KALENDER HIJRIYAH SERING TERLUPAKAN
azahri.com ~ Banyak
diantara kita yang semangat
keberagamaanya untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam demikian
menggebu. Mereka mengatakan: Beragama Islam harus secara kaffah
(paripurna), yaitu mulai dari ujung kaki sampai ujung rambut, perasaan, pikiran
dan tingkah laku harus Islam, semua aspek dalam sisi kehidupan kita - aspek ekonomi,
sosial, budaya, politik dsb. harus
berjalan sesuai dengan koridor Islam, waktu mulai dari bangun tidur sampai
tidur kembali tetap dalam naungan Islam. Wal hasil, totalitas hidup dan
kehidupan kita harus senantiasa berjalan di atas rel Islam”.
Kita
sependatat dengan pemahaman tersebut di atas karena hal tersebut sejalan dengan
firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ
الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ [البقرة : 208]
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Namun ketika diajukan pertanyaan kepada mereka, apakah Anda
tahu tanggal lahir Anda, tahun Anda lulus dari sekolah, tahun perkawinan Anda
dst. Mereka akan menjawab saya lahir tanggal, misalnya 10 Mei 1963, lulus
sekolah dasar tahun 1976 dst. Dari jawaban tersebut kemudian kita bisa
mempertanyakan ulang, mengapa Anda sebut tahun Masehi alias tahun Nasrani, bukan tahun Islam atau
tahun Hijriyah, bukankah kita harus meng-islamkan segala aspek kehidupan kita,
termasuk aspek budaya.
Dari
gambaran tadi, ternyata tahun Hijriyah sering dilupakan sekalipun oleh
orang yang begitu kental semangat keislamanya. Lalu bagaimana terhadap umat
Islam pada umumnya ? Tentu keadaanya akan lebih memperihatinkan. Tahun Hijriyah
hanya diingat pada momen-momen tertentu: puasa Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha,
tahun Baru Islam, Maulid Nabi dsb. Berkaitan dengan hal tersebut, topik khutbah
kali ini membahas seputar tahun Hijriyah.
Sejak
kapan tahun Hijriyah itu diadakan dan mengapa diadakan? Dalam sejarah banyak
ditulis bahwa kalender ini ditetapkan oleh Khalifah Umar bin Khathab, khalifah
ke-3 dari Al Khulafaur Rasyadin atas saran para sahabat-sahabatnya. Menurut
suatu riwayat, Umar terketuk hatinya setelah membaca surat jawaban dari
Gubernur Basrah, Abu Musa Al Asyari, yang
menulis surat antara lain : "Surat Tuan yang tak tertanggal telah saya terima … ".
Setelah kejadian itu, Umar bin Khathab
mengadakan musyawarah dengan para
sahabat-sahabatnya untuk menyusun penanggalan Islam. Semua sepakat sistem
penanggalan itu adalah sistem lunar (lunar
system), yaitu penanggalan yang dihitung berdasarkan peredaran bulan mengelilingi
bumi.
Kesepakatan
ini didasarkan petunjuk Allah swt dan Rasulnya saw. dalam
beberapa ayat Al Qur’an maupun hadist – hadist yang berkaitan dengan ibadah
puasa, idul fitri dan pelaksanaan haji, antara lain:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأهِلةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ
لِلنَّاسِ... [البقرة : 189]
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan
sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi
manusia dan (bagi ibadat) haji...;
Dalam
kitab-kitab tafsir yang muktabar, antara lain Tafsir Al Qurtubi, Ibnu Katsir
dll, dijelaskan bahwa yang dimaksud mawaqit adalah waktu-waktu untuk
ibadah puasa, idul fitri, pengeluaran zakat, menghitung iddah wanita yang
ditalak dst. Adapun hadits nabi yang memberi isyarat penanggalan sistem bulan
antara lain:
عن ابْنِ عُمَرَ يَقُولُ قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه
وسلم - « الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا » . يَعْنِى ثَلاثِينَ ، ثُمَّ
قَالَ « وَهَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا » . يَعْنِى تِسْعًا وَعِشْرِينَ يَقُولُ ،
مَرَّةً ثَلاثِينَ وَمَرَّةً تِسْعًا وَعِشْرِينَ - صحيح
البخارى - (17 / 480(
Dari Ibnu Umar, ia
berkata, Nabi saw bersabda: Bulan itu seperti ini, seperti ini, seperti ini,
yakni tiga puluh hari, kemudian beliau berkata: seperti ini, seperti ini,
seperti ini, yakni dua puluh sembilan hari, beliau bersabda sekali tempo tiga
puluh hari dan sekali tempo dua puluh sembilan hari.
