Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

NALURI ALAMIAH

 


            azahri.comSebelum membangun mahligai rumah tangga hendaknya masing-masing calon suami dan istri memahami potensi diri yang dimiliki, baik potensi yang semata-mata anugerah Allah Swt. maupun potensi hasil pengembangan diri selama menjalani hidup dan kehidupan. Salah satu potensi yang dimiliki setiap manusia normal adalah naluri atau instinct.

Naluri, dalam bahasa Inggris disebut instinct dan dalam bahasa Arab disebut gharizah (غَرِيزَةِ) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan:

1.    Dorongan hati atau nafsu yang dibawa sejak lahir; pembawaan alami yang tidak disadari mendorong untuk berbuat sesuatu (umum);

2.  Perbuatan atau reaksi yang sangat majemuk dan tidak dipelajari yang dipakai untuk mempertahankan hidup, terdapat pada semua jenis makhluk hidup (psikologi);

3.  Serangkaian kegiatan refleks terkoordinasi, masing-masing terjadi apabila yang sebelumnya telah diselesaikan; reaksi yang tidak bergantung pada pengalaman (biologi);

Sementara alamiah sering diartikan suatu keadaan tanpa dipacu dan  didorong, berjalan apa adanya. Kemudian naluri alamiah dapat didefinisikan suatu  dorongan hati atau nafsu untuk berbuat sesuatu yang merupakan pembawaan alami,  tidak disadari atau dipelajari oleh mahluk, semata-mata  anugerah  dari Allah Sang Pencipta. Naluri ini terdapat pada manusia  maupun hewan;  seorang ibu pasti memiliki kasih sayang dan ikatan batin dengan anaknya, sepasang kekasih pasti akan melakukan hubungan mesra meskipun  mereka tidak pernah mempelajarinya, seekor induk ayam akan melindungi anaknya, dan seterusnya.

Dari definisi tersebut di atas sesungguhnya manusia memiliki banyak naluri karena salah satu  ciri manusia adalah makhluk yang banyak keinginannya. Satu keinginan terpenuhi muncul keinginan lain, begitu seterusnya sampai manusia menziari kubur atau mutasi ke alam barzah.

Dalam kajian ini penulis mencoba mengemukakan 3 (tiga) naluri manusia yang dominan, yakni:

1.   Naluri Beragama (Gharizatu Tadayyun);

Setiap manusia pasti merasakan bahwa dirinya memiliki banyak kelemahan: tak bisa berbuat banyak tanpa bantuan orang lain, kadang letih dan sakit, kercewa dan galau dsb. Dari kelemahan yang dirasakan menimbulkan suatu keyakinan bahwa ada sesuatu yang kuat dan hebat di luar dirinya, sesuatu yang lebih agung dan pantas untuk dimintai bantuan dan dipuja. Karena yang lemah dan serba kurang tidak akan mungkin pantas untuk dimintai pertolongan dan diagungkan. Maka manusia mencari yang maha kuat, maha perkasa untuk menjadi sandaran atas kelemahannya. Al Qur'an telah mengisahkan perjalanan spiritual Nabi Ibrahim a.s dalam mencari Tuhan:

فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَبًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَا أُحِبُّ الْآفِلِينَ (٧٦)  فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ (٧٧) فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَذَا رَبِّي هَذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ (٧٨) إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (٧٩)

Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Maka ketika bintang itu terbenam dia berkata, “Aku tidak suka kepada yang terbenam.”

Lalu ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Tetapi ketika bulan itu terbenam dia berkata, “Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.”

Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata, “Inilah Tuhanku, ini lebih besar.” Tetapi ketika matahari terbenam, dia berkata, “Wahai kaumku! Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.”

Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.(QS. Al An’am [6]: 76-79)

Proses  perjalan spritual Nabiyullah Ibrahim as yang berakhir kepada tauhidullah (mengesakan Allah swt)  tentu karena bimbingan wahyu, bukan semata-mata mengikuti kehendak nalurinya. Naluri berketuhanan diberikan oleh Sang Pencipta kepada semua manusia, namun jika manusia dalam mencari tuhan hanya bersandar pada nalurinya semata boleh jadi yang ditemukan bukan tuhan tapi hantu.

2. Naluri Mempertahankan Diri (Gharizatu Baqa’);

Setiap manusia  pasti akan merasa takut ketika dirinya terancam, takut kehilangan kedudukan, kehilangan harta benda dan ketakutan yang lain. Manusia  berusaha menjaga dan mempertahankan apapun yang dimiliki, baik secara individu maupun berkelompok. Bahkan senantiasa berusaha untuk menambah kepemilikannya,  memperkokoh  kedudukannya dan memperbanyak anggota kelompoknya demi melestarikan eksistensinya, jika mampu ingin hidup seribu tahun. Firman Allah swt:

وَلَتَجِدَنَّهُمْ أَحْرَصَ النَّاسِ عَلَى حَيَاةٍ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ أَلْفَ سَنَةٍ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهِ مِنَ الْعَذَابِ أَنْ يُعَمَّرَ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ

Dan sungguh, engkau (Muhammad) akan mendapati mereka (orang-orang Yahudi), manusia yang paling tamak akan kehidupan (dunia), bahkan (lebih tamak) dari orang-orang musyrik. Masing-masing dari mereka, ingin diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu tidak akan menjauhkan mereka dari azab. Dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.(QS. Al Baqarah [2]: 96)

3. Naluri Melestarikan Jenisnya (Gharizatu Nau’)

Manusia diciptakan menjadi dua jenis kelamin yaitu pria dan wanita. Secara alamiah  keduanya saling mempunyai rasa ketertarikan, seorang pria menyukai wanita dan sebaliknya. Rasa suka menggiring masing-masing untuk saling mendekat tanpa batas guna menumpahkan kasih sayangnya masing-masing. Penumpahan kasih sayang sering disebut juga dengan sexual instinct, yakni naluri yang berkaitan dan berhubungan dengan aktifitas seksual. Al Qur'an  menejelaskan:

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.(Qs. Ali Imran [3]; 14)

Melalui hubungan seksual lahirlah generasi baru secara berkesinambungan dari waktu ke waktu sehingga mempertahankan keberadaan anak Adam di muka bumi ini.

Posting Komentar untuk "NALURI ALAMIAH"