melalui pemberian  daging qurban dari shahibul qurban kepada yang kurang mampu.

             Bagi yang mampu dan enggan berqurban maka diperingatkan oleh Rasulullah tidak perlu ikut berjamaah bersama rasul dalam shalat Idul Adha atau dalam kebersamaan  lainya. Tidak layak mengikuti majlis rasul, berbagi suka dan duka bersamanya karena ia termasuk orang yang tidak tahu diuntung oleh Allah swt. Sabda Nabi saw:

وأخرج ابن ماجة والحاكم وصححه والبيهقي ، عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مَنْ وَجَدَ سَعَةً لأنْ يُضَحِّىَ فَلَمْ يُضَحِّ فَلايَحْضُرْ مُصَلانَا » . الدر المنثور - (7 / 153)

Dari Abu Hurairah,  ia berkata. Nabi bersabda,” barang siapa yang mampu untuk berqurban dan dia tidak berqurban, maka jangan mendekati tempat shalat kami”.

Terkadang kita merendahkan diri kita dengan dalih kita belum mampu berkurban padahal kita mampu beli mobil dan perabot rumah tangga yang tidak perlu, sekedar hanya untuk pajangan. Semua berpulang pada diri kita, apakah selama ini kita hanya mampu berkurban perasaan, belum berkurban untuk menggembirakan saudara kita yang menderita. Wallahu ’alam bishawab.



Posting Komentar untuk "MAKNA IBADAH HAJI DAN QURBAN"