Dari statemen
Nabi tersebut bahwa umur bulan itu 30 dan 29 hari secara bergantian dapat
difahami adalah bulan qomariyah/sistem lunar. Hal ini berbeda dengan kalender Syamsiyah
atau sitem Matahari (solar system) yang umur bulanya 30 dan 31 hari kecuali
bulan Februari. Sehingga 1 tahun kalender Hijriyah adalah 354 hari (tahun pendek/basithah)
dan 355 hari (tahun panjang/kabisat),
sedang. 1 tahun kalender Masehi adalah 365 hari dan 366 hari, jadi
kalender Hijriyah lebih cepat 11 hari dibanding kalender Masehi.
Umur bulan
selang-seling ; urutan bulan ganjil umurnya genap 30 hari (seperti Muharam
urutan bulan ke-1/ganjil umurnya 30 hari, Rabiul Awal urutan bulan ke-3/ganjil
umurnya 30 hari dst), dan urutan bulan genap
umurnya ganjil 29 hari (seperti Safar urutan bulan ke-2/genap umurnya 29
hari, Rabiul Akhir urutan bulan ke-4/genap umurnya 29 hari dst). Bulan-bulan yang digunakan adalah bulan yang
sudah berlaku pada orang-orang Arab, yakni : 1. Muharam (30), 2. Safar (29), 3.
Rabiul Awal (30), 4. Rabiul Akhir (29), 5. Jumadil Awal (30), 6. Jumadil Akhir
(29), 7. Rajab (30), 8. Sya’ban (29), 9. Ramadan (30), 10. Syawal (29), 11.
Zulqa’dah (30), 12. Zulhijjah (29/30). Satu tahun 12 bulan berdasarkan firman Allah:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ
عِنْدَ اللهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ
وَالأرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلاَ تَظْلِمُوا
فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ
كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas
bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di
antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka
janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah
kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya; dan
ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. ( QS. At Taubah: 36)
Selanjutnya mereka berbeda pendapat tentang nama dan sejak kapan
kalender itu berlaku. Ada beberapa pendapat
tentang nama dan sejak kapan mulai berlaku kalender tersebut, antara lain :
1. Pendapat 1 :
sebaiknya dimulai sejak
kelahiran Nabi (seperti Masehi).
2.
Pendapat 2 : Sebaiknya dimulai sejak Nabi wafat.
3.
Pendapat 3 : sebaiknya dimulai sejak Nabi diangkat Rasul.
4.
Pendapat 4 : usulan Ali bin Abu Thalib. Sebaiknya Kalender
Islam ini dimulai sejak tahun dimana Nabi saw. dan sahabat-sahabatnya melakukan hijrah dari Mekkah ke
Madinah. Ali bin Abu Thalib beralasan bahwa hijrah itu merupakan momentum
penting dan merupakan titik tolak perkembangan Islam. Atas pendapat ini
secara aklamasi diterima Khalifah Umar bin Khathab dan para sahabat yang mengikuti musyawarah.
Sebagaimana
kita ketahui, setelah pendukung utama sekaligus orang dekat Nabi meninggal
dunia, seperti Abu Thalib (paman Nabi), Khatijah (istri Nabi) tekanan dari kaum
kafir Quraisy semakin keras dan berani. Beberapa shahabat Nabi mengalami
siksaan keras dan puncaknya kaum kafir Quraisy telah bermufakat jahat membunuh
Nabi saw. Di saat itulah Nabi menerima perintah Hijrah ke Yasrib. Di Yasrib
Rasulullah menerima sambutan yang luar biasa dari penduduk Yasrib. Akhirnya
Islam berkembang pesat di Yasrib yang kemudian kota Yasrib berganti nama
menajadi kota Madinah. Hari demi hari Islam semakin kokoh membangun peradaban
di Madinah yang dalam waktu singkat dinul Islam menyebar ke seluruh penjuru
dunia. Inilah makna titik tolak perkembangan Islam yang harus di abadikan dalam
sejarah perjuangan Islam dan salah satu upayanya dijadikan awal perhitungan
tahun Islam.
Karena kalender Islam ini dihitung
pada tahun saat Nabi melakukan hijrah dari
Mekah ke Madinah maka disebut Kalender
Hijriyah. Menurut hisab hari pertama tahun 1 Hijriyah jatuh pada hari Kamis
Kliwon, 15 Juli 622 M dan pendapat
lainnya dimulai hari Jum'at Legi, 16 Juli 622 M. Hari dimulai Kamis Kliwon, dengan alasan pada
hari Rabu malam Kamis tanggal 14 Juli 622 berdasarkan perhitungan astronomi
(hisab) tinggi hilal 5o 57’ sehingga para ahli menetapkan tanggal 1
Muharam permulaan Kalender ini jatuh pada hari Kamis 15 Juli 622 M. Pendapat
lain memulai hari Jumát Legi 16 Juli 622 M, dengan alasan tinggi hilal seperti
itu belum imkan al rukyat atau tidak ada laporan berhasil rukyat, dengan
ikhtiyat (kehati-hatian) tanggal 1 Muharam ditetapkan hari Jumát
Sistem kalender Hijriyah ini telah dipakai di
negara-negara Islam atau negara berpenduduk mayoritas
Muslim, namun masih sering mengalami perbedaan, terutama perbedaan dalam
menetapkan tanggal 1 Ramadhan, 1
Syawal (Idul Fitri) dan 1 Zulhijjah (10 Dzulhijjah/Idul Adha) berhari raya
haji. Perbedaan ini muncul antara lain disebabkan karena sebagian berpedoman
pada rukyat dan lainnya berpedoman pada hisab, dan yang berpedoman pada
hisabpun mempunyai metode yang
berbeda-beda.
Usaha kearah penyatuan sudah dilakukan, antara lain yang paling menonjol
dilakukan pada tahun 1978
dengan diselenggarakannya Konverensi Penyatuan Kalender Hijriyah di Turki yang dihadiri
oleh 18 negara Iskm atau
negara berpenduduk mayoritas Muslim dan 3 organisasi Islam
Internasional.
Konverensi itu
selain berhasil menetapkan
sistem perhitungan, juga berhasil menunjuk 10 Negara sebagai anggota Komisi Perhitungan
Penyatuan Kalender Islam
Internasional yaitu Turki, Mesir, Saudi Arabia, Tunis, Aljazair, Qatar, Kuwait, Irak,
Bangladesh dan Indonesia. Komisi ini hampir setiap tahun menyelenggarakan pertemuan untuk menetapkan penyatuan Kalender
Hijriyah Internasional yang hasilnya disebarkan ke seluruh negara peserta dan pihak-pihak
lain yang dianggap perlu. Faktanya karena sering terjadi inkonsistensi diantara negara Muslim tersebut di atas
sehingga perbedaan masih kerap muncul.
Tidak hanya
dalam lingkup antar negara, perbedaan juga sering terjadi di Indonesia.
Isbat yang dilakukan pemerintah bersama
ormas Islam dan ahli-ahli hisab – rukyat sering tidak ditaati oleh umat Islam
atau ormas-ormas Islam.itu sendiri karena berbeda dengan hasil hitungan atau
bahkan keyakinan mereka. Akibatnya pelaksanaan puasa dan hari raya tidak
bersamaan sehingga kekhusyuan dan kenyamanan terganggu.
Seharusnya
dalam masalah-masalah ijtihadiyah yang berdampak luas pada kemaslahatan
umat, tokoh-tokoh Islam dan pemerintaah
duduk bersama untuk membicarakan dengan serius dan tanpa keberpihakan oleh
pemerintah kepada salah satu ormas seraya menyalahkan hasil ijtihad kelompok
lain. Bila musyawarah yang sehat dan adil bisa ditempuh kesepakatan akan bisa
dicapai.
Pemerintah, ormas Islam, para ulama,
para pendidik harus terus menerus mensosialisasikan penerapan kalender Hijriyah
melalui surat-surat resmi ormas Islam, pencetakan kalender hijriyah untuk
kepentingan dinas dan non dinas, jadwal kegiatan harian dsb, bahkan pemerintah
daerah bisa membuat perda tentang penggunaan kalender Hijriyah bersamaan dengan
perda Syari’at Islam sehingga kalender Islam semakin familier dan akrab di
telingan umat Islam. Semoga Islam semakin jaya di bumi Indonesia. Amin!
Vg
BalasHapusTt5
Hapus